Lima

834 76 2
                                    

Enjoy for reading guys!

...





Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.







Jreeng




"Dengarkanlah~ neng Stephanie pujaanku~"

"Ma-"



"Halah! Bucin!"

Aksi menggenjreng si manis––ia menamai gitar kesayangan pemberian mas Rama dengan nama itu. Sempat terjadi bentrokan memang awalnya, antara kubu pro dan juga kontra. Gitar mas Rama ini akan diwariskan dalam tanda kutip dititipkan pada siapa, karena memang mas Rama kan jarang banget pulang. Karena si Abin yang memang sudah dari awal ngincer tuh gitar, akhirnya masnya yang paling sulung itu menyerah-terimakan gitar kesayangannya pada si tengah. 

Padahal dalam hatinya mah mas Rama tuh agak berat. Ya gimana ya, soalnya si Abin teh dia baru belajar ngegitar. Itupun karena maksa diajarin sama mas Arkan yang memang punya gitarnya sendiri, sudah gitu sok-sokan mau ngejagain gitar orang lagi. Gimana mas Rama ngga ketar-ketir coba?! 

Kita lanjutkan pada masa kini, si Abin yang mendengar celetukan masnya itu pun langsung mendelik ke sumber suara berasal. Di depannya saat ini ada mas Ajun yang memang baru saja sampai rumah.

"Ganggu aja nih mas Ajun," cicit Abin.

Ajun tertawa kencang dengan memukul pelan bahu Abin. Mendengar Abin memanggilnya dengan sebutan mas saat sedang berduaan saja tuh rasanya seperti anda menjadi mang Oleh.

"Apaan sih Jun?!" 

Nah kan dibilang juga apa, tadi tuh bukan Abin, tapi roh baik yang menempel sebentar pada tubuh si tengil penengah itu.

Ajun menyodorkan tangan kanannya, "Salim dulu dong sama mas," ujarnya dengan alis yang dinaik turunkan.

Abin menatap datar, "Coronce mas," ujarnya singkat.

Ajun yang paham pun lantas langsung meluncur menuju kamar mandi untuk mencuci tangannya. Memang sudah seharusnya seperti itu, karena si corona ini makin menjadi saja dari waktu ke waktu. Jadilah anggota Dwija junior harus menjaga kebersihan tubuh dengan menerapkan protokol kesehatan di manapun mereka berada.

"Udah!" Seru Ajun lagi, tiba-tiba saja pemuda itu sudah berada di depan Abin.

Dengan segera Abin––walaupun ia terlihat ogah-ogahan melakukan tradisi turun-temurun keluarganya itu, ia menarik tangan Ajun yang masih mengudara dan mencium punggung tangannya.



Cup




"Ih ngga usah dicium juga Abin!" Pekik Ajun ngegas.

Ajun ini emang kesabarannya setipis keripik kaca, yang mudah banget kretek-kretek kalau berhadapan dengan makhluk Tuhan paling menguji imannya ini.

ABHINARA | Lee HaechanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang