By: Amalia
“Pak Ken mana Pak Ken?”Sepasang mata elang Lyra menyapu pandangan pada museum yang dipenuhi oleh banyak orang. Ia bertenggang keras mencari keberadaan Ken setelah dirinya kembali dari kamar mandi. Foto close up naskah proklamasi itu membuat pikirannya tidak tenang.
Lyra berjalan tergesa-gesa dengan ponsel yang sedari tadi masih dalam genggamannya. Ia tak bisa menyimpan benda pipih tersebut ke saku seragamnya barang sedetik. Gadis itu ingin segera bertemu dengan Ken dan menunjukkan keanehan yang ia temukan.
“Pak Ken ke mana, sih?” tanya Lyra tidak kepada siapa pun. Muka gadis itu menunjukkan kegelisahan. Benaknya dipenuhi berbagai spekulasi atas kejanggalan yang tadi ia temukan.
Mau tak mau, Lyra harus berkeliling museum yang terbilang sangat luas itu guna mencari keberadaan Ken. Ia melongokkan kepala, mengintip setiap ruangan yang didatanginya. Akan tetapi, gadis itu masih belum menemukan Ken.
Lyra pun bergerak cepat ke ruang perumusan. Saat masuk, ia langsung bernapas lega di antara rasa penasaran dan risaunya tatkala melihat Ken. Laki-laki bermanik mata biru itu tampak sedang menjelaskan beberapa detail ruangan tersebut kepada siswa SMA Bintang Biru.
Di sisi kanan ruangan, terdapat duplikat Naskah Proklamasi Klad yang ditulis tangan oleh Ir. Soekarno seukuran papan tulis standar sekolah. Terlihat besar dan sangat jelas kata-kata mana yang belum direvisi, bahkan diberi beberapa sentuhan coretan oleh Ir. Soekarno sebab kesalahan tulis. Naskah itu merupakan satu-satunya pajangan pada dinding bilik tersebut. Di bagian tengah, ada meja besar nan panjang dengan dua belas kursi yang mengelilingi. Patung tiga tokoh penting perumus naskah proklamasi terlihat duduk bersama pada bagian ujung dekat dengan meja kecil beserta lima kursi di sekitarnya.
Pada bagian lain dari ruang perumusan tersebut, ada tiga jendela kuning bersandingan yang dipasangkan tirai berwarna biru. Seolah-olah menjadi background meja panjang dan kecil karena letaknya benar-benar strategis. Di dekat ruang tamu yang kebetulan bersebelahan, terdapat dua jendela sama yang hampir sejajar dengan pintu dua daun sebagai jalan masuk utama. Beberapa lemari diletakkan di sisi-sisi tempat itu. Sebuah lampu yang besar nan mewah juga terpasang indah pada plafon. Ruangan tersebut benar-benar dirancang sedemikian rupa. Tampak sederhana, tetapi ciamik dan mengesankan.
Bergegas Lyra menghampiri Ken. Langkahnya cepat seperti sedang dikejar oleh sesuatu yang mengerikan.
“Pak Ken!”
Panggilan Lyra yang terbilang cukup keras itu sempat menarik atensi orang lain. Ia lantas memamerkan deretan gigi putihnya canggung dan sedikit membungkuk sebagai bentuk permintaan maaf karena mengganggu. Setelahnya, gadis itu lekas mendekati Ken.
“Kenapa, Lyra? Wajahmu kelihatan pucat.” Kerutan tipis di dahi Ken menyambut Lyra yang baru saja sampai di sebelahnya. Gadis itu membungkukkan badan dengan tangan bertumpu pada lutut. Lyra tengah mengatur napasnya yang naik turun sesudah lelah mengitari museum hanya untuk mencari Ken.
Laki-laki berambut cokelat tua itu mengajukan pertanyaan bersirat penasaran. Tak peduli dengan Lyra yang masih mencoba mengontrol napas.
“Ada masalah?” tanya Ken.
Lyra mengangguk. “Masalah besar.”
“Masalah besar?”
“Lebih besar daripada itu, Pak. Aku tidak bisa mendeskripsikan ataupun mengukur seberapa besar. Yang jelas ini masalah sangat serius.”
Ken tidak mengerti dengan perkataan Lyra. Akan tetapi, raut muka gadis itu memang menunjukkan suatu kecemasan dan ketakutan yang begitu kentara. Entah mengapa tiba-tiba hati Ken ikut tidak tenang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Lyra's Secret Mission (End)
Mystery / ThrillerDi zaman sekarang, rasa nasionalisme anak muda hanyalah sebatas ucapan tanpa tindakan. Berucap mudah, tapi sulit untuk bertindak. Terlebih di zaman modern seperti ini, budaya negara lain jauh lebih menarik dan menyenangkan untuk diikuti. Nailyra Ol...