By: Amalia
Derap langkah Lyra terlihat santai menyusuri koridor menuju ruangan naskah proklamasi. Tangan gadis itu tak henti menyentuh ikon shutter yang menjadi fitur utama kamera ponselnya. Memotret setiap sudut rumah Laksamana Tadashi Maeda yang bertransformasi menjadi museum bersejarah Indonesia itu.
Dinding museum tampak terisi dengan bingkai foto tokoh negara yang andil dalam proses kemerdekaan Indonesia. Ada Ir. Soekarno yang piguranya berjajar rapi dengan Moh. Hatta dan pahlawan lainnya. Hal tersebut membuat Lyra tidak berhenti berdecak kagum. Seolah-olah apa yang ia lihat adalah bentuk nyata dari istana megah dalam dunia fantasi.
“Wah, museumnya benar-benar luar biasa!” Lyra sungguh bersemangat. Kilat cahaya yang datang dari kameranya terus terpancar setiap kali ia menyentuh fitur shutter. “Apa rumah ini nggak pernah dimodifikasi sedikit pun?”
Lyra menggeleng-gelengkan kepala merasa takjub. Sepanjang perjalanan ke ruang naskah proklamasi, ia hanya bisa mengagumi arsitektur bangunan tersebut. Ada perasaan terharu dan bangga dalam hati Lyra saat ia bisa menginjakkan kaki di museum yang juga berperan sebagai saksi bisu perumusan naskah proklamasi.
“Lyra.”
Detik berikutnya, Lyra tersentak sesudah menghentikan langkahnya. Ia menghela napas panjang, kemudian memutar tubuhnya. Gadis itu langsung menemukan Ken yang tengah memampang raut datar berjalan mendekatinya.
“Bapak kebiasaan, deh! Aku masih punya jantung, hati, dan ginjal, lho, Pak,” protes Lyra.
Mendengar itu, Ken menanggapinya dengan tawa kecil. Terdengar dingin seperti mengikuti kepribadiannya. “Ada-ada saja kamu.”
Lyra mencebik diikuti gelak kecil setelahnya. Ia kembali meneruskan perjalanan yang sempat terhenti. Ken pun memilih ikut bersama gadis itu.
Tiba-tiba, Lyra teringat dengan pertanyaannya tadi yang belum mendapat jawaban. “Pak, rumah ini pernah direnovasi? Aku kira luasnya terlalu besar untuk ukuran rumah zaman dulu,” tanyanya.
Ken mengernyitkan dahi. Ia menengok ke arah Lyra dengan tampang heran. “Tentu saja pernah. Kamu nggak lihat foto perubahan rumah Tadashi Maeda yang dulu sampai jadi museum?”
Lyra terbelalak. Ia menggeleng. “Emangnya ada, Pak?”
“Ada.”
“Kok, aku nggak lihat?” Lyra mengedarkan pandangannya ke seantero sudut museum. Berupaya mencari keberadaan foto yang dimaksud Ken dengan mata elangnya. Namun, nihil.
Lagi, Ken dibuat tergelak kecil dengan tingkah Lyra. Entah mengapa gadis itu tampak unik di matanya. Ia pun menjelaskan, “Fotonya ada di lorong dekat dengan ruangan naskah proklamasi.”
“Yang benar, Pak?”
Segera saja Lyra berlari kecil melewati teman-temannya yang sedang sibuk melihat benda peninggalan bersejarah dan ruang sakral lainnya. Ia dibuat terpukau saat matanya sudah menangkap foto perubahan rumah Laksamana Tadashi Maeda hingga menjadi Museum Perumusan Naskah Proklamasi.
Rumah perwira tinggi Angkatan Laut Kekaisaran Jepang itu tampak sangat sederhana. Potret zaman dahulu membuat bangun itu hanya terlihat hitam dan putih. Di sebelahnya, ada pigura berisi gambar bangunan museum sekarang yang begitu megah.
Lyra menoleh ke arah kiri ketika menyadari kehadiran Ken. Ia langsung melontarkan sebuah pertanyaan. “Pak, kenapa harus rumah Laksamana Tadashi Maeda?”
Ken yang mengerti maksud Lyra lantas tersenyum. Ia berdiri di samping gadis itu dengan mata menatap lurus ke pigura yang cukup besar di hadapannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Lyra's Secret Mission (End)
Misterio / SuspensoDi zaman sekarang, rasa nasionalisme anak muda hanyalah sebatas ucapan tanpa tindakan. Berucap mudah, tapi sulit untuk bertindak. Terlebih di zaman modern seperti ini, budaya negara lain jauh lebih menarik dan menyenangkan untuk diikuti. Nailyra Ol...