By: Ania
Sudah hampir setengah jam mereka menelusuri jalan Merpati, sesuai arahan teka-teki yang mereka dapatkan di museum. Langit semakin gelap, bahkan tak ada cahaya rembulan yang menghiasi. Berbekal lampu-lampu di pinggir jalan membuat ketiganya berusaha menangkap sesuatu oleh mata.
Dendra mendesah kesal. "Apa sih sebenarnya yang akan kita dapatkan di sini?!"
"Aku sudah sangat lelah." Pria itu kemudian duduk di trotoar jalan begitu juga dengan Ervin.
Lyra mengembuskan nafas lirih, ia pun sudah sangat lelah sebenarnya. Tapi jika mereka bertiga tidak menemukan apa pun di sini, maka bersiaplah menerima kematian. Itu yang menjadi bayang-bayang rasa takut Lyra.
Lyra ikut duduk dengan jarak satu meter dari tempat Ervin dan Dendra. Gadis itu termenung, ia tak menanggapi ocehan dari Dendra yang terus menjelaskan keadaannya yang begitu lelah. Mata Lyra beredar pada jalan yang mulai sepi ini, padahal malam belum terlalu larut. Apa mungkin semua ini sudah dipersiapkan oleh para pelaku? Untuk menjebak?
"Daun itu ...." Lyra menggantungkan gumamannya, sembari menatap fokus pada selembar daun lebar yang jatuh dari sisi semak-semak.
"Teman-teman, ke sini deh!" Gadis itu memanggil Ervin dan Dendra dengan suara pelan. Beruntung kedua temannya itu bisa mendengar dengan baik.
"Kenapa, Ly?" tanya Ervin, berjongkok di hadapan Lyra begitu juga Dendra.Tanpa ingin menjelaskan terlebih dahulu, Lyra lantas berlari ke arah daun tersebut dan mengecek sesuatu di balik semak-semak. Ervin dan Dendra ikut menghampiri. "Ada apa, sih? Kamu dapat petunjuk?" tanya Dendra.
"Daun ini bukan jatuh dari pohon, namun dari semak-semak di sini," jelas Lyra, lalu menyerahkan daun tersebut pada Ervin.
"Itu artinya, tadi ada orang di semak-semak ini." Ervin berujar penuh selidik.
Dendra mengambil daun kering itu dari tangan Ervin dan mulai menelisiknya di bawah lampu jalan. "Lihat sini! Ada tulisan di daunnya!"
Tanpa berpikir lama, Lyra dan Ervin ikut memperhatikan daun tersebut. Benar, ada tulisan di sana.
'Pergilah ke ujung jalan untuk istirahat.’
"Jebakan apa lagi kali ini." Kini terdengar ucapan bernada tertantang dari Dendra.
"Ini beneran mereka ingin kita istirahat? " Ervin mengambil kesimpulannya.
Mereka bertiga bekerja dengan pikiran masing-masing. Sampai akhirnya, Lyra menebak-nebak. "Apa mungkin ada petunjuk lain di sana?”
"Yaudah mending kita cek aja langsung," timpal Ervin.
Dendra bersorak senang, seolah ini adalah sebuah keberuntungan. “Woo! Mereka ini pelaku kejahatan apa malaikat, baik sekali.”
“Apa kalian bercanda. Masa aku cewek tidur satu atap sama cowok, nanti gimana kalau digerebek? Aku juga belum mengabari orang rumah," ucap Lyra dengan nada protes. Mereka berdua sungguh melupakan identitas alam Lyra.
Dendra memutar bola matanya dengan malas. "Satu atap belum tentu satu kamar juga. Tenang, dijamin kita berdua cowok baik-baik."
Ervin ikut setuju. "Soal orang tuamu, bisa kali kamu berbohong untuk malam ini aja. Kalau enggak nanti nyawa salah satu dari kita akan hilang, belajar dari kejadian Arsa dan Rizal."
"Bila kita menentang para pelaku, maka tak segan-segan nyawa menjadi taruhan. Untuk sekarang kita turuti peringatan mereka," sahut Dendra.
Lyra menatap tak percaya pada kedua pria di hadapannya. Lalu beberapa menit kemudian, ia mengangguk. "Baiklah. Hanya untuk malam ini. Semoga esok akan ada petunjuk lainnya."
"Nah, gitu dong. Ayo kita ke ujung jalan.”
Mereka bertiga berjalan ke ujung jalan melawan rasa lelah. Selama diperjalanan Lyra berusaha menghubungi orang tuanya dan meminta izin dengan berbagai alasan. Mungkin saja misi kali ini tak akan selesai hanya beberapa jam saja.
▪︎▪︎▪︎
Benar saja, ada sebuah apartemen di ujung jalan Merpati ini. Mereka bertiga sebenarnya bingung apartemen yang dimaksud di dalam tulisan misterius itu ada di lantas berapa. Namun, anehnya satpam di sana langsung memberitahu kalau Lyra beserta kedua temannya sedang ditunggu di apartemen lantai tiga.
Mereka menurut saja, toh mungkin ini sudah dipersiapkan. Sebelum memasuki apartemen, mereka bertiga berjaga-jaga bila ada sebuah jebakan. Namun, ternyata di dalam apartemen tidak ada siapa-siapa, seperti layaknya tempat istirahat yang sudah dipersiapkan sebelumnya. Bahkan ada makanan dan minuman tersaji di mini bar.
“Boleh kutebak, yang menyiapkan ini sepertinya bukan para pelaku, tapi yang menyuruh kita terlibat dalam hilangnya naskah.” Dendra mendekati mini bar dan lantas memilih makanan yang tampak enak.
“Maksudmu Tuan Clyde?” tanya Ervin, langsung diangguki Dendra.
Lyra terduduk di kursi mini bar seraya memerhatikan makanan yang tersaji. Makanannya masih hangat. “Tapi kita gak bisa benar-benar yakin kalau Tuan Clyde yang menyiapkan hal ini.”
Dendra mengedikan bahu lalu menyodorkan sepotong pizza pada Lyra. “Tapi ini makanan aman, kok. Udah masuk perut aku lagi.”
“Yaudah lah kita makan aja dulu. Kamu juga lapar pasti ‘kan?” Ervin akhirnya ikut menyantap makanan tersebut. Begitu pun Lyra, ia tak bisa berbohong kalau perutnya sedang keroncongan.
Malam itu mereka tak sempat bertukar pendapat lagi soal misi khusus yang seharian ini membuat pusing. Setelah makan dan minum, selang beberapa menit mereka terlelap begitu cepat.
▪︎▪︎▪︎
Lyra yang tengah tertidur damai, kini terganggu karena lehernya yang terasa seperti salah posisi tidur. Matanya terbuka secara perlahan sembari mengusap pelan lehernya. Pertama kali yang matanya tangkap ialah sebuah besi melingkar di pergelangan tangan serta kaki, dan posisinya kini terduduk di kursi. "Lyra apa kamu sedang bermimpi?" Gadis itu bertanya dalam batinnya sendiri.
Lyra berusaha membebaskan besi yang menahan pergelangan tangannya, namun itu sangat kuat. Mulutnya pun dibungkam oleh lakban, membuat gadis itu kesulitan bersuara. Apa ia diculik? Terbesit pikiran aneh yang semakin memperkeruh akal. Hanya ada satu cahaya lampu di dalam ruangan gelap tersebut, Lyra mengedarkan matanya untuk mencari seseorang dan satu meter dari tempat Lyra berada, Ervin serta Dendra tertidur dalam keadaan sama seperti Lyra tadi.
Ia berusaha berseru memanggil, tapi karena ada jarak antar mereka membuat geraman kecil dari Lyra tidak terdengar. Sampai akhirnya Lyra mengetuk-ngetukkan jarinya, meski pergelangan tangan masih terjebak.
Akhirnya Ervin dan Dendra terusik, mereka berdua pun tampak kaget seperti Lyra ketika sadar dari alam mimpinya. Mereka menatap Lyra penuh tanya, tapi gadis itu memberikan isyarat galengan kepala. Ketiganya tidak mampu bersuara karena dibungkam.
Ketika mereka bertiga berusaha melepaskan diri dan memahami apa yang terjadi, tiba-tiba terdengar suara yang entah dari mana. Mereka mendengarkannya dengan baik-baik.
"Tengah malam adalah waktu menuju esok hari, dan tengah malam menjadi penentu akan hidup atau mati. Hiduplah untuk esok hari atau matilah untuk hari ini. Waktu adalah algojo terbaik. Selamatkan diri sebelum tengah malam.”
Lyra, Ervin dan Dendra saling berada pandang. Mereka memahami perkataan tersebut. Sampai akhirnya tanpa babibu mereka bertiga berusaha mencari cara membuka besi-besi yang melingkar di kedua pergelangan tangan dan kaki.
Mereka dengan cepat memutar otak untuk membebaskan diri dari jeratan besi-besi kuat ini. Degup jantung berirama seiring jarum jam berjalan. Bahkan terlihat keringat serta bibir gemetar dari seorang Dendra.
Lyra terus mengambil membuang nafas untuk memenangkan dirinya agar tidak panik, karena ia yakin kuncinya adalah fokus. Sampai akhirnya ketiak satu menit telah berlalu, mata jeli Lyra memberi penyelamatan padanya. Ada sebuah jarum-jarum kecil yang tertusuk di besi-besi itu, maka dengan nekatnya ia menusuk-nusukan jarinya di sana.
Ajaib! Besi itu terbuka. Tersisa satu menit lagi, Lyra dengan cepat membebaskan diri dan membuka lakban yang berada di mulutnya. Ia pun akan menolong ke dua temannya. Tapi lagi-lagi ada sesuatu yang menghalangi. Terdapat sinar merah dari senapan jarak jauh yang tertuju pada kening Lyra. Gadis itu mulai memahami ada serangan lain bila ia berusaha membantu Ervin dan Dendra. Lyra akan ditembak dari jarak jauh.
"Ada jarum di besinya, tusukan jari kalian di jarum itu!" Jalan aman untuk membantu sekarang hanyalah teriakan kencang.
Lyra sedikit bernafas lega ketika Ervin mendengarkan perintahnya hingga ia sudah bisa terbebas dari kursi tahanan itu. Ia berdiri di samping Lyra dengan nafas tersengal-sengal.
"Kita harus bantu Dendra." Dendra berusaha melangkah ke arah Dendra, tapi Lyra cekal dan membisikan tentang akibatnya.
"Jangan, ada yang akan menembak kita dari jarak jauh bila kita membantu Dendra."
Ervin menatap tak percaya. Ia menelan salivanya dengan susah payah. “Dendra, tusukan jarimu ke jarum-jarum kecil yang ada di besi itu!”
Dendra menatap Ervin dan Lyra dengan penuh ketakutan dan rasa panik, ia menggeleng pertanda ada suatu masalah yang ia hadapi. Lyra ikut panik ketika melihat sinar merah berada di kepala Dendra, itu artinya nyawa Dendra terancam.
“Jangan panik! Waktumu tinggal lima detik lagi, tolong dengarkan aku dan Ervin.”
"Iya dengarkan kami, tekan jarum di besi pakai jarimu!"
Dor!
Lima detik telah berlalu sangat cepat, tembakan itu benar-benar ada, peluru kembali menembus tubuh seseorang. Lyra dan Ervin mematung melihat tubuh Dendra yang lunglai dan tak sadarkan diri pada hitungan detik. Darah mengalir dari kepala Dendra, seolah menakut-nakuti Lyra di sana.
"Aaa!" Lyra berteriak histeris seraya menutupi telinganya. Ia mungkin sudah cukup trauma dengan suara tembakan dan darah yang tumpah di hadapannya.
Ervin terduduk lemas melihat kejadian tersebut, seolah semua seperti djavu. Lyra juga ikut terduduk dengan meraup wajahnya, frustrasi. Lalu gadis itu mengatakan sebuah pertanyaan. “Setelah ini nyawa siapa lagi yang akan menjadi korban? Sisa aku dan kamu, Ervin.”
▪︎▪︎▪︎22, September 2021.
KAMU SEDANG MEMBACA
Lyra's Secret Mission (End)
Misterio / SuspensoDi zaman sekarang, rasa nasionalisme anak muda hanyalah sebatas ucapan tanpa tindakan. Berucap mudah, tapi sulit untuk bertindak. Terlebih di zaman modern seperti ini, budaya negara lain jauh lebih menarik dan menyenangkan untuk diikuti. Nailyra Ol...