BAGIAN 01 : Different times, different selves.

253 21 0
                                    

--JEJU, moment 10 tahun lalu.--

Tepat saat seorang remaja pria bernama Kim Ha Joon ikut bergabung dengan sekumpulan remaja, yang mana adalah sahabat-sahabatnya, seorang remaja wanita bernama Ji-A yang tengah berbincang ringan setelah melakukan pemotretan bersama itu (tanpa Ha Joon), berpamitan pergi menuju keluarga dan kekasihnya yang hadir dihari kelulusan.

"Aku pergi dulu." Ujar Ji-A berpamitan.

"Tentu. Jangan lupa beritahu kami mengenai keberangkatan mu nanti." Kang Jinwoo berpesan.

"Eoh."

Berlalu melewati Kim Ha Joon bagai orang asing. Para sahabatnya yang menyaksikan hanya diam tidak bisa berbuat apa-apa akan sikap acuh Ji-A.

Ha Joon? Hatinya sangat sakit. Namun perlahan dia mulai terbiasa akan sikap buruk yang biasa ditunjukkan Ji-A padanya selama 2 tahun belakangan, setelah Ha Joon memberitahu Ji-A akan perasaannya.

"Lakukanlah sesuatu, kawan." Ujar Jaeyong merangkul pundak Ha Joon seraya berjalan masuk menuju aula.

"Jadi kalian ingin aku melakukan apa? Ini adalah Ji-A yang menghindariku lebih dulu, jangan salahkan aku."

"Tidak ada yang menyalahkan mu hanya karena kau jatuh cinta dengan sahabat mu sendiri. Kami hanya tidak ingin kau menyesal karena tidak berusaha untuk mencoba. Ji-A akan pergi melanjutkan pendidikannya di Seoul. Dia baru saja mengatakannya." Suzy, sahabat perempuan Ha Joon yang lain ikut menasehati.

"Dan yeah, seperti yang kalian lihat. Dia bahkan tidak membiarkan ku untuk ikut mendengar kabar itu. Bahkan untuk sekedar melihatku? Sama sekali enggan." Ha Joon menjawab pesimis nan sinis.

"Sejak awal aku sadar betul, bahwa mengungkapkan perasaan ku padanya hanyalah kejujuran yang bodoh. Karena lihatlah sekarang, menyapa pun dia tidak pernah. Dia bersikap seperti orang asing denganku." Sambung Ha Joon berjalan dengan punggung melemas.

"Hey, hanya karena dia bersikap seperti itu bukan berarti perasaannya sudah pasti seperti yang ditunjukkan. Siapa yang tahu perasaan seseorang? Jadi berhentilah berspekulasi dan kau harus berani mencoba selagi masih ada waktu." Tutur Jinwoo menepuk pundak sahabatnya yang telah kehilangan semangat untuk berjalan itu.

"Jinwoo, apa kau pikir selama ini aku tidak pernah berusaha mencoba untuk berbicara lagi dengannya? Aku sudah melakukannya. Tetapi dia sama sekali tidak pernah menanggapi dan terus menghindar. Jika memang dia tidak bisa membalas perasaan ku, aku mengerti, jadi cukup katakan. Bukan bersikap seperti orang asing begini padaku. Aku tahu jika persahabatan kami tidak akan sama seperti semula. Tetapi menghindar bukanlah jalan keluarnya."

Setelah Kim Ha Joon dan sahabat-sahabatnya memasuki aula, dari belakang, Ji-A diam-diam terus memandangi punggung Ha Joon yang bidang nan kokoh itu, dengan mimik wajah yang sulit diartikan.

Benar yang dikatakan Kang Jinwoo. Tidak ada yang benar-benar tahu perasaan seseorang. Bahkan orang itu sendiri.


--Seoul, masa kini.--

"Ibu tidak perlu datang kesini. Lagipula keadaan ibu juga masih dalam masa pemulihan 'kan? Setelah aku selesai menata rumah baru, nanti biar aku dan Sehun Oppa saja yang berkunjung kesana."

"Yasudah, kalo begitu aku tutup dulu telponnya."

Setelah selesai berbicara melalui sambungan telepon dengan sang ibu, Lee Ji-A segera kembali ke meja tempat keluarga besar Yoon tengah berkumpul untuk acara makan malam sebagai bentuk perayaan ulang tahun sang mertua perempuan.

ANACAMPSEROTE Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang