8. SADNESS LAURI
"Gue ingetin sekali lagi kalau gue benci orang yang penuh kepalsuan. Jadi lo jangan sok akrab deh"
—Asta Shenazar--••🍙••--
Cuaca pagi ini tidak terlalu cerah. Awah hitam terlihat berkumpul di langit Sanecalla dan butiran-butiran air hujan pun mulai berjatuhan. Hal yang membuat suasana di tempat itu terasa dingin dan cukup gelap, persis seperti hati Lauri yang kemarin baru kehilangan keteguhannya.
Lauri berjalan di koridor sekolah yang masih sangatlah sepi. Gadis itu sengaja datang lebih pagi dari biasanya, karena saat ini keadaan hatinya masih belum baik-baik saja. Lauri juga masih belum siap untuk bertemu dengan Zilan dan sebisa mungkin menghindarinya. Meskipun pada akhirnya fakta kalau mereka sekelas membuat usaha gadis itu menjadi sia-sia, tapi Lauri tetap melakukannya. Dia benar-benar tidak mau bertemu dengan Zilan. Lebih tepatnya dia tidak tahu harus berkata apa pada cowok itu.
Namun sepertinya usaha gadis itu tidak mendapatkan ridho dari Tuhan. Niat hati ingin menghindari Zilan, gadis itu malah bertemu dengannya lebih awal. Karena saat ini Zilan sedang duduk di depan kelas dan pandangan mereka langsung bertemu. Helaan nafas terdengar dari mulut Lauri. 'Kenapa harus sekarang sih?' batinnya.
"Lho? Lauri? Kok kamu udah ada disini? Tumben banget, biasanya jam berangkat sekolah kamu selalu konsisten" ujar Zilan. Cowok itu bahkan kini sudah tidak memakai Lo-Gue lagi saat berbicara dengan Lauri.
"Kamu sendiri kok udah ada disini? Gak kayak biasanya..."
Mendengar Lauri yang bertanya balik, Zilan tertawa masam dan mengalihkan pandangannya ke arah lain. Cowok itu menggaruk kepalanya yang tidak terasa gatal lantas menjawab dengan jujur.
"Anu, itu... Hari ini aku kebagian jadwal piket bareng si Udin. Terakhir kali aku dateng siang dan berujung gak piket kelas, tatapan si Udin seharian rasa-rasanya panas dan tajem banget. Udah kayak banteng yang belum dikasih makan 3 tahun lho"
"Banteng kalau gak dikasih makan 3 tahun ya mati lah" ucap Lauri logis, membuat Zilan terdiam sejenak.
"Ah... Iya juga, ahahaha dasar si Zilan emang bego. Kok gak kepikiran gitu ya? Nyampe dibenerin sama orang pinter kayak Lauri, jadi malu"
Lauri menghembuskan nafasnya pelan. Bukankah gadis itu ingin segera menjauh dari Zilan? Tapi kenapa dia malah terjebak dalam obrolan panjang dengan cowok itu? Disaat-saat seperti ini, Lauri sungguh kesulitan untuk mempertahankan senyuman formalitas.
"Ngomong-ngomong—"
"Maaf, Zilan. Aku gak enak badan, kalau mau ngobrol nanti aja ya. Aku mau istirahat"
Sebelum obrolan antara dia dan Zilan memanjang. Lauri terlebih dahulu memotong perkataan cowok itu dengan maksud mengakhirinya secara sepihak. Hal yang membuat Zilan terdiam selama beberapa saat. Satu hal yang dia ketahui saat ini kalau Lauri tidak ingin berbicara banyak dengannya. Tapi kenapa?
"Kamu gak enak badan? Mau aku anter ke UKS?" tawar Zilan mencoba menghalau pemikirannya tentang Lauri yang menghindarinya.
"Gak usah makasih, aku bisa sendiri"
Tanpa menunggu balasan, Lauri pun pergi meninggalkan Zilan yang masih terpaku menatap kepergiannya. Cowok itu menurunkan kelopak matanya perlahan.
"Apa gue gak salah liat? Mungkinkah Lauri sekarang lagi ngehindarin gue? Tapi kenapa ...?"
--••🍙••--
Diana mengusap keringatnya dan menghela nafas lega saat melihat kondisi kelas yang bersih dan kinclong. Gadis itu tersenyum puas karena hasil pekerjaannya yang selalu memuaskan. "Akhirnya beres juga"
KAMU SEDANG MEMBACA
ASTA SHENAZAR
Teen FictionKata orang, Asta adalah ketua geng Castinozera yang dingin, kejam, dan tak berperasaan. Tapi di mata Lauri, Asta adalah cowok tampan misterius yang sangat unik dan penuh rahasia. Dia tiba-tiba menjadi bagian penting dalam skenario kehidupan Lauri se...