Surabaya, Indonesia.
"Dasar si Raja Tega!" Syifa berseru keras begitu ia dan Aline sampai di ruangan meeting terlebih dulu. Tidak cukup mengomel dan mengumpat sepanjang perjalanan dari ruangannya ke sini, Syifa menghadapkan kursi ke arah Aline. "Ibu Aline lihat sendiri, kan? Gimana Pak Geni bisa se tega itu sama saya?" Tangan wanita menempel di dada, seakan ingin memberitahu kesengsaraan yang baru saja ia dapatkan dari pria bernama Geni.
Pintu ruangan meeting kembali terbuka, kali ini menampakkan sosok Aldean yang langsung mendengkus begitu bersitatap dengan Syifa. "What's wrong with you, huh?" sembur Aldean, ketika wanita muda itu mendadak merengek memanggil namanya. "Nikah sana, loh, nikah," sambungnya berujar asal.
"Hm, apa hubungannya?" Tidak sadar, Aline justru bergumam pelan.
Duduk di sampingnya, Syifa langsung menyandarkan kepala pada bahu Aline. "Akhirnya, ada yang sepemikiran sama aku. Orang-orang Primland Surabaya memang aneh semuanya!" seru Syifa setelahnya.
Berada di seberang meja, Aldean hanya bisa menautkan alis seraya menggelengkan kepala ketika melihat tingkah berlebihan salah satu stafnya itu.
Berbeda dengan Aldean, Aline justru tertawa. "Semua orang Primland Surabaya aneh, ya? Berarti kamu juga termasuk dong?"
Syifa langsung menjauhkan tubuh, wajahnya menunjukkan rasa tidak terima. Mulutnya yang tadinya hendak terbuka langsung terkatup rapat begitu mendapati sosok Geni baru saja memasuki ruangan meeting.
"Kenapa, tuh?" Entah bertanya pada siapa, tapi pertanyaan barusan memang ditujukan pada sosok Syifa yang mendadak melengos saat menatap Geni.
"Pengin nikah," sahut Aldean masih asal-asalan.
Geni membuat raut wajah terkejut ketika tangannya menarik mundur kursi yang ingin ia duduki, "sama Pak Aldean? Loh, ya, jangan! Udah punya isteri sama empat anak ini! Yang bener aja kamu, Fa!"
Respons yang berbeda ditunjukkan oleh Aldean dan Syifa. Kalau Aldean hanya tertawa kecil menanggapi keisengan Geni, tentu jadi berbeda bagi Syifa yang sebelum ini sudah dibuat emosi oleh orang yang sama. Wanita itu menatap tajam Geni lalu menelungkupkan kepala di atas lipatan tangannya, suara rengekan dan decakan terdengar tidak jelas keluar dari mulut Syifa.
Tangan Aline menepuk perlahan punggung Syifa yang bergerak—enggan disentuh.
Bukannya menyudahi setelah melihat sikap Syifa, Aldean malah dengan sengaja meneruskan keisengan Geni tadi. "Berarti nikahnya sama Pak Geni aja. Gimana, Fa?" Bahkan, Aldean harus menahan tawa saat menanyakan pertanyaan barusan.
"Ya udah, sini sama saya aja. Gimana, Fa?"
Aline cukup terkejut, dan sepertinya hal sama dirasakan oleh Syifa yang langsung mengangkat kepala—menampilkan raut geli pada sosok Geni yang kini menopang dagu dengan salah satu tangan di atas meja sambil menatap ke arahnya lurus.
"No way!" selanya dengan suara cukup keras, mengejutkan Reni yang baru saja membuka pintu ruangan meeting.
Tidak tahu apa yang sedang terjadi, Reni menyempatkan waktu untuk menegur perilaku bawahannya itu sebelum duduk di samping Aline. "Nggak sopan, Fa. Ini masih area kantor. Pak Geni dan Pak Aldean itu atasan kamu, ada Ibu Aline juga di sini! Jangan dibiasakan! Saya sudah sering bilang padahal," tuturnya sambil menggelengkan kepala.
Berusaha keras menahan tawa, Aline berpikir mungkin Reni lupa bagaimana ia meneriaki Geni 'gendeng' beberapa minggu lalu saat mereka masih berada di area kantor.
"Digodain sama Pak Geni dan Pak Aldean, Bu," belanya, seketika dihadiahi pelukan erat pada lengan tangannya dari Syifa.
"Sama aja ternyata. Repot!" Reni menatap Aldean dan Geni sekilas, lalu mengarahkan kepala pada Syifa. "Nangis itu nanti anak orang!" sambungnya ikut menggoda.
KAMU SEDANG MEMBACA
RECONNECTED (COMPLETED)
ChickLitreconnected [ /ˌriːkəˈnektɪd/ ]: connect back together. We've been hurt, kicked down-totally devastated. We just try to keep living with the numb feeling. This is how it feels now. Nothing. At the time, when God has his plans-when we are ready to e...