REC-33

5.4K 821 257
                                    

Jakarta, Indonesia.

"Aline's condition has improved. She still refuses to meet anyone other than Mami."

Penjelasan dari Melanie barusan kembali membuat Nolan menelan rasa kecewanya dalam diam. Setelah 4 hari dirawat, Aline memang belum mau menemui siapa pun termasuk Ben dan Alice—kakak kandungnya sendiri.

Menundukkan kepala selagi kedua matanya memejam erat, Nolan mengingat bagaimana 4 hari lalu ia terburu-buru datang ke rumah sakit setelah mendapatkan telpon dari Ben kalau Aline dirawat di rumah sakit setelah ditemukan tidak sadarkan diri di dalam toilet salah satu restaurant.

Dalam hati, Nolan bertanya-tanya—pada dirinya sendiri—kenapa semuanya bisa berubah sejauh ini? Sejak kapan semuanya berjalan seperti ini?

Tentang dirinya dan Aline.

Sejauh mana Nolan terlambat menyadari kalau keduanya kini punya jalan yang berbeda?

Nolan percaya kalau apa yang dirasakannya saat pertama kali bertemu dengan Aline merupakan perasaan jatuh cinta pada pandangan pertama.

Dengan percaya dirinya, Nolan mengatakan kalau perasaan cinta yang dirasakannya saat itu adalah jenis cinta yang berbeda.

Dengan serakahnya, ia mengatakan kalau jenis perasaan cinta yang ia punya untuk Aline adalah jenis yang tidak akan ada habisnya.

"Lan..."

Nolan berjalan mendekati ranjang perawatan yang ditempati Aline ketika wanitanya itu tersadar setelah mendadak tidak sadarkan diri setelah membuat pengakuan tentang kondisinya.

"Oh, God! You really worry me!" Nolan mengenggam erat tangan Aline, menempelkannya di kening.

"Kamu masih di sini, Lan?"

Serentetan kalimat yang diucapkan Aline dengan suara seraknya berhasil membuat Nolan mengangkat kepalanya. Masih dengan mengenggam tangan Aline, Nolan berujar seraya menarik satu senyum lembut. "Memang aku harus ke mana kalau nggak ada di sini?"

Genggaman tangan keduanya mengerat. Kedua mata Aline terlihat berkaca-kaca saat membalas tatapan Nolan. "I thought you'd left... I thought you wouldn't be here with me."

"Pertanyaannya masih sama kalau gitu." Nolan menundukkan kepala, menempelkan keningnya ke kening Aline. "Kalau bukan di sini—di samping kamu—aku harus pergi ke mana, Schatz?"

Dulu, Nolan percaya kalau tidak ada tempat yang sempurna untuk dirinya selain berada disamping Aline.

Kepercayaan diri yang dimilikinya itu... Keserahakan itu... dasarnya memang melemahkan manusia, termasuk Nolan.

Kecukupan yang pernah ia singgung, ternyata harus Nolan lewati susah payah—hanya karena ia terus merasa 'kurang'.

"Buruan bikin sendiri, lah. Lo, 'kan, udah nikah. Bebas!" Komentar ini dilemparkan Brian saat pria itu tahu kalau Nolan akan kembali mengunjungi Brigitta di Surabaya untuk bisa bertemu dengan Elijah.

Ada perasaan sakit yang berdenyut di hati Nolan. Wajah Aline seketika memenuhi pikirannya, membuat pria itu ikut mengulas senyum—menyebarkan kelegaan ke hatinya yang tadinya penuh sesak.

Baginya, selama Ada Aline, Nolan sudah merasa cukup.

Seharusnya—selamanya—Nolan memiliki 'kecukupan' itu. Kecukupan yang diagung-agungkannya dihadapan seluruh keluarganya, dan Aline sendiri.

Seharusnya seperti itu, sebelum Elijah berada di sekitarnya. Gadis kecil itu menjadi peripur lara Nolan. Brigitta dan Raka tidak merasa keberatan kalau Nolan kerap datang ke Surabaya hanya sekedar untuk bertemu dengan anak mereka. Keduanya seakan bisa memahami keadaan Nolan saat itu.

RECONNECTED (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang