REC-12

6.1K 775 118
                                    

Surabaya, Indonesia.







Nolan ada di sini. Pria itu pulang.

Setelah Geni menjelaskan semuanya semalam, mulai dari masalah yang menimpa Benjamin dan Primland Jakarta sampai ke mantan rekan kerjanya dulu yang mulai buka suara, Aline sama sekali tidak bisa mengenyahkan fakta tentang awal masalah ini dimulai.

Dari banyaknya kemungkinan masalah yang bisa saja terjadi di kehidupannya, Aline sama sekali tidak pernah menyangka kalau kembalinya pria itu akan menjadi salah satu bagian yang paling rumit dalam hidupnya.

Tepatnya tengah malam, Melanie sampai di Surabaya dan langsung menemui Aline di rumah Geni. Karena merasa tidak enak dan takut menganggu Shela, Melanie memutuskan untuk membawa Aline ke rumah orangtuanya yang memang sudah lama tinggal di Surabaya. Ide itu jelas ditolak mentah-mentah oleh Geni. Dia memaksa keduanya untuk menginap di rumah, tentu dengan meminta bantuan Ben. Suami Melanie sekaligus kakak kandung Aline itu melarang keras istri dan adiknya pulang ke rumah orangtua Melanie meski diantar.

Karena banyak alasan, mulai dari bahaya dan keadaan Melanie yang mungkin saja kelelahan. Pada akhirnya keduanya memutuskan menuruti perintah Benjamin untuk menginap semalam di rumah Geni.

"He's here..."

Melanie menghela napas panjang, beranjak dari ranjang dan berjalan menghampiri Aline yang terduduk di sisi ranjang lainnya. Mereka berdua menempati salah satu kamar tamu di rumah Geni setelah Aline menolak untuk tidur di kamar Geni yang memang tidak akan ditempati pria itu malam ini.

"Lin..." Melanie menarik kembali uluran tangannya saat tubuh Aline menjauh dari jangkaunnya. "Aku sama Benjamin juga nggak ada yang tahu soal itu, Lin. Seperti yang kamu tahu, kita nggak ada lagi kontak apa pun setelah perceraian kalian." Perlahan, Melanie duduk mendekat. "I know it's hard for you."

Kepala Aline menunduk dalam, tatapannya mengarah kosong entah menatap ke mana. "Tadi, aku sempat telpon Pak Edgar. You know what he have said?" tanyanya lirih, hampir tidak terdengar jika Melanie tidak duduk berdekatan dengannya.

"Mami did that to give you a wide berth from any risky possibilities that might happen if you told Pak Edgar to hold a confrence press, Lin." Melanie berhasil meraup bahu Aline, berusaha menenangkannya.

Meski Melanie sudah menjelaskan, lantas tidak bisa langsung membuat Aline bisa memahami. "The news began to worsen, Mel." Dengan kepala tertunduk, ia menggeleng pelan. "You guys are just having cold feet about the possibility that I will make a serious faux pas again, right?" Kedua mata Aline memejam, lantas kembali melanjutkan. "Gimana bisa Pak Edgar menolak buat memberikan penjelasan atas nama aku, sih, Mel? Memang yang punya masalah dan bercerai itu, Mami, ya?"

Sangat jelas kalau pertanyaan barusan tidak lagi butuh jawaban. Aline menggelengkan kepala, merasa tidak habis pikir jika mengingat kembali obrolannya bersama Pak Edgar—pengacara keluarga yang memang mendampinginya proses perceraiannya dengan Nolan—yang menolak permintaan Aline saat ia mengatakan kalau ingin Pak Edgar memberikan konfirmasi mengenai rumor salah yang berkembang di kalangan masyarakat. Pengacara terkenal itu mengatakan kalau dia dan teamnya tidak akan bergerak kalau izin dari Ibu Esa belum turun, dan bisa dibayangkan semurka apa Aline ketika mendapatkan jawaban yang tidak pernah dia pikir sebelumnya akan didapatkan dari seseorang yang mendapatkan kepercayaan untuk menyelesaikan sedikitnya permasalahannya.

"Ada banyak pertimbangan yang membuat Mami nggak bisa langsung kasih ijin ke Pak Edgar untuk menuruti keinginan kamu, Lin." Salah satu tangan Melanie melingkupi bahu lunglai Aline. "Ditambah masalah yang harus diurus Ben sama Primland sekarang. Kita nggak bisa gegabah, capeesh?" tuturnya, mencoba menjelaskan pada Aline dengan perlahan.

RECONNECTED (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang