Jakarta, Indonesia.
"Could you please leave my desk? I need to concentrate on my work right now." Sarah tersenyum tipis, sebelum kembali meluruskan pandangannya ke arah macbook—membiarkan Nolan terdiam di samping kubikelnya.
Bukannya menurut, Nolan malah bergerak mendekat ke arah kubikel architectural designer itu dengan perlahan. "Can we speak for a moment? I have something to say," ujarnya, mengabaikan tatapan ingin tahu beberapa rekan kerja Sarah yang lain.
"Please excuse me if I interrupt you two." Berbeda dengan Nolan yang refleks membalikkan tubuh, Sarah hanya menghela napas panjang dengan tatapan masih mengarah ke macbook di atas meja. "Mbak Sarah, I need you to complete the budget report for the WestBike project as soon as possible." Berdiri tepat di samping Nolan, wanita itu melipat kedua tangan di dada—ikut memperhatikan punggung Sarah.
"Perhaps you should check your email. I've been sending out reports since yesterday," jawab Sarah setelah memutar kursinya agar bisa berhadapan dengan Tata.
Mungkin bukan hanya Nolan saja yang sadar kalau tingkah Tata terlihat aneh. Tanpa berkata apa-apa, wanita itu kembali memasuki ruangan dengan raut wajah tertekuk, meski sebelumnya Tata menyempatkan diri untuk mengulas senyum tipis ke arah Nolan.
Mengembalikan pandangan ke arah Sarah, bisa Nolan lihat kalau Sarah tengah menggelengkan kepalanya—menatap lurus pada ruangan yang ditempati Tata.
"See?" Untuk pertama kalinya, Sarah akhirnya mau menemukan pandangannya dengan Nolan hari ini. "Pekerjaan saya banyak, Pak. So, may I ask for as much time as possible to complete my work in peace?"
Rasa bersalah Nolan makin menumpuk setelahnya. Apalagi, begitu melihat raut lelah tercetak jelas di paras ayu Sarah. "Okay, I'm sorry for interrupting your time." Nolan mengalah saat melihat Sarah membalasnya lewat senyuman. "Tapi, nanti, bisa, 'kan, kita bicara sebentar, Sar?"
Mungkin memang se-sulit itu bagi Sarah untuk sedikit meluangkan waktunya, sampai-sampai wanita itu perlu membuang napas kasar seraya memijit pelipis kepalanya di hadapan Nolan. "Okay...," balas Sarah, terdengar seadanya.
Tidak begitu puas dengan jawaban yang di dapatnya, Nolan hanya mampu menatap Sarah dalam diam. Ia menganggukan kepala, meletakkan satu gelas kopi luwak Arabica yang dibelinya di Excelso pagi tadi di atas meja Sarah.
"Thanks, Pak."
Sebelum beranjak meninggalkan area kubikel Sarah, Nolan memutar tubuhnya seraya menganggukan kepala ketika Sarah menunjuk kopi pemberiannya.
"Today appears to have been a bust as well..." Sapaan yang lebih mirip terdengar seperti ejekan itu menyapa rungu Nolan begitu ia memasuki ruangan Brian.
Dilihatnya Dave duduk di sofa ruangan Brian sambil menatapnya penuh cemoohan. "Diem lo!" Brian buru-buru menengahi setelah menangkap raut keruh pada wajah sahabatnya yang mendudukkan diri di sofa di dalam ruangannya.
"Meeting sama FuturEdu kapan?" Mengabaikan Dave, Nolan menatap Brian yang duduk di belakang meja kerjanya. "Why hasn't the date of the meeting been announced yet?" sambungnya sambil membuka iPad.
"Diundur bukan, sih?" Ucapan Dave berhasil membuat Nolan mengangkat kepalanya.
Brian menganggukan kepala, "katanya, mereka ada masalah internal gitu. Kita mungkin bisa atur jadwalnya—selamabat-lambatnya—minggu depan, sih," terang Brian, mencocokkan kembali jadwalnya.
"Jadi, gimana?" Nolan mengernyitkan kening, menatap Dave malas setelah melihat seringaian yang dibuat pria itu ketika bertemu tatap dengannya. "Sarah masih belum mau ngomong sama lo?"
KAMU SEDANG MEMBACA
RECONNECTED (COMPLETED)
ChickLitreconnected [ /ˌriːkəˈnektɪd/ ]: connect back together. We've been hurt, kicked down-totally devastated. We just try to keep living with the numb feeling. This is how it feels now. Nothing. At the time, when God has his plans-when we are ready to e...