Vote sebelum membaca hukumnya wajib.
Freya menuruni anak tangga dengan langkah pelan, sesekali matanya melirik layar ponsel yang ia pegang menggunakan tangan kanan. Sudah hampir jam tujuh malam, namun Daniel belum juga menghubunginya. Padahal, cowok itu bilang bahwa ia akan ke rumah Freya pada pukul setengah tujuh malam.
Gadis itu melanjutkan langkahnya hingga menuju dapur. Di sana, Vania a.k.a mamanya Freya sedang berkutat dengan bumbu-bumbu dapur. Sepertinya ibu dua anak itu tidak sadar jika diperhatikan oleh Freya.
"Lagi masak apa, Ma?" Pada akhirnya Freya bersuara, sangat sulit menahan diri untuk diam, terlebih lagi saat bersama Vania.
Wanita tiga puluh tujuh tahun itu menoleh sekilas, tak ketinggalan senyuman manis juga terlukis di bibirnya. "Mama masak tempe penyet, kesukaan papa. Kamu udah mau berangkat? Emangnya Daniel udah sampai di sini?"
"Belum, Ma. Katanya Daniel mau ke sini jam setengah tujuh, dan udah hampir jam tujuh dia belum sampai juga," keluhnya.
"Sabar, Ya. Mungkin aja Daniel lagi di jalan," ujar Vania.
"Freya cuma takut kalau nanti Daniel batalin lagi kayak kemarin," ucap Freya.
"Tunggu aja dulu, kalau pun Daniel nggak bisa, pasti dia bakal hubungin kamu," balas Vania. Beliau masih saja fokus pada kegiatannya, bahkan ia tak menoleh sedikitpun ke arah Freya.
"Iya, deh," putus Freya. Lantas ia meninggalkan dapur untuk menuju ke ruang tamu.
Freya mengurungkan niatnya saat melihat Delia, adik satu-satunya tengah berkutat dengan beberapa buku. Tanpa berpikir panjang ia menghampiri sangat adik.
"Lagi ngapain, Del?" tanya Freya seraya duduk di sebelah Delia.
Delia menoleh sekilas ke arah sang kakak, lalu menjawab, "Kak Freya nggak lihat kalau aku lagi mewarnai."
"Santai aja kali, nggak usah pakai ngegas juga, kan kakak cuma tanya."
Delia memang memiliki sifat keras kepala, jika dia tidak menyukai sesuatu hal, pasti dia akan langsung mengatakannya. Adiknya memang tidak suka basa-basi, terbukti dari setiap kalimat yang ia ucapkan.
"Lagian Kak Freya aneh banget, udah jelas-jelas Delia sedang mewarnai, eh malah ditanya, 'lagi ngapain'. Padahal yang Delia lakuin terlihat dengan jelas," cerocos Delia.
"Iya-iya, Kak Freya salah," putus Freya. Meladeni gadis tujuh tahun itu sama saja mengikuti ajang debat.
Freya terperanjat saat suara bel rumah terdengar menggema. Dengan gerakan kilat Freya bangkit dari sofa lalu menuju pintu utama.
Pintu kayu bercat putih gading itu terbuka dengan perlahan, menampilkan sosok cowok bermata tajam dengan senyum khas menghiasi bibirnya.
"Daniel! Akhirnya kamu datang juga, kirain kamu bakalan batalin janji kita lagi," ujar Freya.
KAMU SEDANG MEMBACA
About Us
Teen Fiction[COMPLETED] Disarankan follow sebelum membaca⚠️ Freya Angelica merasa menjadi gadis paling beruntung. Terlahir di keluarga berkecukupan dan harmonis membuat ia hampir tidak pernah merasakan kesedihan. Ditambah ia memiliki Daniel, kekasih yang memper...