A Riki dengan sigap nangkap tubuh Dyo sebelum jatuh ke lantai. Dia papah Dyo ke kasur lantai bareng temennya.
"Zaman sadar, Dek." Kata A Riki sambil nepuk pelan pipi Dyo.Dyo meringis dengan nafas yang masih payah. Dia masih sadar, hanya saja dia udah gak kuat buat nopang dirinya sendiri. Dia masih bisa denger percakapan dua orang di depannya, pula masih bisa lihat walau samar.
"Apa yang sakit, Dek?" Tanya A Riki lembut.
Dyo berusaha ngasih jawaban, bibirnya terbata waktu mau bicara.
"S-sesek, pe-perut sakiit..."
A Riki sama temennya saling pandang sebentar.
"Klinik di bawah masih buka gak jam segini? Ini hampir tengah malem." Kata temen A Riki.
"Kalopun dibawa ke sana, anaknya kuat teu?" Bales A Riki sebelum beranjak ngambil sesuatu dari rak yang ada di sebelah kasurnya.
"Semoga bisa bantu ringanin." Katanya kemudian, "Dek maaf ya bajunya A Iki singkap."
Dyo gak bisa respon apapun, dia diem aja dan nurut. Dia yakin A Riki gak bakal berbuat buruk sama dia.
Gak lama dia rasain sesuatu ditetesin ke dada sama perutnya, lalu pijitan-pijitan dia terima. Dia kenal banget aroma ini. Ini minyak kayu putih.
Dyo biarin A Riki mijitin dia, sesekali berjengit dan meringis waktu nyeri itu dia rasain.
"Zaman tadi udah makan kan?" Tanya A Riki tanpa ngehentiin pijitannya.
Dyo manggut tanpa sepatah katapun.
"Zaman gak makan pedes atau makan yang Zaman punya alergi sebelumnya?"
Dyo geleng, dia gak makan pedes malem ini, dan juga makanan yang dia makan juga aman-aman aja, bukan makanan yang bikin dia alergi.
Samar Dyo lihat A Riki lagi mikirin kiranya apa penyebab Dyo bisa sakit kaya gini.
"Tolong ambilin obat di atas almariku sama air hangat di dispenser, Kang." Pinta A Riki ke temennya.
Temennya manggut kemudian menuhin permintaan A Riki.
"Coba miring, Dek." Suruh A Riki.
Dyo nurut, pelan-pelan dia miringin badan. Minyak kayu putih kembali ngebalur di permukaan kulitnya, tangan A Riki ngusap ngeratain tetesan minyak berbau menyengat itu kemudian balik mijit.
Perlahan dapat Dyo rasain sakitnya meredah, sesek di dadanya mulai memudar berikut nyeri di pertengahan perut dan dada. Otot-otot tubuhnya yang tegang melemas dan nafasnya berangsur normal.
Kurang lebih lima belas menit A Riki mijitin dia, A Riki berhenti bentar entah ngapain.
"Minum dulu, Dek."
Temen A Riki bantuin Dyo bangun dan minum. Warnanya putih kaya air biasanya, tapi rasanya agak pahit dan aneh. Dyo pikir mungkin airnya udah dicampur sama obat biar Dyo lebih gampang minumnya.
"Sakitnya udah lumayan redah, Dek?" Tanya temen A Riki.
"U-udah, Mas." Jawab Dyo pelan.
Bisa Dyo denger desah nafas lega dari dua orang yang lebih tua dari dia.
"Sekarang Zaman istirahat ya? Kalau besok gak kuat berangkat PBAK, biar A Iki izinin."
Dyo senyum lemah sebagai jawaban kemudian mejamin mata dan mulai tidur. Sebelum bener-bener terlelap, dia ucapin banyak terimakasih dalam hati ke A Riki sama temennya. Dia janji gak bakal ngelupain kejadian ini, dia bakal kenang ini dan suatu saat berharap dia bisa bales kebaikan mereka berdua. Dyo gak bisa bayangin seandainya gak ada A Riki sama temennya, bisa jadi dia masih kesakitan sampe sekarang dan mungkin besoknya dia ditemuin gak bernyawa dalem kamarnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Keluarga Pak Chanyeol [Season 2] ✔
FanfictionBuku ini merupakan kelanjutan dari buku sebelumnya. Menceritakan tentang kehidupan Haris Chanyeol dan keluarganya. Merawat dua anak yang masih kecil tapi aktifnya bukan main, serta si besar yang kini sudah melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi...