13

377 25 4
                                    

Hari ini sudah berjalan satu Minggu saat kejadian itu dan tentunya sudah 7 hari juga Arran masih belum di perbolehkan pulang oleh dokter. Alasannya karena luka tusukan di perutnya masih basah dan di khawatir kan jahitan di perutnya akan kembali terbuka jika pria itu banyak bergerak.

jam menunjukkan pukul 20.00
Arran dan zhafira sedang duduk di taman rumah sakit itu dengan Arran yang duduk di kursi roda dan zhafira yang duduk di kursi taman yang ada disana.

"Kamu udah kenyang?" Tanya Zhafira melihat Arran yang sedang memperhatikan bintang dengan seksama.

Arran mengangguk tanpa menolehkan kepalanya.

"Ada tempat yang pengen gue tuju, tapi terlalu tinggi dan berbahaya."

Setelah bungkam sedari tadi akhirnya Arran berucap demikian membuat Zhafira menatapnya dengan tanya.

"gue nggak yakin bisa melalui nya sendiri. Saat seseorang ngeliat gue dan menganggap gue orang yang kuat, gue malah benci kenyataan itu."

"Gue benci saat semua orang menatap gue sebagai Arran yang kuat, gue benci saat orang memuji gue."

Arran menoleh kearah zhafira yang sudah sedari tadi menatap nya.

"Karena yang sebenarnya gue nggak seperti itu."

"And i don't want the world to see me. 'cause gue berpikir bahwa mereka they'd understand"

"Ketika semuanya di buat untuk di hancur kan, i just want you to know who i am."

Zhafira menatap mata itu. Mata yang teduh dengan banyak luka tersimpan. Mata yang begitu dalam bagai lautan. Terlalu dalam hingga tak tersentuh.

Zhafira tersenyum mencoba menggapai tangan kekar itu. Tanpa ragu dan tanpa segan dirinya menggenggam kuat tangan itu masih dengan senyum manis yang terukir di bibir mungilnya.

"Ada sesuatu yang menurut aku bisa buat kamu bertahan."

"Sesuatu yang tidak pernah dikatakan orang kepada ku"

Arran tak sedetikpun mengalihkan pandangannya dari wajah zhafira. Dirinya bahkan tak menolak kala tangan mungil itu menggenggam erat tangan nya. Dirinya bagai dijebak. Tak tau harus berekspresi seperti apa namun mendengar jelas apa yang di katakan oleh zhafira.

"Tinggal dan bertahanlah"

"Di depan sana ada kebahagiaan yang tidak kamu duga. Sesuatu yang akan buat kamu berucap Andai aja waktu itu aku menyerah, aku tidak akan merasakan kebahagiaan seperti itu. Dan satu lagi kamu akan berterimakasih kepada Tuhan atas luka yang udah mendewasakan kamu"

"Kamu kuat dan aku yakin itu." Ujar zhafira diakhiri dengan tangannya yang mengelus lembut tangan kekar Arran.

"Arran"

Panggilan itu membuat Arran dan zhafira menoleh serentak.

"Dokter Aris" ucap zhafira kemudian berdiri dari duduknya.

"Ada yang ingin saya bicarakan dengan Arran, tolong antarkan dia ke ruangan saya." Ucap dokter arisma putri kemudian pergi meninggalkan Arran sa zhafira.

📌Ruangan dr. Arisma putri.

"9 bulan dok?" Tanya Arran tak percaya saat melihat laporan medis dari map berwarna coklat tua itu.

"Benar."

"Sejak kapan?"

"Dua bulan lalu"

"Tapi saya nggak ngerasain apapun selama ini."

"Gejalanya tak akan muncul satu kali tahap demi tahap"

Arran menghela nafas frustasi. Dirinya meremas kasar kertas putih itu. Kenapa semesta menghukum nya seperti ini. Apa masih kurang cobaan yang selama ini ia terima?

"kenapa aku begini? Kenapa hidupku seperti ini?"

"Aku benar-benar pengecut. Aku berniat melarikan diri begitu menghadapi kesulitan." Lagi hembusan nafas itu terdengar.

"Aku belum benar-benar dewasa, aku masih anak kecil. kurasa aku sama sekali belum dewasa."

Dr. Arisma sedari tadi memperhatikan Arran dengan raut wajah putus asa nya itu merasakan iba.

"Menyadari masalah sendiri sudah bagian dari tahap berhasil." Ujar dr. arisma

"Aku benar-benar tak berguna" lirih Arran menundukkan kepalanya.

"Tak ada yang tak berguna. Ada alasan untuk tiap keputusan yang kita ambil, jadi percayalah pada keputusan yang telah kau ambil dan jangan pernah menyesalinya. Jangan berniat sedikit pun."

"Aku merasa amat penat dan lelah menjalani hari-hari ku. saat bangun dari tidur aku selalu was-was menebak apa yang akan terjadi. Aku tak sanggup hidup..."

"... karna gelisah, aku bahkan berpikir apa aku harus menyerah?"

Dr. Arisma tersenyum. "Bertahanlah, bersabarlah semuanya akan baik-baik saja."

_________________
_____________________


Aku selalu mencintai dan membenci diriku sendiri. Aku juga selalu melindungi dan mengabaikan diriku.

Hanya diriku yang aku punya. Aku tak punya orang lain.

Today is not easy. Besok akan lebih sulit. but the day after tomorrow Will be wonderful.’

Aku tidak mau hidup berlama-lama dalam penderitaan ini. Hidup memang menyiksa. Tapi aku harus tetap hidup karena sudah terlahir ke dunia ini. Aku menginginkan kebahagiaan.

Dari ku untuk semesta. Aku rindu merasakan kehangatan. Perihal apapun itu, atau mungkin aku merindukan sesuatu yang tak pernah ku dapatkan? Lucu bukan.

Yang kurasakan sekarang hanyalah dingin dan hampa. Aku berharap semesta dapat memelukku atau setidaknya menghadirkan seseorang untuk bersandar.

________________
____________________


Tulisan ini bukan untuk menyemangatimu, tapi saat kamu membacanya maka kamu adalah seorang yang sangat kuat karena telah berhasil melewati hari ini.

Meskipun harus tertatih-tatih.
Esok hari semoga ada satu keadaan yang mampu membuatmu tersenyum lega, tertawa lepas, dan membuatmu ingin berbagi kebahagiaan kepada orang-orang di sekitarmu.

Namun, jika yang terjadi adalah sebaliknya. Semoga dengan itu mampu membuatmu menjadi pribadi yang lebih dewasa dan bijak dalam menyikapi setiap
keadaan.

Dikuatkannya lengan serta pundakmu
untuk menopang setiap beban, dilembutkannya hatimu untuk menerima seburuk-buruknya keadaan, dan dijernihkannya pikiranmu untuk tetap berbaik sangka kepada Tuhan.

Beristirahatlah, semoga lelapmu malam ini membuat Tuhan mengusap kepalamu dan berkata 'Betapa Aku menyayangimu'

_______
_________________




To be continue?

Dr. Arisma Putri

 Arisma Putri

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Arran dan lukanya [on going]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang