Chapter 05 Penampakan

722 173 43
                                    

Note : Cerita ini hanyalah fiktif belaka. Nama pemeran kuambil dari para member boygroup Indonesia yaitu UN1TY. Maaf jika ada kesamaan latar, tokoh maupun cerita ini. Cerita berjudul Eight adalah murni milik saya!
.
.
.
.
.

Gilang Dika, biasanya akrab di panggil Gilang. Cowok berkulit hitam manis dan memiliki senyum yang manis. Jago dance dan rapper, makanya dia bergabung dengan eskul musik. Saat ini dia berada di kelas XII IPS 2, satu kelas dengan Shandy sang anggota OSIS.

"Hey yo, bro Shandy," sapa Gilang menepuk keras pundak Shandy.

Shandy menyemburkan minuman yang belum sampai masuk ke dalam tenggorokan. Pemuda berambut gondrong itu menatap tajam Gilang lagi sibuk tertawa.

"Bangke lo!" sarkas Shandy.

"Hahaha ... sorry bro. Gue kira loe lagi sibuk lihatin dedek gemes di kantin," balas Gilang polos.

Shandy mengulas wajah kasar. Dosa apa dia memiliki sahabat seperti Gilang. Sepertinya Shandy harus mandi kembang tujuh rupa di malam bulan pertama. Pemikiran yang sangat bagus kembali.

"Mohon maaf, ayang Nindy akan selalu ada di hati." ujar Shandy percaya diri.

"Dasar bucin!" sindir Gilang.

"Mendingan bucin daripada jomblo terus ... hahaha ...," ledek Shandy sambil memeletkan lidah.

Para siswa di kantin, apalagi kelas XII sudah mengenal betul bagaimana kedua sahabat itu saling menyindir satu sama lain tanpa adanya adu pukul. Mereka akan selalu bersama di manapun berada bagai surat dan perangko. Persahabatan indah nan unik di masa SMA.

Prangg!!

Suara piring dan gelas terjatuh di kantin. Seragam yang dikenakan seorang gadis berkacamata terlihat basah dan kotor akibat terkena cipratan makanan.

"Kalau jalan tuh pakai mata!" hardik gadis berponi.

"Ma-maaf Kak," ucap gadis berkacamata menunduk. Bendungan air mata dicoba dia tahan.

Gadis itu akan melayangkan satu buah tamparan. Namun, sebuah tangan menghentikan aksi tersebut.

"Siapa yang berani ganggu gue?!" kesal gadis berponi sebagai senior kelas XI.

"Gue! Kenapa?!" jawab Gilang tegas.

Seketika keberanian gadis berponi menciut. Dia tahu siapa sosok lelaki di depannya dan takkan mencari masalah dengannya. Gadis itu menarik tangan yang dipegang oleh Gilang, lalu kabur bersama kedua temannya.

"Masih saja suka bully," ucap Gilang menatap kesal kepergian mereka.

Tatapan Gilang beralih kepada gadis berkacamata. Dia tersenyum kecil. "Sudah sekarang kamu tenang saja," kata Gilang mengusap surai gadis itu lembut.

Aksi pembullyan di sekolah sudah menjadi hal yang biasa. Senior merasa dirinya paling hebat dan bisa seenaknya menghakimi juniornya.

Gadis berkacamata menganggukan kepala kecil, tak lupa dia mengucapkan kata 'terima kasih' pelan. Gadis itu langsung berjalan cepat menuju ke toilet untuk membersihkan diri.

"Loe keren bro," puji Shandy merangkul pundak Gilang.

"Gue nggak suka sama namanya pembullyan." ucap Gilang.

Kedua sahabat pergi meninggalkan kantin. Kehebohan di sana berangsur kembali normal sedia kala.

"Namanya Dila, manis juga ..." gumam Gilang tersenyum kecil.

__08__

Kelas XI MIPA 2 ....

Ricky dan Aji sedang berkutat dengan tugas-tugas yang diberikan oleh guru Fisika. Sebenarnya tugas itu akan dikumpulkan minggu depan, tetapi mereka berinisiatif mengerjakan lebih cepat lebih baik.

Seorang siswa berambut cokelat kehitaman menarik bangku di depan. Suasana kelas cukup sepi karena sedang jam istirahat kedua.

"Ada apa?" tanya Ricky menatap Fenly sang pelaku penarik bangku.

"Gue mau ikut gabung," jawab Fenly datar.

Ricky dan Fajri aka Aji saling menatap satu sama lain lalu melihat Fenly. Ada apa gerangan seorang Fenly si anak pintar di kelas mau bergabung bersama mereka.

"Kenapa?!" ketus Fenly datar.

"Gapapa," balas Aji dan Ricky kompak.

Kedua sepupu itu tidak membahas pelajaran melainkan sifat aneh Fenly. Tiba-tiba datang menghampiri mereka, lalu ingin ikut belajar bersama. Sungguh keajaiban dunia bagi seorang Fenly, sang ketua kelas yang pendiam, datar dan misterius.

"Gue denger! Mau gue granat loe!"

Fenly berteriak kencang bagai nada dua oktaf tinggi. Ricky dan Fajri hampir saja terjatuh dari bangku.

"Loe ngegas?"

"Wow!"

Fenly menatap tajam mereka. "Loe berdua malah gosip tentang gue di depan mata!"

"Kalau dibelakang namanya pengecut." sahut Fajri polos.

Plakk!!

Benjolan berukuran besar mungkin sudah tercipta di kepala Fajri akibat terkena pukulan buku tebal milik Fenly. Ricky langsung mengelus lembut kepala Fajri pelan.

"Gak usah pukul bisa kan?!" kesal Ricky.

Fenly hanya menatap datar Ricky seakan tidak terjadi apa-apa dalam dua menit yang lalu. Ricky menghela napas kasar dan Fajri meringis kesakitan.

__08__

Soni berjalan seorang diri menelusuri lorong sekolah. Kemana Fiki? Saat ini Fiki buru-buru pulang ke rumah karena ada acara keluarga.

Kamera LSR milik Soni dikalungkan di leher. Setiap menemukan objek bagus, Soni akan memotret dengan gaya estetik. Sudah banyak hasil karya foto miliknya di pajang di sekolah termasuk klub fotografer. Soni terpilih menjadi wakil ketua klub atas kemauan semua anggota.

"Capek juga ya," keluh Zweitson aka Soni. Dia mengelap bulir-bulir keringat di kening menggunakan sapu tangan berwarna biru.

Soni menatap lurus ke depan. Sejak duapuluh menit yang lalu dirinya berjalan, tetapi seperti menempuh perjalanan jauh. Padahal tempat yang dia tuju perkiraan hanya duapuluh menit saja.

Brakk!!

Brakk!!

Suara jendela dari ruang sebelah membuat Soni terkejut. Bulu kuduk mulai merinding disko. Soni diantara dua pilihan, mau menyelidiki atau kabur. Dan dia memilih untuk menyelidiki.

"Semoga aman," gumam Soni.

Adrenalin terasa berpacu cepat dengan rasa penasaran yang tinggi. Diliriknya nama ruangan itu 'Ruang Musik'. Dahi Soni berkerut, dia tidak mengetahui adanya eskul musik apalagi ruangan musik selama bersekolah di sini.

Gagang pintu bercat cokelat tak dikunci, di buka perlahan pintu tersebut. Bau debu langsung menyeruak langsung ke lubang hidung.

Soni semakin masuk ke dalam ruangan musik. Tak lupa dia merekam serta memotret setiap sudut ruangan.

"Gue harus kasih tahu Fiki," ucap Soni aka Zweitson.

Soni fokus merekam hingga sekilas lewat bayangan hitam di dekat piano. Dia memperhatikan tak ada apapun, namun saat melihat melalui  lensa kamera ada sosok perempuan cantik menggunakan dress putih selutut.

"Astaga!" Soni terkejut.

Bunyi denting not-not piano mulai mengalun merdu. Zweitson merasakan bulu kuduknya merinding.

"Ahh!!" jerit Zweitson takut.

Saat menikmati alunan piano  tiba-tiba sosok perempuan itu sudah berada tepat di depan lensa kamera. Soni terkejut hingga tersungkur ke bawah mengenai meja. Rasa ngilu pada tulang punggung tak dihiraukan.

Soni mencoba bangkit berdiri, lalu pergi meninggalkan ruangan musik dengan tertatih. Keselamatan dirinya adalah prioritas nomor satu.

Sosok hantu perempuan menatap kepergian Soni sedih. Perlahan sosoknya mulai menghilang dengan berhentinya permainan piano.

__________________08___________________

[29-08-2021]

E.I.G.H.T [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang