3. 💢 Kepulangan Sang Papa

3.8K 117 0
                                    

"Luka yang menganga tak akan pernah sembuh jika terus dikikis dengan belati."
***

"Om, pulang sekolah nanti anterin Naula ke toko buku, ya. Naula mau beli novel terbaru."

Dante hanya menganggukkan kepala sekilas untuk menanggapi perkataan Naula. Gadis itu keluar dari mobil, melangkah menuju gerbang sekolah yang terbuka lebar. Dante melirik arloji di pergelangan tangannya dan mulai memutar steur mobil. Ia ada tugas setelah ini.

Dante melajukan mobil dengan kecepatan sedang, ia membuka kacamata hitam yang dikenakan. Pandangannya lurus ke depan, jalanan cukup padat mengingat hari masih pagi.

Sesuai perintah sang bos, Dante pergi menuju bandara. Pak Maheru meneleponnya tadi malam agar menjemputnya setelah mengantar Naula ke sekolah.

Dante mengedarkan pandangan hingga tatapannya bertemu dengan sosok yang sedang dicari. Namun, pria itu tak sendiri, ia bersama seorang wanita muda. Dante menghampiri.

"Selamat pagi, Pak," sapanya dengan hormat.

"Hei, Dante, kau sudah datang. Kau bawakan koper dan tas ini, masukkan ke jok mobil."

Dante menganggukkan kepala, melakukan sesuai perintah. Pak Maheru menggandeng tangan wanita itu, tampak mesra. Akan tetapi, Dante tak terlalu mempedulikan. Toh, itu urusan mereka.

"Naula sekolah?" tanya Pak Maheru saat mereka telah meninggalkan area bandara.

"Sudah, Pak." Dante menjawab dengan tegas.

"Naula itu anak kamu, Mas?" Wanita yang bergelayut di lengan Pak Maheru mengeluarkan suara.

Pria berbadan gemuk itu menganggukkan kepala dan tersenyum manis. "Iya, Sayang. Tenang aja, dia anak yang penurut, kok. Gak bakal berani macam-macam."

Wanita itu mengeratkan pelukannya pada lengan Pak Maheru lalu memejamkan mata. Dante melihat semua aktivitas mereka dari kaca mobil, tetapi sama sekali tak berkomentar. Dengan laju mobil yang lambat, entah kedua orang itu kelelahan atau apa, tampak mereka tertidur pulas. Hingga tiba di depan rumah megah milik keluarga Maheru, Dante membangunkan dengan cara sopan.

"Sudah sampai, Pak."

Pak Maheru tampak menggeliat, ia melirik wanita di sampingnya yang masih tertidur. "Dante, kau bantu saya angkatkan Indah ke rumah."

"Saya, Pak?" tanya Dante agak bingung.

"Lalu siapa lagi kalau bukan kau?" Pak Maheru berdecak kesal dan menggeser kepala wanita yang disebut Indah itu. Dante tak lagi berkomentar, ia segera melakukan tugasnya setelah Pak Maheru turun.

Di ruang tamu, Bi Araya sangat kaget melihat Dante menggendong seorang wanita. Ia menatap pria itu, begitupun sebaliknya. Keduanya seolah berkomunikasi dalam diam, hingga terdengar dehaman tuan rumah.

"Letakkan Indah di sofa saja."

Dante melakukannya. Setelah itu, ia pergi keluar tanpa sempat menoleh pada Bi Araya yang memberikan kode-meminta penjelasan. Dante memutar arah mobil, kembali ke sekolah Naula.

***

Gedoran di kaca mobil membuat pria itu mengucek mata dan segera membuka pintu. Tampak Naula mendumel dan langsung masuk mobil begitu dibuka. Wajah gadis terlihat jelas aura kekesalan.

"Udah ilang seharian, sekarang malah tidur. Om mau makan gaji buta, ya?"

"Mau pulang terus atau ke toko buku?" tanya Dante mengabaikan pertanyaan Naula.

"Pulang aja, males."

Dante menganggukkan kepala dan langsung melajukan mobil untuk pulang. Naula tak lagi bersuara, tetapi bibirnya tak berhenti komat-kamit. Pria itu menganggapnya seperti angin lalu.

"Om tadi ke mana, sih? Nau nyariin, pengen makan bareng padahal." Lagi, Naula ternyata masih penasaran meski rasa kesalnya juga tak kalah besar

"Saya menjemput Pak Maheru."

Kalimat itu sontak membuat Naula segera menoleh. "Papa pulang? Oh ... masih ingat pulang ternyata." Suaranya melemah dan kembali membuang muka.

Dante meliriknya sekilas, kemudian membuang napas pelan. Bagaimana respons gadis itu nantinya saat tahu kalau papanya punya wanita baru? Dante tak berani menceritakan hal itu, ia khawatir gadis itu melakukan hal aneh-aneh.

Tak lama kemudian, mobil mereka pun tiba di depan rumah. Naula turun tanpa berkata-kata, langsung membuka pintu depan. Ia berdiri lama, tanpa suara, tanpa gerakan. Dante yang baru selesai memarkirkan mobil langsung menghampiri.

Di depan mata mereka, Pak Maheru sedang bermesraan dengan wanita itu. Dante mendeham untuk menyapa mereka. Kedua insan itu terkaget dan langsung melepaskan pelukan mesra. Naula berjalan perlahan, mendekati mereka.

"Udah pulang, Sayang?" Pak Maheru mencoba memeluknya.

Naula menepis. "Dia siapa, Pa?" Suaranya masih normal.

"Dia? Em, dia mama baru kamu. Papa dah nikah sama dia bulan lalu. Aslinya orang Indonesia kok, cuma kebetulan kemarin bertugas di Prancis, jadi kita bisa saling kenal." Pak Maheru tersenyum kecil dan memanggil istri barunya mendekat.

"Dia istri baru Papa? Sanggup? Papa sanggup ngelakuin itu sama Naula? Tega banget, Pa. Jahat!" Naula berlari ke atas, ia tak peduli berapa kali sang papa memanggil.

Bi Araya yang melihat kejadian itu langsung bergegas mengejar, sedangkan Dante hanya berdiri dengan tangan yang terkepal. Entahlah, ia juga merasakan sakit.

"Hei, Dante! Kenapa diam saja? Cepat bantu Bi Araya menenangkan Naula."

Dante tak menyahut, matanya berputar untuk menoleh pada Pak Maheru. "Saya bodyguard, Pak, bukan pengasuh." Dante melangkahkan kaki keluar dari ruangan itu.

Di teras, Dante menelepon Bi Araya-menanyakan keadaan Naula. Terdengar seduan wanita itu, ia mengatakan tak sanggup membujuk Naula.

"Dante, saya mau pergi dulu. Kau jaga rumah, mungkin kami akan pulang besok." Pak Maheru menggandeng tangan Indah, dan meminta Dante mengeluarkan mobil lain dari garasi.

Dante melakukan tugasnya tanpa protes.

Setelah mobil Pak Maheru meninggalkan pekarangan rumah, Dante langsung berlari ke atas. Tampak Bi Araya kewalahan menahan tangan Naula yang tengah memegang benda tajam.

"Naula!" teriak Dante, ia langsung merebut benda itu. Alhasil, tangannya tergores dan mengeluarkan darah.

Isakan Naula masih terdengar, matanya telah sembab. Ia merangkak mendekati Dante, mengamit tangannya dan hendak mengelap. Dante menepis kasar.

"Bi, tolong tenangkan dia!" Dante beranjak dari tempat itu. Tangis Naula kian histeris.

Di depan pintu kamar, Dante kembali mengepalkan tangannya. Hal inilah yang paling dibenci, paling membuatnya ingin meluapkan segala rasa di dadanya. Ini pertama kali ia melihat Naula melakukan itu. Dante terduduk lemas, darah masih menetes dari telapak tangannya. Di matanya selama beberapa bulan ini, Naula adalah gadis ceria, cerewet dan agak centil. Hari ini ia merasa Naula itu gadis rapuh yang selalu mencoba menjadi pohon kokoh.

Hidupnya yang hanya ditemani Bi Araya beberapa tahun terakhir sejak kematian sang ibu, membuat ia tampak berbeda. Begitu kata Bi Araya, tetapi Dante baru memahaminya sekarang. Ini kah yang berbeda itu?

"Mas Dante."

Dante tersentak saat Bi Araya menyentuh bahunya. Pria itu menyeka sudut matanya. "Bagaimana, Bi?"

"Non Naula sudah tidur, tapi ... ada hal yang ingin bibi katakan pada Mas Dante."

"Ya, katakan saja, Bi." Dante bersiap mendengarkan.

"Bagaimana jika Non Naula kita bawa ke dokter spesialis. Bibi khawatir, sakitnya makin parah."

"Naula sakit?"

***

To be continue ...

LOVE BODYGUARD (END) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang