Sepandai-pandainya seseorang menyimpan rahasia, suatu ketika akan terbongkar juga.
***
Hari ini Naula sangat bersemangat berangkat ke sekolah setelah beberapa hari ia meliburkan diri. Wajah gadis itu semringah saat turun dari mobil, tatapannya menyapu area sekolah dan tersenyum ketika melihat Zeni melambaikan tangan. Ia berlari dan keduanya saling berpelukan.
Dante yang melihat dua joli itu hanya menggelengkan kepala dan mulai melajukan mobil meninggalkan area sekolah. Naula melambaikan tangan melepas kepergian bodyguardnya.
"Ayo, ke kelas!" ajak Zeni pada sahabatnya.
Naula menganggukkan kepala dan mulai berjalan beriringan dengan Zeni. Namun, pandangan keduanya tak fokus, keduanya sibuk bercanda ria hingga Naula menabrak seseorang. Naula hampir terjatuh, untungnya orang itu sigap menahan tubuh gadis itu. Keduanya tampak seperti tengah berpelukan.
Sorak sorai terdengar meriah membuat mereka tersadar dan menatap sekeliling. Lokasi itu dipenuhi oleh para murid diiringi dengan teriakan histeris. Ada yang berteriak kagum, ada yang kesal, mencela dan sebagainya.
Naula merasa bersalah dan meminta maaf pada orang yang ada di hadapannya. "Maaf," ujarnya sambil menundukkan kepala.
Lelaki itu tersenyum dan mengusap kepala Naula. "It's oke. Siapa nama kamu?"
Naula sontak mengangkat kepala dan spontan menjauh diri. Keduanya saling bertatapan agak lama hingga membuat Naula tersenyum kaku. "Naula."
"Aku Dikta, kelas dua belas IPA satu, ketua OSIS tahun ini." Lelaki itu mengulurkan tangan. Naula kaget bukan main karena diajak kenalan oleh ketua OSIS. Berdasarkan cerita Zeni, lelaki itu paling anti kenalan dan tidak suka basa-basi pada orang lain, apalagi sama orang asing. Lalu apa yang dilakukan sekarang?
"Ah ...." Naula menggaruk tengkuknya yang tak gatal.
"Apa perlu diulangi?" Dikta menaikkan sebelah alis.
Teriakan kian histeris membuat suasana hati Naula tak karuan. Ditambah Zeni menghilang dari sampingnya membuat ia makin bingung harus melakukan apa. Untungnya saat itu bel berbunyi hingga Naula bisa melarikan diri dari lelaki itu.
Di barisan, Naula masih jadi bahan perhatian. Gadis itu menyenggol Zeni yang dari tadi menggelengkan kepala ke arahnya.
"Itu cewek yang digebet Dikta itu, ya?"
"Oh itu ceweknya?"
Bisik demi bisikan terdengar, Naula tak nyaman dengan itu. Pengarahan dari guru piket bahkan tak bisa didengar sama sekali karena terlalu banyak orang yang bergosip di sekitarnya.
"Nau, lo populer sekarang!" Zeni menunjukkan ponselnya.
"Populer apaan, sih?" tanya Naula yang bingung.
Zeni menunjukkan halaman Facebook gosip sekolah mereka yang telah menginformasikan jika ketua OSIS sudah punya pawang hati. Di sana juga dipampangkan foto Dikta dan Naula dalam bentuk frame collage.
Naula berdecak kesal. "Ih, apaan, sih. Ini berita hoax, nggak ada, nggak ada!" Gadis itu berjalan lebih dahulu ke kelas.
"Tapi, Nau, liat deh kalian keliatan cocok!" seru Zeni yang membuat langkah Naula terhenti. Gadis itu menoleh dan mencuatkan bibir ke depan. Zeni yang paham bahasa tubuh sahabatnya pun terdiam dan menyimpan ponselnya di tas. Ia berlari mengikuti arah kelas.
"Nau, maaf." Di depan kelas Zeni menarik tangan Naula dan meminta maaf karena telah bermain-main dengan gosip yang tersebar.
Naula melipat kedua tangan di depan dada dan membuang muka. "Nau nggak percaya lagi sama Zeni."
"Maaf, cuma becanda." Zeni terus meminta maaf.
Naula menoleh dan menurunkan tangan. "Nau cuma suka sama Om Dante, selamanya. Jadi, Zeni jangan bikin masalah kayak gini lagi. Nau nggak suka."
Zeni menganggukkan kepala, ia meraih tangan Naula dan menggenggamnya erat. "Gue cuma pengen yang terbaik buat lo. Lo nggak bisa terus suka sama Om Dante, umur kalian nggak sebanding, Nau. Lo harusnya sadar." Zeni berbicara dalam hati, sungguh ia tak berani mengatakan secara langsung. Jika sampai itu terjadi, mungkin Naula tak akan pernah memaafkannya.
"Guru datang!" Teriakan itu membuat mereka semua berlari duduk di kursi masing-masing.
***
"Wao, Ta! Lo liat nih halaman gosip, lo udah masuk berita utama lagi, Bro! Ini sama cewek lagi!" Kelas XII MIA 1 heboh karena berita yang baru dipublikasikan.
Dikta, sebagai tokoh utama hanya duduk tenang tanpa peduli apa kata sekitar. Ia tetap fokus pada buku yang ada di hadapannya. Hingga sebuah kalimat membuat ia menoleh.
"Dia Naula anaknya Pak Maheru bukan? Yang punya bodyguard ganteng banget."
Dikta bangkit dan mendekat ke arah sumber suara. "Bodyguard?" tanyanya pelan, tapi masih terdengar jelas. Yang ditanya pun hanya menganggukkan kepala.
"Kenapa, lo takut?" tanya teman yang duduk di sudut belakang. Ia tertawa meledek, kemudian diikuti oleh teman-teman yang lain.
Dikta hanya mengendikkan bahu dan kembali ke tempatnya duduk. Senyuman kecil terbit di sudut bibirnya. Ada terlalu banyak kejutan untuknya hari ini. Senyuman Naula benar-benar menawan hatinya. Untuk pertama kalinya sosok Dikta tertarik untuk mendekati cewek di sekolahnya.
Sepulang sekolah Dikta lebih cepat keluar daripada biasanya. Ia yang sering menghabiskan waktu di kelas atau perpustakaan untuk belajar, hari ini ia berdiri di parkiran hanya untuk melanjutkan perkenalan dengan gadis tadi pagi.
Senyumnya mengembang ketika melihat Naula muncul dan melambaikan tangan. Dikta memajukan langkah, berniat menyapa. Akan tetapi, Naula ternyata bukanlah melihatnya.
"Om, udah lama?" Suara gadis itu terdengar lembut menyapa orang yang ada dalam mobil.
Dikta pindah ke pinggir jalan, tetapi pandangannya melekat ke mobil tempat Naula masuk. Kaca mobil terbuka, tampak seorang pria mengenakan kacamata hitam yang menyetir.
"Apa itu bodyguardnya?" Hati Dikta bertanya-tanya. "Tapi kenapa mereka tampak dekat, seperti bukan bodyguard dan majikan."
"Dikta, hei! Lo ngapain di situ? Ayo, pulang!" seru teman-teman Dikta yang sudah duduk di motor masing-masing. Dikta menganggukkan kepala dan berjalan ke arah tempat parkir motornya.
"Ngapain lo di situ?"
Dikta menggelengkan kepala. "Nggak ada."
"Jangan-jangan lo mau liat Naula sama bodyguardnya. Dengar-dengar, nih, mereka nggak cuma sekadar bodyguard majikan, tapi lebih dari itu."
Dikta berhenti memakai helm. Pandangannya berubah tajam ke arah teman yang di sampingnya. "Jangan menyebar gosip!" Lalu lelaki itu menghidupkan mesin dan mereka satu persatu meninggalkan pekarangan sekolah.
Saat di perjalanan motor Dikta beriringan dengan mobil Naula. Kaca mobil tidak tertutup hingga ia bisa melihat wajah Naula yang tengah tertawa. Entah apa yang membuat gadis itu begitu bahagia. Setelah mendengar perkataan temannya tadi, ia penasaran bagaimana wajah bodyguard Naula. Ia mengikuti arah mobil mereka pergi.
"Mall?" Dikta mengerutkan dahi ketika mobil Naula melaju ke area Mall. "Jadi benar mereka nggak cuma sekadar bodyguard dan majikan?" Lelaki itu menolak percaya, ia kemudian mengeluarkan ponsel dari saku abu-abunya.
Ia mengirimkan pesan dan meminta bantuan kepada seseorang. Senyumnya mengembang dan kembali menghidupkan mesin motor. Dikta berbalik arah, dan meninggalkan tempat itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
LOVE BODYGUARD (END)
RomanceNaula Syakira, gadis kaya dan polos yang jatuh hati pada Dante, bodyguard yang ditugaskan sang papa untuk menjaganya. Ia tak peduli pada usia pria itu yang telah mencapai kepala tiga. Dengan terang-terangan ia mengejar cinta dan memamerkan pada tema...