24. 💢 Kekesalan Ina

1.4K 45 0
                                    

Ina menyaksikan semua kejadian hari ini yang terjadi tak jauh dari butiknya. Ia melihat bagaimana Dante dan Dikta bertengkar karena memperebutkan Naula. Perempuan itu tersenyum miring dengan ide di pikirannya yang telah menjalar ke mana-mana.

Sampai sore hari, Ina masih berdiam diri di tempat menunggu Dante menjemputnya. Namun, pria itu tak kunjung datang. Ina sedikit kesal dan akhirnya menerima taksi untuk menjemput.

Ina tak langsung pulang ke rumah kediamannya, ia membelok ke rumah Dante yang telah ia ketahui dari ibu Dante sendiri. Perempuan itu turun dari taksi dan mengetuk pintu depan. Tak lama kemudian terdengar sahutan dari dalam. Bu Warsati muncul, wajahnya semringah ketika melihat wajah Ina.

"Nak Ina!" serunya langsung memeluk Ina.

Ina membalas pelukan tersebut.

"Ayo, masuk!" ajak Bu Warsati. Ina menganggukkan kepala dan mengekor dari belakang wanita itu.

Ina mengedarkan pandangan ke sekeliling rumah. Ini pertama kali ia ke rumah itu, bangunannya bagus, tapi tak sebesar rumah yang kini ditempati.

"Biar ibu ambilkan minum, ya." Bu Warsati hendak ke belakang, tetapi Ina langsung menahan.

"Nggak usah, Bu. Ina cuma mampir sebentar."

"Loh, kok gitu? Kamu bisa nginap di sini, Nak."

Ina tersenyum kecil dan menggelengkan kepalanya. "Ina harus kerja, Bu. Kalau nggak nanti bisa dipecat."

Bu Warsati menganggukkan kepalanya. "Omong-omong majikan Dante itu jahat, ya? Mukanya nggak bersahabat. Tatapannya ke Dante juga tajam, kayak makan aja."

Ina menaikkan alisnya. "Pak Maheru maksudnya?"

Bu Warsati menggelengkan kepala. "Bukan, tapi yang perempuan itu. Kayaknya masih muda, apa itu anak majikannya, ya?"

Ina mengulum senyumnya. "Iya, Bu. Itu anaknya Pak Maheru, masih SMA."

"Pantesan. Cantik, sih."

Senyuman di wajah Ina memudar seketika. Bisa-bisanya ibu Dante memuji Naula di depannya. Mood gadis itu mulai memburuk, sebelum makin rusak suasana hatinya ia pun pamitan untuk pulang. Bu Warsati kurang setuju karena ia cepat pulang, tetapi juga tak bisa berbuat apa dan akhirnya menemani perempuan itu menunggu taksi yang telah dipesan.

Setelah taksi datang, Ina segera naik dan melambaikan tangan pada Bu Warsati. Taksi itu berjalan cepat seusai keinginan Ina. Tak sampai sepuluh menit, taksi yang ditumpangi Ina pun tiba di rumah keluarga Maheru.

Dengan kesal perempuan itu turun dan menatap tajam ke arah mobil miliknya yang sering dikendarai Dante. Mobil itu anteng di parkiran, itu tandanya Dante juga ada di rumah. Ina menggebrak pintu hingga meninggalkan bunyi yang mengganggu. Bi Araya yang tadinya masak di belakang berlari tergopoh-gopoh menghampiri.

"Ada apa, Nyonya?" tanya Bi Araya cemas.

Ina menatap Bi Araya tajam. "Di mana Naula?"

Bi Araya menunjuk ke lantai atas. Ina langsung melangkah cepat menaiki tangga hingga mencapai pintu kamar Naula. Perempuan itu mendorong, tetapi pintu dikunci. Jadi, mau tak mau ia harus mengetuk terlebih dahulu.

"Naula, buka pintunya!"

Naula yang ada di dalam tersentak dan menoleh sebentar. Namun, tak ada niat sama sekali untuk membukakannya. Gadis itu lebih memilih tiduran dan menutup kepala dengan selimut.

"Naula, buka pintunya!" Ketukan berubah jadi gedoran. Ina kian gencar memaksa Naula untuk segera membuka pintu kamar.

Naula menutup telinganya dengan telapak tangan dalam balutan selimut.

"Naula!"

"Sayang, kenapa?" Suara dari lantai bawah membuat Ina terdiam. Itu suara suaminya, bergegas ia menjauh dan turun dari kamar Naula. Di bawah tangga sang suami sudah berdiri dengan pakaian santainya.

"Mas, kapan kamu pulang?" tanya Ina khawatir kalau suaminya mendengar teriakannya tadi.

"Tadi pagi. Kenapa kamu berteriak di kamar Naula? Dia udah dari tadi tidur, tinggal nunggu menetas. Biarkan aja di situ." Pak Maheru menggelengkan kepala dan menggandeng tangan Ina ke ruang tamu. "Kamu harusnya istirahat, bukan ngurusin dia."

Ina pun menganggukkan kepala dan melepaskan tas tangannya di meja. Perempuan itu pun pamitan untuk membersikan diri. Pak Maheru hanya menganggukkan kepala tanda setuju.

Pak Maheru menghela napas berat. Ia tak bisa berpikir jernih tentang Naula maupun Ina. Ia menyayangi kedua perempuan itu dalam hidupnya. Keduanya memiliki kepribadian yang berbeda dan membuat ia pusing tujuh keliling. Ia tak bisa bagaimana bersikap baik jadi suami, tali tetap dicintai anak ataupun bersikap baik jadi ayah dan tetap disayangi istri. Ia benar-benar tak tahu. Belum lagi ada beberapa isu yang mengabarkan jika istrinya memiliki orang lain di hatinya dan anaknya kian melawan padanya.

Pria itu menyandarkan bahu di punggung sofa. Ia memejamkan mata dan memijit pelipisnya pelan. Napasnya naik turun secara perlahan hingga ia benar-benar terlelap dalam mimpi.

Naula membuka pintu dan menuruni tangga. Ia melihat sang papa tengah tertidur di sofa. Gadis itu perlahan menghampiri dan duduk di lantai tepat di samping sang papa. Naula menatap wajah Pak Maheru yang tampak kelelahan. Gadis itu menatapnya lekat.

"Pa, maafin Naula yang selama ini banyak melawan sama papa." Naula hendak menyentuh tangan pria itu, tetapi sebuah tangan lebih dulu menangkapnya. Naula menoleh dan itu adalah mama tirinya.

"Apa, sih?" protes Naula dan berontak.

"Ikut gue!" paksa Ina dengan menarik tangan gadis itu.

Naula akhirnya mengikuti langkah Ina meskipun dengan wajah kesal. Keduanya berjalan ke arah taman belakang. Naula berdecak ketika tangannya dihempaskan oleh Ina.

"Lo tahu Dante ada di mana, kan?" Ina langsung mengintrogasi Naula.

Gadis yang berambut sebahu itu tersenyum miring dan melipat kedua tangannya di depan dada. "Pacarnya kan lo, ngapain nanya ke gue?"

"Gue tanya sekali lagi, Dante ada di mana? Gue tahu lo pulang sama dia tadi. Nggak usah pura-pura bego, deh, gue tahu lo itu sebenarnya licik banget."

Naula langsung menurunkan tangannya karena tak terima dengan kalimat Ina. Gadis itu mendorong Ina hingga tersudut ke ujung taman. "Gue emang bandel, tapi gue nggak kayak lo yang menghalalkan segala cara demi uang. Lo sendiri yang udah ngebuang dia buat nikah sama papa gue, dan sekarang lo tanya ke gue dia ke mana? Mikir!" Naula menekan telunjuknya ke dahi Ina.

Ina balas mendorong Naula. "Secara nggak langsung lo ngaku kalau lo yang udah rebut Dante dari gue."

Naula terbahak-bahak. "Lo itu egois dan rakus! Karma itu nyata, suatu hari nanti lo pasti merasakan yang namanya kehilangan segalanya dan hidup tanpa apa-apa. Tunggu aja balasan dari alam." Naula mengibaskan tangan hingga Ina menyingkirkan dari jalannya.

Naula masuk kembali ke rumah dengan emosi yang masih menggebu-gebu. "Dikira gue apaan? Emang gue peduli om om itu pergi ke mana?" Naula mengepalkan tangan dan bergegas ke dapur untuk minum air.

Di taman belakang, Ina menahan kekesalan yang tak tanggung. Ia mengeluarkan ponsel dari saku celananya dan kembali menghubungi Dante. Sekali, dua kali hingga entah berapa kali panggilan berapa kali pesan dikirimkan tak satu pun mendapatkan respons.

"Awas aja kamu, ya!"

LOVE BODYGUARD (END) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang