Dante keluar dari kamar Naula, ia berjalan santai menuju kamarnya. Ketika lelaki itu membuka pintu, sosok Ina telah berdiri di dalam sana. Dante terkaget dan langsung menutup pintu rapat.
"Kamu ngapain di sini?" tanya Dante cemas.
"Gue mau ngomong sama lo."
Dante menoleh dan spontan berkata, "Apa lagi?"
Ina tersenyum sinis. Ia melangkahkan kaki, mengunci jarak antara ia dan Dante. Sontak Dante menjauh.
"Mending kamu keluar sekarang!"
Ina menggelengkan kepala. "Gue nggak mau! Gue mau kejelasan hubungan kita, Dan. Gue nggak bisa kayak gini terus, gue nggak sanggup."
"Kejelasan apa lagi maksud kamu?"
Ina menghela napas panjang. "Gue nggak suka lo dekat-dekat sama Naula, apalagi sampai menjalin hubungan sama dia."
Dante menggelengkan kepala dan berbalik. Ia hendak membuka pintu kamar dan keluar. Namun, Ina dengan cekatan memeluk dan menahannya dari belakang. Dante mengurungkan niatnya membuka pintu, bukan karena ia menikmati, tetapi tak ingin apa yang mereka lakukan dilihat oleh orang lain.
Ina terisak di punggung pria itu. "Gue nggak mau lo kayak gini, Dan. Gue mau kita kayak dulu lagi."
Dante melepaskan tangan perempuan itu dari pinggangnya. Ia berbalik dan menatap wajah Ina lekat. "Sejak kamu memilih menikah, hubungan kita nggak sama lagi, Na. Kita nggak mungkin kayak dulu lagi."
"Kita udah sepakat sebelumnya, Dan. Setelah semua masalah di sini selesai, gue bakal ceraikan Mas Maheru dan kita akan hidup bahagia."
"Mungkin saat itu pula cintaku bukan lagi untukmu, Na. Tolong hentikan drama ini."
Ina menggelengkan kepala. "Nggak, Dan. Gue nggak mau!"
"Ayo kita akhiri hubungan ini sampai di sini." Dante menepis tangan Ina yang masih mencoba merengkuhnya. Pria itu tak lagi ragu membuka pintu dan bergegas keluar meninggalkan Ina yang tak karuan.
"Gue nggak mau putus! Lo bakal nyesel udah lakuin ini ke gue!"
***
Dante mengembuskan napas panjang ketika ia berdiri di dekat kaca kamarnya. Ia menghisap rokoknya dalam dan mengepulkan asap tebal. Ketika ia stres, yang bisa dilakukan hanya menghisap tembakau beberapa bungkus.Pintu kamar Dante diketuk. Pria itu tak langsung membuka pintu. Ia tetap santai melanjutkan aktivitasnya.
"Om Dante di dalam, kan?"
Mendengar suara itu, Dante buru-buru mematikan api rokoknya dan membuang benda itu ke tempat sampah yang tak jauh dari tempat tidur.
"Om Dante?"
"Iya, sebentar!" balas Dante setelah mengecek bau napasnya.
Pria itu membuka pintu, di depannya tampak sosok Naula berdiri dengan tatapan curiga.
"Om abis ngapain?" tanya gadis itu sambil mengedarkan pandangan.
Dante menggelengkan kepala.
Naula tak percaya, kakinya melangkah masuk. Ia mengendus-endus seperti kucing yang sedang mencari ikan. Tatapan Naula beralih ke wajah Dante yang memerah. Ia mendekat, sangat dekat. "Om merokok?"
Dante tersentak dan sontak menoleh. Naula yang sangat dekat dengannya tiba-tiba terjatuh menimpa pria itu. Posisi mereka kini Dante ada di bawah Naula. Keduanya bertatapan lama. Jantung keduanya berpacu sangat cepat.
Beberapa menit kemudian, keduanya tersadar dan bergeser. Naula menggigit bibir dan menahan malu. Ia berdiri lebih cepat dan berlari keluar, sedangkan Dante terdiam di tempat.
"Apa yang kulakukan?" lirih pria itu kemudian tersenyum kecil.
Di sisi lain, Ina menyaksikan semua kejadian itu. Ia berdiri di balik pintu dengan tangan yang terkepal. Matanya berkaca-kaca bersiap untuk melepaskan cairannya. Perempuan itu melangkahkan kaki perlahan, ia menatap pria yang duduk di tempat tidur itu dengan tajam.
Dante tersentak ketika melihat Ina berdiri di ambang pintu. Ia terkesiap, wajahnya berubah datar. "Ngapain kamu di sini?"
Ina semakin mendekat, ia menghancurkan jarak di antara mereka berdua. Dante mundur beberapa langkah untuk menghindari kontak fisik dengan mantannya itu.
"Ina, apa yang kamu lakukan?"
Ina tak menggubris perkataan pria itu. Ia menarik kerah baju Dante dan menyerang bibirnya. Napas Dante berpacu kencang, ia mendorong tubuh Ina menjauh. Perempuan itu terhempas di lantai dengan genangan air mata.
Keadaan Ina membuat Dante takut dan cemas, ia berjongkok dan menyentuh pundak Ina. "Kamu nggak apa-apa? Maaf-"
Belum sempat pria itu menyelesaikan ucapannya, Ina menarik tengkuk Dante. Perempuan itu mencium secara paksa. Dante yang awalnya menolak, perlahan-lahan mulai membalas. Keduanya memperdalamnya ciuman hingga sebuah teriakan membuat mereka terlonjak kaget dan melepaskan tautan bibir.
"Aaaaaaa!"
Dante bangkit dan mendorong Ina hingga terjatuh. Di depan pintu Naula berdiri dengan air mata yang mengalir. Ia meremas tangan dan berlari.
Dante tak tinggal diam, ia bergegas mengejar gadis itu. Tak peduli apa yang terjadi pada Ina, ia hanya ingin menjelaskan pada Naula.
Naula mengunci pintu kamar dari dalam. Tangisnya menderu setelah melihat kejadian itu. Semua seperti mimpi, tubuhnya terasa melayang. Naula merosot dan terduduk di balik pintu. Ia memeluk lututnya dengan isakan yang kian menjadi.
"Naula, buka pintunya!"
Gedoran dari balik pintu tak membuat gadis itu bergerak. Ia semakin mengeratkan pelukan pada lututnya.
"Naula buka pintunya! Itu nggak seperti yang kamu pikirkan!" Teriakan Dante kembali terdengar.
Naula menutup telinganya dengan telapak tangan. Ia berteriak sekencang-kencangnya, "Pergi! Pergi dari sini!"
"Naula, tolong dengarkan dulu!"
"Pergi!" Teriakan Naula berbarengan dengan hantaman pada pintu. Gadis itu tak ingin bertemu dengan Dante. Ia jijik mengingat apa yang dilakukan pria itu.
Beberapa menit kemudian, tak ada lagi suara dari balik pintu. Naula melangkahkan kaki lemah ke atas tempat tidur. Ia menggolekkan badannya masih dengan air mata yang menetes.
Di luar kamar, keadaan Dante tak beda jauh. Ia terduduk dan menutup wajah dengan telapak tangannya. Ia bingung, takut dan juga khawatir pada gadis itu. "Maaf." Pria itu memejamkan mata rapat, ia frustrasi.
Namun, itu tak berlangsung lama ketika ia mengingat Ina. Dante segera bangkit dan berjalan dengan cepat menuju kamarnya. Namun, ia tak menemukan keberadaan wanita itu. Kakinya segera melangkah mencari. Langkah Dante terhenti ketika melihat Ina tengah berada di kamar Pak Maheru. Pintu ruangan itu terbuka, Dante memelankan langkah untuk memeriksa apa yang mereka lakukan.
Dante meremas tangannya ketika melihat Ina tertawa-tawa bersama Pak Maheru. Jika dulu ia kesal karena cemburu, kali ini Dante kesal karena Ina membuat masalah besar padanya, sedangkan perempuan itu sibuk dengan keuntungan pribadi.
Dante menggelengkan kepala dan tersenyum jahat. "Semua masalah ini kamu juga harus ikut menanggungnya." Pria itu berbalik dan meninggalkan tempat itu. Langkah Dante agak gontai hingga ia tak memperhatikan jalan dan menabrak Bi Araya yang membawa sebuah kotak.
"Apa itu, Bi?" tanya Dante sambil membantu Bi Araya mengangkat kotak tersebut.
"Bibi nggak tahu, Den. Itu punya Non Nau, katanya buat kado ulang ta-" Bi Araya tiba-tiba menutup mulut dengan tangannya. Ia merebut kotak itu lagi dari Dante. "Biar bibi aja, Den."
Dante terdiam di tempat setelah Bi Araya menaiki tangga. Kado ulang tahun?
KAMU SEDANG MEMBACA
LOVE BODYGUARD (END)
RomanceNaula Syakira, gadis kaya dan polos yang jatuh hati pada Dante, bodyguard yang ditugaskan sang papa untuk menjaganya. Ia tak peduli pada usia pria itu yang telah mencapai kepala tiga. Dengan terang-terangan ia mengejar cinta dan memamerkan pada tema...