Naula bisa mendengar suara kegaduhan di lantai bawah. Gadis itu keluar kamar dan menatap dari arah tangga. Di sana tampak Bi Araya tengah menangis tersedu-sedu, sedangkan Pak Maheru dan istrinya terdiam karena kaget.
Naula segera turun dari lantai atas. Pak Maheru menyapanya diiringi senyuman. Demi apa pun, Naula ingin sekali menarik rambut wanita yang selalu sembunyi di balik ketiak papanya itu. Namun, ia menahan diri karena Pak Maheru memeluknya. Sudah lama Naula tak merasakan itu, dan ia tak ingin mengakhiri pelukan itu.
"Anak papa. Papa senang banget, ini pertama kali kamu menyambut papa." Pria itu melepaskan pelukan dan mengikuti arah pandang Naula, yakni Ina.
"Apa kamu sudah menerima Ina sebagai mama kamu?"
Naula menoleh dan menatap tajam ke arah pria yang masih berdiri di hadapannya itu. Lalu beberapa detik kemudian gadis itu berlalu. Pak Maheru memicingkan mata, bingung sendiri.
"Ya udah, Mas, biar aja. Mas mau berangkat sekarang, kan? Biar aku siapin." Ina bergegas menuju kamar mereka. Pak Maheru menganggukkan kepala dan mengikut dari belakang.
Naula masuk kembali ke kamarnya, ia kini berdiri sendirian di balik tirai kamarnya. Zeni langsung pulang ketika Pak Maheru dan Ina datang.
"Naula, papa berangkat, ya!" Suara itu membuat Naula tersentak. Ia tak menyahut dan tak bergerak bahkan untuk melihat.
Beberapa waktu kemudian, Naula turun kembali ke lantai satu. Suasana sudah sepi, ia juga tak melihat keberadaan Bi Araya yang biasanya selalu berkeliaran di rumah. Gadis itu menghela napas panjang dan melangkahi kaki ke kamar Pak Maheru.
Pintu kamar tak dikunci, Naula bisa melihat apa yang tengah dilakukan orang dalam sana. Tampak Ina tengah mondar-mandir dengan ponsel di telinga kanannya. Naula melipat tangan di depan dada dan mendengarkan secara cermat.
"Angkat, dong, Sayang," ucap Ina pada ponsel. "Kamu ke mana, sih?" Naula tersenyum sinis.
"Halo, Dante. Lo ke mana aja, sih?"
Naula sontak menurunkan tangan, napasnya menderu mendengar nama pria itu. Tanpa aba-aba gadis itu masuk dan merebut ponsel milik mama tirinya dan melemparkan benda itu ke lantai. Ina syok dengan kehadiran Naula yang tiba-tiba.
"Lo apa-apaan, sih?" tanya Ina setelah ia tersadar dengan apa yang terjadi.
Naula tak diam saja, ia menjambak rambut Ina ketika wanita itu membungkuk untuk mengambil ponselnya. Ina berteriak kencang dan menatap Naula garang. Tentu Ina tak diam saja, ia mendorong tubuh Naula hingga terhempas di lantai.
Ina menarik napas panjang, ia melangkah mendekat ke arah Naula. Naula hendak mundur, tetapi sia-sia karena Ina tiba-tiba menginjak tangannya. Gadis itu berteriak minta tolong.
"Lo berani minta tolong setelah apa yang lo lakuin, ha?" Ina menarik rambut Naula.
Naula meringis kesakitan. "Lepasin, sakit!"
Ina tertawa meledek. "Mau lo sakit, mau lu mati sekalipun gue nggak peduli."
"Terus kenapa lo nggak bunuh gue aja!" Naula masih berusaha melepaskan tangannya yang berada di bawah telapak kaki Ina.
Ina tertawa meledek. "Kalau gue bunuh lo sekarang, gue rugi, dong."
Naula akhirnya berhasil mendorong Ina menjauh darinya. Perempuan itu terhempas di lantai dan menjerit kesakitan. Ina berdiri dan melihat tangannya yang memar. Beberapa helai rambutnya berceceran di lantai.
Naula mengepalkan tangannya, ia tak bisa membiarkan semua begitu saja. Dengan cekatan ia membalas perlakuan maka tirinya. Naula memijak tangan Ina dan menekannya kencang hingga wanita itu menjerit sekencang-kencangnya. Tak hanya sampai di situ, Naula juga menarik rambut Ina sama seperti yang dilakukan padanya tadi.
Hal itu terjadi beberapa menit hingga suara Bi Araya terdengar dari balik pintu. Daun pintu digebrak dan orang yang berada di luar sangat kaget melihat posisi dua perempuan di dalam.
"Non, apa yang kamu lakukan?" Bi Araya segera menarik Naula dari sana. "Non bisa dalam masalah karena ini."
"Nau nggak peduli, Bi, tapi perempuan ini harus pergi dari rumah ini!"
"Non ini bisa jadi masalah besar karena bapak -"
Sebelum Bi Araya menyelesaikan kalimatnya, Naula langsung bertanya, "Kanapa, Bi?"
Bi Araya menatap Naula dan Ina bergantian. "Bapak ada di depan, dia-" Lagi-lagi kalimat Bi Araya terpotong, tapi kali ini bukan oleh Naula melainkan Ina. Perempuan itu berdiri dan bergegas keluar.
Ina pura-pura terisak dan berlari keluar rumah di mana suaminya berada. Ia memanggil suaminya, sedangkan Naula terhenyak di tempat. Tak ada yang bisa dilakukan kini, ia yakin Ina pasti mengadukan kejadian itu bahkan mungkin menambah-nambahinya.
Namun, biarpun begitu Naula juga mengikuti arah perginya Ina. Tatapannya berpacu pada dua orang yang saling berpelukan di teras. Gadis itu tiba-tiba menyeka sudut matanya yang berair. Ketika tangannya dipijak, rambutnya dijambak ia tak menangis, tetapi melihat pemandangan itu membuat ia begitu tersiksa.
Naula menarik napas dalam-dalam dan meninggalkan tempat itu. Ia kembali ke kamar dan membersihkan diri. Ia juga telah siap jika papanya mengamuk padanya.
"Non?" Bi Araya muncul dengan sebuah kotak di tangannya.
Naula menoleh dan menatap Bi Araya lama. Kemudian ia kembali berpaling ke arah cermin tempat ia menatap diri.
"Bapak udah pergi, ia titip ini ke Non."
Naula menghentikan aktifitasnya menatap diri. Ia segera berbalik dan mengambil kotak itu. Tanpa sabar gadis itu membukanya, sebuah sepatu berwarna putih titik-titik hitam membuat ia terkesima.
"Ini untuk Nau?" tanyanya pada Bi Araya.
Bi Araya menganggukkan kepala.
Saat itu pula pintu terbuka, sosok Ina muncul dengan tangan terlipat di dada. Naula segera mendekati perempuan itu.
"Ngapain lo ke sini? Apa yang lo bilang ke papa gue?" Napas Naula menggebu-gebu.
Ina tersenyum lebar. "Gue nggak bikin lo kena amuk bokap lo, bukannya harus senang?"
Naula menarik tangan Ina yang masih terlipat. "Gue yakin lo melakukan sesuatu, kan?"
Ina mengembuskan napas panjang. "Dante akan kembali ke rumah ini, secepatnya."
Naula dan Bi Araya tersentak. Naula hendak protes, tetapi Bi Araya berteriak kegirangan. "Mas Dante kembali lagi ke sini? Ini sangat bagus." Dengan girangnya Bi Araya keluar dari kamar Naula.
Naula berdecak kesal. "Lo siapa mau ngatur-ngatur hidup gue? Gue nggak butuh bodyguard itu!"
Ina menggelengkan kepala. "Bodyguard lo? Emang lo siapa? Dante balik ke sini buat gue bukan lo! Nggak usah kepedean, deh." Ina mengibaskan tangannya.
"Maksud lo apa?" Naula masih tak mengerti.
Ina menghela napas panjang dan berbalik. Sebelum ia benar-benar keluar, Naula mencekal tangannya..
"Gue tanya maksud lo apa?"
Ina memutar bola mata dengan malas. "Dante balik ke sini buat gue bukan lo. Paham?"
Naula berkata dengan sinis, "Gue bakal aduin kelakuan kalian berdua ke papa."
"Silakan. Dan lihat siapa yang lebih dipercaya sama si tua bangka itu." Tanpa menunggu kalimat yang keluar dari bibir Naula, Ina segera melenggang pergi. Naula berteriak kesal.
KAMU SEDANG MEMBACA
LOVE BODYGUARD (END)
RomanceNaula Syakira, gadis kaya dan polos yang jatuh hati pada Dante, bodyguard yang ditugaskan sang papa untuk menjaganya. Ia tak peduli pada usia pria itu yang telah mencapai kepala tiga. Dengan terang-terangan ia mengejar cinta dan memamerkan pada tema...