22. 💢 Pertarungan Antara Dante dan Dikta

2.1K 48 0
                                    

Seperti sudah jadi kebiasaan, Dikta datang menjemput Naula setiap pagi. Hal itu benar-benar mengusik ketenangan dan perasaan Dante. Tatapan tajam selalu diarahkan ke lelaki berusia delapan belas tahun itu, tetapi nampaknya tak ada pengaruh. Bahkan ia makin berani menggenggam tangan Naula di depannya.

Seperti biasa Dante menemani Ina ke butik. Pria itu benar-benar tak bisa tenang sejak ia kembali ke rumah itu. Biasanya ia tak perlu khawatir jika Naula tak menemukannya, kini semua seperti berbanding terbalik. Ia yang kegilaan mencari tahu keberadaan gadis itu.

"Hari ini kamu di sini aja, ya, temani aku," pinta Ina dengan wajah memelas. Tangannya melingkar di lengan Dante.

Dante melepaskan lingkaran tangan Ina dan menjauh. "Silakan turun dari mobil, Nyonya," ucapnya sopan.

Ina sontak mengembuskan napas dan menatap Dante tajam. "Kan udah gue bilang kalau kita berdua aja, jangan manggil nyonya. Panggil nama gue kayak biasa."

"Tapi kita nggak biasa, Nyonya. Nyonya tetaplah majikan dan saya bodyguard. Bodyguard juga tugas menjaga keamanan bukan jadi sopir pribadi."

"Itu namanya merangkap bego! Gaji lo juga gede, kan? Atau masih kurang?"

Dante mengepalkan tangannya, tetapi ia menahan amarah dalam dadanya hingga Ina keluar dari mobil. Setelah perempuan itu masuk ke butik, Dante memutar mobil dan memarkirkannya tak jauh dari butik. Pria itu pun turun dan hendak masuk mengikuti Ina.

Namun, tatapan Dante tertarik pada dua orang yang masuk ke toko serba ada di seberang. Dari postur tubuh, Dante sangat mengenali salah satunya. Pria itu bergegas menyeberang.

Dante menatap mereka dari kaca, keduanya tampak asyik memilih barang diiringi dengan candaan. Napas Dante memburu, tetapi ia juga tak bisa sembarangan masuk. Ia ingin menunggu mereka keluar terlebih dahulu.

Beberapa menit kemudian, yang ditunggu pun keluar. Dante menghadang di depan toko. Keduanya tampak kaget dengan kehadiran pria itu.

"Ngapain kamu di sini? Harusnya kamu ada di sekolah bukan?" Dante bertanya dengan napas tertahan. Emosinya benar-benar akan meledak.

"Apa, sih? Ayo, Dik!" Gadis itu menarik tangan temannya.

Dante dengan cepat menarik dan mendorong tubuh lelaki itu hingga terhuyung di tanah. "Naula, sekarang juga kamu jelaskan pada saya kenapa ada di sini jam segini? Kamu tahu ini masih jam sekolah?"

Naula berdecak kesal dan membantu Dikta untuk berdiri. "Nggak usah ikut campur deh sama urusan Naula. Mending urus diri sendiri aja!"

"Naula kenapa kamu nggak sekolah?" Pertanyaan itu diajukan lagi.

Naula membuang napas kasar. "Bukan urusanmu! Mau Naula sekolah kek, bolos kek, ke mana kek, itu bukan urusanmu!"

"Tapi Naula kamu tahu ini nggak bagus. Kamu jangan bergaul sama orang kayak dia, itu merusak!"

Dikta yang dari tadi jadi pendengar mulai berdesis. Ia maju dua langkah hingga benar-benar bertatapan dengan Dante. "Emang lo siapa ngatur-ngatur Naula? Lo bukan bodyguard lagi, jadi nggak ada hak buat lo ngurus Naula."

"Kurang ajar!" Tanpa aba-aba, Dante melayangkan pukulan ke rahang Dikta.

Dikta tak tinggal diam, ia membalas memukul wajah dan perut Dante. Keduanya bertarung dengan sengit, wajah mereka memar dan berdarah. Naula sudah panik karena tak bisa sama sekali untuk melerai. Ia hanya berteriak meminta pertolongan orang sekitar.

"Tolong! Tolong!"

Beberapa warga pun muncul. Mereka akhirnya berhasil memisahkan Dante dan Dikta. Jika ditanya cemas, gadis itu sangat cemas pada keadaan mereka. Kaki Naula berjalan ke arah Dante dan memeriksa lukanya. Genangan air mata mulai menetes ke wajahnya.

LOVE BODYGUARD (END) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang