"Dalam hidup ini ada masa-masa yang harus kita lalui, sekalipun kita sangat tak menginginkannya."
***
Kicauan burung membuat Naula membuka matanya perlahan. Ia mengangkat tangan kanannya yang dibungkus perban. Kepala terasa berat, ia memejamkan mata kembali. Namun, bayangan kejadian sebelumnya membuat ia tiba-tiba tersentak dan turun dari tempat tidur. Ia memanggil Bi Araya.
"Bi?" Naula berlari menuruni tangga. Suaranya yang menyerukan nama assisten rumah tangga itu menggema. Suasana rumah sangat sepi, bahkan kucing yang biasa bermain di ruang depan pun tak tampak. Naula terus memanggil Bi Araya, hingga sahutan terdengar dari arah belakang rumah.
"Iya, Non." Bi Araya berjalan tergopoh-gopoh dengan napas tersengal, ia mengelap tangannya ke baju yang dikenakan. "Ada apa, Non?"
"Om Dante mana, Bi?" Naula mengedarkan pandangan ke seluruh penjuru. Kakinya juga ikut bergerak, berjalan ke arah belakang.
"Mas Dante tadi dihubungi bapak, katanya mau jemput ibu."
"Ibu? Ibu siapa, Bi!?" Naula berteriak dengan raut wajah penuh kemarahan. Bi Araya meremas ujung bawah bajunya. Naula berlari naik ke kamarnya, mengambil ponsel dan langsung menghubungi Dante.
Satu panggilan tak dijawab. Dua, tiga hingga puluhan kali tetap tak ada jawaban. Naula geram hendak melemparkan ponsel, untungnya Bi Araya muncul tepat waktu dan menghentikan.
"Anu, Non, ponsel Mas Dante ketinggalan di ruang tengah."
Naula membuang napas kasar dan naik ke tempat tidur. Ia menarik selimut, menutupi seluruh tubuhnya. "Kalau dia datang, bilang Nau mau ngomong."
"Dia siapa, Non?" Bi Araya menggaruk kepalanya.
Naula membuka selimut, menampilkan wajahnya yang kusut. "Om Dante, Bi, siapa lagi?"
"Oh, baik, Non. Bibi izin keluar." Bi Araya meninggalkan gadis itu dengan raut wajah yang sulit untuk dijelaskan.
Sepeninggalan Bi Araya, Naula pun menghubungi Zeni agar membantunya membuat surat izin ke sekolah. Sedikit ribet berurusan dengan temannya itu, tetapi bukan tak mungkin ia akan menyanggupi permintaan Naula.
Dua jam berlalu, Naula mondar-mandir dalam kamar. Beberapa kali juga Bi Araya memanggilnya untuk sarapan. Gadis itu masih menunggu bodyguard kesayangannya yang belum kunjung menampilkan batang hidungnya.
"Argghh!" Naula mengusap kasar wajahnya saat mengingat kejadian kemarin. Ia masih menerka-nerka bagaimana tanggapan pria itu nantinya. Naula juga cemas, takut kalau Dante semakin tak menyukainya.
"Non Naula."
Suara bariton itu membuat Naula terbelalak, napasnya tiba-tiba saja menderu seperti dikejar oleh hewan buas. Gadis itu mengatur deru napas sebelum akhirnya bergerak membuka pintu. Ketika pintu terbuka, pandangannya dengan orang di depan pintu berpadu, cukup lama.
"Sarapan dulu, ini sudah pukul sepuluh." Setelah mengucapkan kalimat itu, Dante yang baru muncul itu kembali berbalik dan turun.
Naula memutar bola matanya dan mengikuti jejak pria itu.
Di ruang makan tampak wanita yang dilihat kemarin duduk manis. Kaki Naula berhenti melangkah, tatapan tajam ditampilkan.
KAMU SEDANG MEMBACA
LOVE BODYGUARD (END)
RomanceNaula Syakira, gadis kaya dan polos yang jatuh hati pada Dante, bodyguard yang ditugaskan sang papa untuk menjaganya. Ia tak peduli pada usia pria itu yang telah mencapai kepala tiga. Dengan terang-terangan ia mengejar cinta dan memamerkan pada tema...