Lima tahun pun berlalu, ada begitu banyak perubahan yang terjadi. Seperti halnya Dante, yang kini telah berusia tiga puluh tiga tahun. Ia kini telah memiliki perusahaan tekstil sendiri dari hasil kerja kerasnya. Rumahnya juga banyak berubah, sudah lebih besar dan megah dari sebelumnya.
Pria itu turun dari mobil dan membuka pintu yang sudah usang. Dante menatap isi dalamnya, tak banyak yang bisa diharapkan. Ia harus melakukan perbaikan secara besar-besaran untuk bangunan itu.
Tentu Dante sudah mempersiapkan segala sesuatunya. Hanya eksekusi saja. Dante menaiki tangga, ia berjalan ke sebuah kamar yang dulu sering dihampiri. Pria itu memutar knop dan melihat isinya. Ia sangat rindu pemilik kamar itu.
Ponsel Dante berdering, pria itu langsung mengangkat karena yang memanggilnya adalah sang ibu.
"Iya, Bu, aku segera ke sana." Dante menghela napas pelan dan bergegas turun. Ia tak bisa mengabaikan permintaan sang ibu yang terus saja mendesaknya agar menemukan pendamping hidup. Seperti hari ini, ia yakin ibunya sudah menyiapkan seseorang untuk jadi teman jalannya.
Saat akan masuk ke mobil, Dante melihat siluet seseorang dalam mobil yang terparkir tak jauh darinya. Agak lama ia menatap dan kakinya melangkah ke mobil tersebut. Ponsel lelaki itu berdering, ibunya kembali memanggil. Dengan sedikit kesal, pria itu berbalik dan segera melajukan mobilnya meninggalkan pekarangan itu.
Setelah kepergian Dante, seseorang di dalam mobil membuka kacamatanya. Ia menatap arah perginya Dante. Rambut yang sebahu, kulit putih mulus, gadis itu turun dari mobilnya. Ia berjalan dengan hati-hati, tatapannya sendu ke setiap sudut rumah itu.
"Papa, Nau kangen banget sama papa." Air mata gadis itu menetes. Ya, ia adalah Naula. Naula telah kembali ke tanah air.
"Sekarang Nau udah punya segalanya lagi, Pa. Tapi papa udah nggak ada di sisi, Nau. Lima tahun sudah papa pergi." Gadis itu pun masuk ke rumah dan melihat keadaan yang sangat buruk. Di mana-mana ada barang yang pecah, ada asbes yang berserak dan lainnya.
Naula menatap dinding yang masih menampilkan foto keluarga mereka. Gadis itu mengambil foto yang paling usang, di sana ada papa, mama dan dirinya. Ia mengusap foto itu hingga debunya mengurang. Dipeluk erat dan dikecup kedua wajah orang tuanya.
"Eh, kamu tahu kan kalau calon istri Pak Dante itu cantik banget. Pak Dante memang beruntung, dia kaya, punya calon istri cantik, sangat fantastis!"
Naula berlari ke balik pintunya karena mendengar dua orang tengah berbicara. Yang membuat Naula lebih penasaran karena mereka membicarakan tentang istri Dante.
"Nah, itu, dia kaya banget, aku heran ngapain dia mau rehap rumah lama ini? Dia bisa aja kan beli rumah baru." Yang lainnya menyahut.
"Heh, kalian laki-laki harusnya banyak bekerja jangan banyak cerita!" Dua orang yang bergosip tadi pun lari tunggang-langgang mendengar mandornya datang dan menegur.
Naula melihat keadaan apa sudah aman atau belum. Setelah merasa semua terkontrol, ia pun berlari keluar dari tempat itu. Sesampainya dalam mobil, ucapan orang tadi terngiang-ngiang di kepala Naula.
"Aku harus temui Om Dante."
***
Seperti dugaan Dante, di rumahnya sudah ada beberapa gadis yang dipilih sang ibu. Dante memijit pelipisnya ketika Bu Warsati mulai memperkenalkan mereka padanya.
"Bu, aku nggak mau dijodohkan kayak gini," protes lelaki itu.
Bu Warsati memutar bola mata. "Terus ibu mau tanya, kalau nggak kayak gini, kapan kamu mau nikah? Dan sama siapa kamu nikah?"
"Ibu kan tahu-" Belum sempat Dante menyelesaikan ucapannya, Bu Warsati langsung berdiri memotong.
"Ibu nggak mau dengar apa pun, pokoknya dalam bulan ini kamu harus menemukan satu orang yang cocok untuk kamu nikahi." Wanita itu menatap Dante dalam. "Ibu udah tua, Nak. Ibu nggak tahu sampai kapan bisa nungguin kamu. Permintaan terakhir ibu cuma itu, pengen lihat kamu nikah dan bahagia."
Dante menundukkan kepala. Benar memang apa yang dikatakan sang ibu. Namun, ia masih tak bisa menghilangkan pikirannya tentang Naula. Ia masih berharap suatu hari gadis itu kembali padanya.
"Jangan mengharapkan apa yang nggak bisa kamu dapatkan." Akhir kata Bu Warsati seolah-olah paham apa yang tengah dipikirkan Dante. "Kamu yang menentukan sekarang. Apa kamu mau melangkah maju atau tetap dengan kenangan masa lalu." Wanita itu beranjak meninggalkan anak lelakinya.
Dante menyandarkan bahunya di sofa. Ia tersadar ketika melihat beberapa gadis undangan ibunya masih ada di depan. Dante pun berdiri dan menghampiri mereka.
"Hai, maaf ya telah merepotkan kalian. Sekarang saya lagi sibuk, kalian boleh pergi." Dante menutup pintu utama. Mereka menatap Dante kesal, bahkan ada yang mengomel dan mengumpat karena dianggap tak sopan padanya. Dante tak ambil pusing itu, ia ingin istirahat saat itu juga.
Dante menghempaskan badannya di atas kasur. Sebuah pesan masuk ke ponselnya. Lelaki itu membuka dengan malas.
"Siapa?" Dahi Dante berkerut ketika mandor yang merehap rumah lama keluarga Maheru melaporkan jika ia melihat seseorang menyusup ke dalam rumah. Ia juga mengirimkan foto, tetapi tak jelas karena perempuan itu mengenakan kacamata hitam.
"Siapa yang masuk ke rumah itu?" Dante berpikir keras. "Nggak mungkin Ina, kan? Dia kan di penjara dan nggak mungkin dia bisa bergaya seperti itu." Lelaki itu memutar otaknya.
Dante pun mengingat-ingat siapa saja keluarga Pak Maheru. Satu nama tiba-tiba terbesit di kepalanya, tetapi ia menggelengkan kepala karena tak percaya. "Nggak mungkin itu dia." Dante kembali duduk ke tempat tidur. "Gimana kalau itu beneran dia?" Dante sontak bangkit dan menuruni tangga.
"Bu?" Dante memanggil Bu Warsati.
Dante menemukan sang ibu tengah duduk di kursi depan dengan seorang perempuan yang berpakaian hampir sama dengan yang di foto. Tanpa melihat terlebih dahulu, Dante langsung memeluknya erat. Pria itu bahkan menangis sesenggukan di sana.
Bu Warsati kaget bukan main, ia sampai berdiri karena tak menduga Dante bereaksi seperti itu.
"Nak? Kamu kenapa meluk Zeni sampai segitunya? Nanti suaminya marah, loh." Bu Warsati pun menggoda putranya.
Dante yang mendengar itu pun langsung melepaskan pelukan dan menatap perempuan yang ada di hadapan. Memang benar itu Zeni, wanita juga menatap Dante dengan cengengesan.
"Zeni, kamu-" Dante bersiap meluapkan kekesalannya, tetapi Zeni lebih dulu ambil ancang-ancang melarikan diri.
"Lagian Mas Dante aneh banget, datang-datang peluk Zeni. Zeni itu udah nikah, Mas, suami Zeni namanya Dikta." Perempuan itu bersembunyi di belakang Bu Warsati.
"Awas kamu, ya!"
"Emang Mas pikir siapa, hayo? Mas Dante mulai gila deh kayaknya, Bu, karena nggak dapat-dapat jodoh." Perkataan Zeni diiringi dengan tawa.
Dante menghela napas berat dan duduk di kursi tempat Zeni tadi. "Aku bisa gila kalau kayak gini terus!"
Bu Warsati dan Zeni sontak terdiam. Keduanya paham apa yang dirasakan lelaki itu. Bu Warsati juga tahu bagaimana putranya begitu mencintai Naula, ia hanya tak mau anaknya terjerumus terlalu dalam jika seandainya Naula tak kembali lagi. Begitu pun Zeni, ia telah menganggap Dante seperti saudara kandungnya. Ada begitu banyak kerinduan di mata pria itu.
"Mas Dante, kalau misalnya Naula nggak balik lagi ... apa Mas akan tetap kayak gini?"
Pertanyaan Zeni membuat Dante menoleh. Ia tak menyahut, hanya berdiri dan pergi.
KAMU SEDANG MEMBACA
LOVE BODYGUARD (END)
Любовные романыNaula Syakira, gadis kaya dan polos yang jatuh hati pada Dante, bodyguard yang ditugaskan sang papa untuk menjaganya. Ia tak peduli pada usia pria itu yang telah mencapai kepala tiga. Dengan terang-terangan ia mengejar cinta dan memamerkan pada tema...