Naula tengah merapikan meja tempat ia meletakkan barang-barangnya. Ia tersentak ketika mendengar seseorang memanggilnya pelan. Naula langsung menoleh ke arah brankar dan melihat sang papa sudah membuka mata. Naula langsung menghampiri dengan mata yang berkaca-kaca.
"Papa," panggil Naula pelan.
Pak Maheru mengembangkannya senyuman dan melepaskan selang pernapasan dari hidungnya. Naula memeluk pria itu erat diiringi dengan tangisan haru.
"Apa kabar, Sayang?" tanya Pak Maheru setelah mereka melepaskan pelukan.
Naula masih sesenggukan. Ia berbicara dengan terbata-bata. "Ba-baik, Pa."
Pak Maheru lagi-lagi mengembangkan senyuman, senyum yang selama ini sangat dirindukan gadis itu. Naula menyeka air matanya dan kembali memeluk Pak Maheru.
"Nau kangen banget sama Papa."
Pak Maheru mengusap lembut bahu Naula. "Papa juga kangen sama kamu."
Keduanya saling melepaskan kerinduan. Naula sangat girang dan berlari keluar memanggil dokter untuk memberitahukan bahwa papanya sudah bangun. Dokter pun datang dan memeriksa keadaan Pak Maheru. Keadaannya kini sangat jauh lebih baik dari sebelumnya.
Naula menelepon Dante dan Zeni, menginformasikan jika papanya sudah sadar. Kini Naula harus memikirkan bagaimana cara agar bisa kembali membawa papanya pulang. Ia takut jika pulang nanti, kondisi Pak Maheru malah semakin buruk.
"Dokter?" panggil Naula ketika dokter keluar dari ruangannya. Pak dokter tersenyum dan mempersilakan Naula masuk.
Naula langsung mengutarakan tentang kecemasannya. Ia bingung harus melakukan apa sekarang. Ia takut membawa sang papa ke rumah mereka dulu akan membuat sakitnya kian parah. Namun, jika ia membawanya ke rumah Dante, tentu ia perlu menjelaskan begitu banyak hal.
Tanpa sepengetahuan mereka, Pak Maheru mendengarkan semua. Ia tak benar-benar lupa pada kejadian yang dimaksud oleh dokter beberapa waktu yang lalu. Ia punya rencana untuk membalaskan dendam pada Ina, jadi harus pura-pura lupa pada ingatan beberapa tahun belakangan ini.
Pak Maheru bersembunyi di balik pintu ketika Naula keluar dari ruangan tersebut. Setelah Naula tak lagi nampak, Pak Maheru langsung menemui sang dokter.
"Bagaimana, Dok?" tanya Pak Maheru pada pria berseragam putih itu.
Sang dokter mengembuskan napas panjang. "Saya tidak bisa terus-terusan berbohong, Pak. Kasihan putri bapak, dia satu-satunya orang yang akan selalu ada buat bapak."
Pak Maheru menganggukkan kepala. "Iya, saya tahu, Dok. Saya juga akan melakukan sesuatu yang baik agar dia tidak merasa bebannya terlalu berat."
Pak Maheru keluar dari ruangan itu dan kembali ke kamar tempat ia dirawat. Di sana Naula tampak membereskan barang. Pak Maheru tak mengira jika mereka akan kembali begitu awal.
"Kok udah main beres aja?" tanya Pak Maheru pada putrinya.
Naula berbalik dan menatap tajam ke arah sang papa. "Papa mau sampai kapan bohongin Naula?"
Pak Maheru melebarkan mata. "Maksud kamu apa, Nak?"
Naula menggelengkan kepala. "Papa jangan bohong lagi. Naula udah dengar apa yang papa omongin sama dokter itu. Papa bisa-bisanya maksa dokter itu buat kasih informasi palsu. Papa tega sama anak sendiri?"
Pak Maheru menggelengkan kepala. "Papa punya alasan untuk melakukan semua itu."
"Alasan apa? Alasan biar Nau kayak orang bodoh yang selalu menuruti apa yang dikatakan papanya?"
Pak Maheru mendekat dan merengkuh tubuh putrinya. Ia memeluknya erat dan menenangkan hatinya. "Papa punya alasan untuk melakukan itu. Papa harus melakukan banyak hal agar nama baik dan keluarga kita aman."
"Maksud papa?" Naula masih belum paham.
Pak Maheru pun menceritakan rencananya pada Naula. Naula sama sekali tak menyela, ia mendengarkan secara saksama. Hingga keduanya berhenti berbicara ketika seorang suster datang ke ruangan itu.
***
Ina yang mendapat kabar jika Pak Maheru sudah sadar pun senang. Ia tak akan menyia-nyiakan kesempatan itu untuk menjenguknya. Tentu untuk tujuan tertentu. Ya, Ina akan menceraikan pria tua itu.
Ina membuka pintu ruangan Pak Maheru dengan sedikit kasar. Naula yang tengah menyuapi sang papa tersentak kaget. Gadis itu meletakkan mangkoknya dan menghadapinya mama tirinya itu.
"Ngapain kamu ke sini?"
Ina tersenyum meledek. "Gue cuma mau ketemu sama suami gue, emang nggak bisa?" Ina melewati Naula. Naula tak membiarkan hal itu terjadi, ia menarik tangan Ina dan menyeretnya keluar.
"Lo apa-apaan, sih!?" Ina menatap kesal ke arah Naula saat gadis itu menghempaskan tangannya.
"Pergi dari sini sekarang!"
Ina menggelengkan kepala dan mendorong Naula hingga terjatuh. Wanita itu menerobos pintu dan kembali masuk ke ruangan Pak Maheru. Wanita itu langsung melemparkan sebuah map yang berisi surat perceraian ke wajah pria itu.
"Apa ini, Mbak?" tanya Pak Maheru mulai dengan rencananya.
Ina mengerutkan dahi. "Mbak lo bilang?"
"Saya nggak kenal sama Mbak, terus datang-datang ke sini membuat kekacauan. Saya bisa memanggil petugas keamanan untuk mengusir mbak dari sini." Pak Maheru melempari kembali map itu.
Ina meremas tangannya dan mendekatkan bibir ke telinga Pak Maheru. "Lo harus tanda tangan surat itu."
Pak Maheru mengangkat kepala dan menatap Ina lama dan kemudian menggelengkan kepala. Ina menyunggingkan senyum meledek dan mengambil kembali map itu. Ia mengeluarkan beberapa lembar kertas dan menyodorkannya pada Pak Maheru.
Pria itu akhirnya menerimanya dan membaca isi surat itu. "Apa-apaan ini? Surat cerai? Kapan kita pernah menikah?"
"Lo jangan belagu deh, tua bangka. Cepat tanda tangan!"
Ina menyodorkan pulpen dan memaksa agar Pak Maheru menandatangani surat itu. Saat yang bersamaan Naula muncul dengan dua orang satpam.
"Itu, Pak, orang yang mengganggu papa saya." Naula menunjuk ke arah Ina.
Wanita itu tak terima, ia pun berkata, "Saya istrinya, Pak. Saya punya bukti kalau dia adalah suami saya." Ina pun membela diri.
"Pak, papa saya sedang lupa ingatan. Nggak ingat siapa dia, tapi-" Naula belum menyelesaikan kalimatnya, Ina langsung menyela dan berdiri di samping mereka.
"Lupa ingatan?" Ina menatap Naula lama. Naula juga menatapnya dengan senyuman tipis.
"Iya, kenapa?" Naula menantangnya.
Ina mengalihkan pandangan ke satpam yang masih memperhatikan mereka. "Mohon maaf, Pak, ini masalah keluarga. Kami akan menyelesaikan nanti di rumah. Maaf sekali lagi."
Kedua satpam itu akhirnya pergi meninggalkan mereka. Ina menarik tangan Naula ke depan Pak Maheru. Ia ingin membuktikan jika Pak Maheru benar-benar lupa ingatan.
Ina mengangkat tangan Naula dan menekannya kencang. Naula meringis kesakitan. Pak Maheru hampir saja keceplosan meneriakkan nama Ina, untungnya ia masih bisa menahan diri.
"Dasar perempuan gila!" Pak Maheru menepis tangan Ina dengan kasar. "Lepaskan tangan anak saya!"
Ina menatap wajah Pak Maheru dan Naula secara bergantian. Ia berteriak kesal dan keluar dari ruangan itu. Pak Maheru buru-buru memeriksa keadaan putrinya. Untungnya hanya memar kecil. Keduanya tersenyum puas melihat aura kekalahan di wajah Ina. Sudah saatnya perempuan itu tak bisa mencapai apa pun tujuan gilanya.
Pak Maheru pernah membuat perjanjian dengan wanita itu sebelum menikah. Ia pernah berjanji tidak akan pernah menceraikan Ina, jika itu terjadi maka seluruh hartanya akan menjadi milik Ina. Ina benar-benar manusia yang licik dan mereka tidak akan tertipu lagi.
"Papa akan buat dia menyesal untuk seumur hidupnya." Pak Maheru memeluk Naula dengan erat.
KAMU SEDANG MEMBACA
LOVE BODYGUARD (END)
RomansNaula Syakira, gadis kaya dan polos yang jatuh hati pada Dante, bodyguard yang ditugaskan sang papa untuk menjaganya. Ia tak peduli pada usia pria itu yang telah mencapai kepala tiga. Dengan terang-terangan ia mengejar cinta dan memamerkan pada tema...