Seseorang bersikap buruk terkadang bukan karena memang dilahirkan buruk, tetapi keadaan yang memaksa agar ia menjadi seperti itu.
***
Kepulangan Naula disambut oleh sang papa dan istri mudanya. Ia masuk ke rumah tanpa menoleh pada orang yang tengah berdiri di teras. Pria yang sudah menyodorkan tangan untuk memeluk gadis itu mengernyitkan dahi, dan kemudian menatap Dante yang mengikuti langkah Naula dengan tajam.
"Hei, bagaimana adabmu terhadap orang tua?" Suara Pak Mahameru terdengar kesal, ia ikut masuk ke rumah.
Dante yang juga akan masuk ditahan oleh Ina. Ia berbisik dan menyunggingkan senyum tipis. Dante hanya menganggukkan kepala dan kembali melanjutkan langkahnya.
Tak berselang lama, Pak Maheru kembali turun dari kamar Naula. Kekesalan sangat kentara di wajahnya, ia bahkan mengomel saat sampai di lantai bawah. Ina yang melihat itu langsung membujuknya dengan lembut.
"Udah, Mas, biar aja. Namanya juga remaja." Wanita itu tersenyum dan menepuk pundak sang suami.
Pak Mahameru menggelengkan kepala. "Ini pasti gara-gara pergaulannya yang nggak beres."
Ina tak menyahut pernyataan itu. Ia bertanya, "Mas, nggak jadi pergi ke tempat-"
Pak Mahameru tersentak dan spontan menepuk jidatnya. "Astaga! Iya, aku harus ke pergi." Ia mengecup dahi Ina, mengambil tas yang sudah disiapkan sebelumnya dan bergegas keluar. Ina mengantarkan hingga ambang pintu.
Setelah kepergian Pak Mahameru, gadis berusia dua puluh tujuh tahun itu agak berlari menuju kamarnya. Ia mengambil tas tangan berwarna merah muda dan keluar menuju garasi. Ia memanggil Dante untuk mengantarkan ke tempat tujuan.
Dante turun dan langsung menghampiri Ina. "Ada apa?" tanyanya dengan suara pelan.
"Anterin gue ke butik, dong." Ina merengek dengan mata yang disipitkan.
Dante membuang napas pelan. "Maaf, saya bodyguard bukan sopir." Pria itu berbalik, kembali ke rumah.
"Hei!" Ina hendak mengeluarkan beberapa kata, tetapi suaranya tertahan saat mengingat perjanjian di antara keduanya. Ia membuang napas dan memilih untuk menyetir sendiri.
Ina bukanlah orang baru bagi Dante, mereka sudah saling kenal sejak lima tahun lalu. Ina merupakan sosok yang sangat membantu kehidupan keluarga Dante. Mereka pernah menjalin hubungan selama beberapa bulan, tetapi akhirnya kandas saat Ina diketahui selingkuh dengan lelaki lain. Bukan tak mau, hanya belum bisa lepas saja. Jasa wanita itu masih banyak yang belum terbalas oleh Dante. Hingga wanita itu membuat perjanjian antar keduanya, yang saling menguntungkan dan menaikkan derajat keluarga Dante.
Kini Ina memiliki butik sendiri, tentunya pemberian sang suami, yakni ayah Naula. Hal itu sudah diingatkan sejak dulu, jadi setiap ada kesempatan mendekati om-om kaya, akan dilakukan demi uang. Ia gadis yang berambisi, apa pun yang diinginkan harus didapat bagaimanapun caranya.
"Apa ada masalah?" tanya wanitanya itu setibanya di butik "Ina Butique".
Karyawan yang bekerja di kasir menyapa dengan hormat. "Tidak ada, Bu."
Ina berjalan ke arah beberapa pelanggan yang hadir. Ia tak segan-segan menunjukkan bakatnya dalam merayu pembeli. Tak heran jika banyak orang yang tertarik membeli atau memesan pakaian di tempatnya, ia punya skill di bidang itu.
"Terima kasih," ujar Ina saat seorang pelanggan selesai melakukan transaksi. Wanita itu tersenyum puas dan duduk di kursi miliknya.
Ina menyadarkan kepala di punggung kursi dan memejamkan mata. Ia memijit pelipis secara perlahan.
"Apa ibu kelelahan?" tanya salah satu karyawan.
Ina menggelengkan kepala.
"Kak Ina!"
Wanita itu terlonjak kaget saat mendengar teriakan itu. Ia bangkit dan langsung menuju luar yang dipenuhi dengan keributan. Pandangan Ina terpaku pada sosok yang berdiri dengan senyuman lebar. Ia tercengang dan berseru, "Lo ngapain ke sini!?"
Lelaki berambut pirang itu menghempaskan tas ransel ke atas meja kasir. Ia juga duduk di kursi tempat Ina biasa. "Kak, gue lelah. Lapar."
Ina berdecih. "Kalau lo lapar ya ke rumah makan bukan ke butik!"
"Kak ...."
"Lo mau berapa biar gue transfer?" Ina paham maksud dan tujuan sang adik yang datang merengek padanya. Tiada lain kalau bukan meminta uang. Diano Gibran, adik semata wayang dan satu-satunya keluarga yang dimiliki. Meski sedikit nakal, tetapi memenuhi kebutuhan dan keinginan Diano merupakan kewajiban bagi Ina. Ina tak pernah melarang adiknya membeli barang apa pun yang diinginkan, asal kuliahnya berjalan dengan baik.
"Yes!" Lelaki itu berteriak kegirangan saat mendapatkan pemberitahuan transfer berhasil dari sang kakak. Ia mengambil tas dengan semangat dan pamitan untuk pergi.
Ina hanya menggelengkan kepala pelan. "Dasar anak nakal."
Wanita itu kembali melanjutkan pekerjaan, memeriksa beberapa desain yang harus segera mereka proses sesuai pesanan. Ina sudah lama menggeluti usahanya, ia juga beberapa kali keluar kota dan negri untuk pameran.
Ina memilik prinsip hidup, apa pun yang diinginkan harus didapat bagaimanapun caranya. Ia bahkan rela melakukan hal buruk demi mencapai tujuan.
Saat tengah sibuk bekerja, ponselnya berdering. Diambil benda pipih itu, ditatapnya lama sebelum kemudian ia berdecak kesal. "Halo, Mas." Ia menyapa dengan lembut.
[Sayang, kamu ada di mana? Apa bisa minta Dante datang menjemputku di kantor? Nomornya nggak bisa kuhubungi.]
Ina membuang napas pelan. "Aku lagi di butik, Mas. Kenapa nggak telepon Naula aja, dia kan di rumah juga."
[Oh iya, ya. Ya udah sayang, kututup, ya.]
Panggilan ditutup, wanita itu kembali meletakkan ponselnya di atas meja. Ia menyandarkan bahu ke punggung kursi dan memejamkan mata.
"Buk, bagaimana dengan pesanan ini? Kemarin ada yang meminta desain seperti ini." Salah satu karyawan menghampiri Ina dan menyodorkan selembar kertas. Ina membuka mata dan menerima. Ia menatap lekat-lekat dan mengangguk kepala.
"Oke. Ayo, kita lakukan." Wanita itu memerintahkan karyawan bekerja seperti instruksinya.
Begitulah keseharian seorang Fasha Ina, yang juga merupakan istri seorang pengusaha sukses dan ibu tiri seorang remaja cantik bernama Naula. Ia akan kembali sore hari, tepatnya sebelum sang suami kembali ke rumah.
Apa lo punya rencana untuk anak tiri lo? Ina yang asyik bekerja tiba-tiba berhenti karena teringat pertanyaan seseorang. Wanita itu menoleh ke arah ponsel dan meraihnya. Ia mengetikkan beberapa kata dan mengirimkan pada seseorang.
Ayo kita bertemu sore ini.
Lama benda pipih itu ditimang hingga sebuah pesan masuk. Kedua sudut bibirnya melengkung. "Baik, mari kita lakukan." Ia kembali mengetikkan beberapa kata dan mengirimkannya.
"Bu, ini bagaimana?"
Ina memutar bola mata dengan malas. Apa memang perancang busana dan pemilik butik harus seperti ini? Tidak, ini keinginan Ina sendiri.
Wanita itu berkata dengan ketus, "Ketika gue jelasin, lo harus liat baik-baik. Jangan selalu nanya kayak anak SD yang baru belajar membaca!" Ia menepis tangan sang karyawan dan mengambil alih desain yang setengah jadi.
"Maaf, Bu. Saya bingung di bagian it-"
"Besok lo nggak usah lagi datang ke sini!" potong Ina dengan cepat.
Karyawan itu spontan memohon keringan. "Jangan, Bu. Saya tidak masalah kalau gaji dipotong, tapi tolong jangan pecat saya. Anak saya ada dua, kalau dipecat mereka nanti nggak bisa sekolah."
"Alasan basi. Lo pikir gue peduli sama keluarga lo? Bodo amatlah."
Karyawan itu tak tinggal diam. Ia menyahut dengan kalimat yang berhasil membuat Ina terdiam sesaat. "Gimana kalau ibu di posisi saya. Ibu tidak punya uang, tapi ada keluarga yang perlu kita tanggung jawabi." Wanita yang mengenakan seragam kuning dengan logo Ina Butique itu sesenggukan.
Ina tersenyum sinis. "Keluar dari sini dan jangan pernah muncul di hadapan saya lagi!"
KAMU SEDANG MEMBACA
LOVE BODYGUARD (END)
RomanceNaula Syakira, gadis kaya dan polos yang jatuh hati pada Dante, bodyguard yang ditugaskan sang papa untuk menjaganya. Ia tak peduli pada usia pria itu yang telah mencapai kepala tiga. Dengan terang-terangan ia mengejar cinta dan memamerkan pada tema...