Setelah kembali dari rumah sakit, Dikta banyak memikirkan ucapan Zeni di rumah sakit tadi. Ia tak habis pikir kenapa gadis itu begitu tak menyukainya untuk mendekati Naula. Selain itu, Zeni juga mengatakan ia tak selevel dengan bodyguard itu. Dikta kembali mengingat-ingat ucapan temannya beberapa hari lalu, hubungan Naula dan bodyguard itu bukan sekadar yang terlihat?
Dikta duduk di emperan rumahnya, berdiam diri dengan ponsel masih memutar musik galau. Beberapa kali lelaki itu membuang napas kasar, betapa ia penasaran dengan hubungan Naula dan sang bodyguard.
"Argh! Gue nggak bisa gini terus," katanya sembari bangkit dari tempat duduknya.
Dikta mematikan ponsel dan mengambil kunci motor dari dalam rumah. Hari ini juga ia harus bisa menjawab semua rasa penasaran itu.
Motor Dikta memasuki area rumah Naula. Ia memarkirkan di pinggir jalan dan mengendap-endap masuk melalui gerbang yang terbuka. Baru beberapa langkah, kaki Dikta terhenti ketika melihat seorang perempuan duduk di kursi depan dengan tangan asyik memainkan ponsel.
Dikta kenal orang itu karena beberapa hari lalu ia bertamu dan bertemu dengan orang itu. Dikta mendeham pelan, membuat perempuan itu menoleh.
"Lo? Ngapain ke sini? Cewek lo kagak ada di sini!" Ina acuh tak acuh dah kembali asyik bermain ponsel.
Dikta tak diam saja, ia tetap melangkahkan kaki hingga tepat di depan Ina. Wanita itu tampak kesal dan menatap tajam ke arah Dikta.
"Apa, sih, mau lo?" Ina berkacak pinggang.
Dikta tahu jika perempuan itu adalah ibu tiri Naula, yang usianya tak jauh beda. Dikta tersenyum kecil dan duduk di kursi kosong. Ina membelalakkan mata dan bersiap mengusir lelaki itu.
"Tunggu dulu, Tante. Gue perlu bantuan lo."
"Gue bukan tante Lo! Pergi sana!" usir Ina kasar.
Dikta menggelengkan kepala. "Gue cuma tanya beberapa hal, abis itu gue pulang. Nggak usah buru-buru, nggak ada orang di rumah, kan?"
Ina terdiam sesaat, ia menoleh ke dalam rumah. Benar, saat ini tak ada orang lain di rumah selain dia. "Apa, cepat katakan!"
Dikta mendeham. "Gue penasaran sebenarnya gimana hubungan Naula dengan bodyguardnya? Gue kok ngerasa kalau mereka itu nggak cuma sekadar majikan dan bodyguard. Lo tau sesuatu, kan?"
Ina menatap Dikta tajam. Jika ditanya tahu atau tidak, jelas perempuan itu tahu. Ia tersenyum sinis kemudian. "Lo datang ke sini jauh-jauh cuma mau tanya soal itu? Lo nggak punya mata? Nggak bisa liat hubungan mereka? Jelas banget mereka cuma majikan dan bodyguard."
Dikta menggelengkan kepala. "Tapi gue nggak percaya, gue yakin mereka ada sesuatu. Bodyguard itu pasti suka sama Naula."
"Hei!" Ina berteriak, tak tahan lagi menghadapi Dikta. "Naula yang kecentilan bukan Dante!"
Dikta tercengang dan menutup mulutnya sedikit. "Owh, jadi benar ada sesuatu di antara mereka? Dan ini terlibat dengan lo?"
"Lo kurang kerjaan banget, ya, pergi nggak lo!" usir Ina dengan tangan yang terangkat hendak memukul Dikta. Namun, anak lelaki itu menangkap tangan Ina dan menggenggamnya erat.
"Gue belum siap, Tante."
Di saat itulah Naula muncul ditemani oleh Zeni, Bi Araya dan Dante. Mereka semua kaget ketika melihat Dikta dan Ina berpegangan tangan. Dante dengan cepat mendahului Naula yang hendak menghampiri Ina. Pria itu menepis tangan Dikta secara kasar. Baik Dikta dan Ina pun terkaget dengan kehadiran mereka.
"Lo ngapain di sini?" tanya Zeni pada Dikta. Matanya menajam melihat wajah lelaki itu.
Dikta menggelengkan kepala. "Gue cuma mau nungguin Naula, tadi gue nggak bisa jenguk dia di rumah sakit."
KAMU SEDANG MEMBACA
LOVE BODYGUARD (END)
RomanceNaula Syakira, gadis kaya dan polos yang jatuh hati pada Dante, bodyguard yang ditugaskan sang papa untuk menjaganya. Ia tak peduli pada usia pria itu yang telah mencapai kepala tiga. Dengan terang-terangan ia mengejar cinta dan memamerkan pada tema...