Prolog

14.6K 1.2K 39
                                    

Adriana Kalevi.

Dia adalah seorang Duchess yang terkenal dengan julukan 'Dewi Kematian' sejak usianya yang masih sangat muda. Sifatnya sebagai Tirani telah tersebar di seluruh kekaisaran Nathanael. Karakter yang dingin dan bengis itu dia dapatkan dari latihan-latihan keras sejak dini. Karena merupakan satu-satunya keturunan Kalevi, dia dilatih sejak berusia 5 tahun.

Menjadi satu-satunya keturunan Duke Kalevi yang terkenal dengan keahliannya berpedang, tentu menjadi beban tersendiri baginya. Apalagi dia sering diremehkan karena seorang perempuan.

Walaupun begitu, dia tidak menyerah dan memilih untuk mengabaikan cemoohan orang lain. Hingga tragedi yang menewaskan ayahnya--Duke Kalevi, satu-satunya keluarga yang tersisa saat itu--terjadi. Saat itu, ia baru berusia 16 tahun.

Beberapa bangsawan bersatu dan mengirim pembunuh bayaran untuk menghabisi nyawa sang Duke--saat beliau tengah berada di perjalanan pulang ke mansion.

Kemarahannya tak terbendung lagi. Kesabarannya telah mencapai puncaknya. Dengan emosinya yang tidak terkendali itu, ia membantai seluruh bangsawan yang bersangkutan dengan tangannya sendiri.

"Tolong... Tolong ampuni aku!!" racau seorang pria paruh baya dengan wajah kacaunya.

"Katakan saja itu pada ayahku disana." sorot matanya tajam dan dingin hingga menusuk sampai ke tulang.

Tanpa basa-basi lagi, Adriana mengayunkan pedangnya sampai memotong leher pria itu seperti memotong pudding yang lembut.

"Huuh... Orang-orang yang menyedihkan."

Kemudian dia mengambil paksa wilayah yang menjadi tanah kekuasaan mereka. Lalu, terbentuklah Duchy Kalevi. Dengan luas yang hampir menyeimbangi luasnya ibukota kekaisaran.

Hari berikutnya, kemampuannya telah diakui di seluruh penjuru. Bahkan kekaisaran Nathanael sendiri sudah mengakuinya secara resmi. Dia memang terkenal dengan kabar kebengisannya, tapi di luar dugaan, wilayah kekuasaannya malah makmur dengan penjagaan strategis. Dia begitu menjaga wilayah kekuasaannya, dia telah menjalankan tugasnya sebagai penguasa dengan baik. Oleh karena itu, walaupun cenderung dingin dan kejam, dia orang yang sangat disegani dan dihormati oleh para rakyat di wilayah kekuasaannya.

Kursi tahtanya berdiri kokoh tanpa goyah sedikit pun selama 10 tahun saja. Karena pada dasarnya, kekuasaan yang semakin kuat itu adalah pedang bermata dua. Wilayah Duchy terlalu makmur hingga membuat ibukota terancam. Begitu pun dengan kekaisaran itu sendiri.

Perang atas perintah Kaisar setelah beberapa bangsawan membuat petisi untuk mengakhiri Tirani Kalevi pun terjadi. Wilayah Duchy diserang dari dalam maupun dari luar. Target utamanya adalah sang Duchess itu sendiri.

Perang itu berlangsung hingga berhari-hari. Membuat kekacauan di beberapa titik. Bahkan hutan yang sebelumnya hijau dan asri, kini telah rata dengan tanah. Tanah menjadi tandus, api ada dimana-mana seolah menjadi penerang saat kegelapan malam tiba.

Tapi seberapa pun Adriana bertahan dengan kemampuannya yang mumpuni, melawan kekaisaran adalah hal yang mustahil dilakukan, apalagi gerakan itu didukung oleh kepala keluarga yang lain.
Dia terdesak. Tidak ada pilihan lain selain, menghadapi kematian.

"Duchess Adriana Kalevi. Kau dihukum karena telah mengancam kekaisaran. Atas keserakahanmu itu, kau pantas dihukum mati."

Lalu pria itu mengayunkan pedangnya. Dan dalam waktu tiga detik itu, rasa hangat dari cairan merah dan rasa sakit yang tidak asing itu merambat ke seluruh tubuhnya. Wanita itu tidak bisa bergerak. Seluruh tubuh telah mati rasa. Beberapa saat lagi pun, kesadarannya akan menghilang. Namun di sela-sela itu,

"Sayang sekali. Andaikan kau lebih peduli, kehidupanmu tidak akan terasa sia-sia seperti ini."

Adriana tersenyum kecut, lalu penglihatannya memburam. Ia belum sempat melihat wajahnya dengan jelas hingga kegelapan abadi menelannya.

Aku tidak menyesali semuanya. Aku sudah mencapai semua keinginanku. Aku sudah membalaskan dendam mu, ayah. Begitu pun dengan orang-orang yang telah merenggut ibu dari kita. Aku juga sudah meraih impianmu. Jadi aku sama sekali tidak menyesal.

Hanya saja, ada satu hal yang rasanya belum ku raih. Walaupun menurutku itu tidaklah penting, Tapi... Aku merasa aneh. Perasaan yang tidak pernah aku rasakan lagi setelah kehilangan ayah. Perasaan hampa yang misterius. Seolah ada yang tertinggal.

Apa itu? Apa yang belum aku lakukan?
Rasanya sangat kesal karena aku belum meraihnya. Tapi apa itu? Kenapa rasanya sesak? Ayah... Apa yang harus aku lakukan? Apa yang harus aku lakukan agar merasa tenang? Kenapa rasanya semenyiksa ini?

Ayah!

Ayah!

Ayah!

Hah?!

Wanita itu membuka matanya. Terbelalak seolah baru saja mengalami mimpi buruk. Napasnya terengah seperti dikejar sesuatu. Tapi saat itu, yang ia lihat pertama kali adalah langit-langit ruangan berwarna keemasan.

Ia bangun dan matanya menelusuri setiap sudut ruangan itu. Dan ia menyadari kalau itu sebuah ruang kamar. Terlihat klasik dan mewah dengan beberapa dekorasi yang artistik.

"Aku... mimpi buruk? Tidak! Aku sudah mati. Tapi, apa yang terjadi?"

Ia mengalihkan perhatian pada benda-benda di ruangan itu.

"Aku tidak ingat punya guci semacam itu." batinnya.

Perlahan ia turun dari ranjang, lalu berjalan ke arah meja rias.

Deg.

Apa-apaan ini? Kenapa penampilanku seperti ini?!

Rambut panjang berwarna merah muda yang menyilaukan, bola mata berwarna biru laut, pakaian piyama yang menambahkan kesan anggun begitu kental terlihat.

Kenapa wajahku berubah? Siapa wanita ini?

.
.
.
.
.
.

To be Continued

.
.
.

Novel kerajaan pertama yang dipublikasikan.

I hope you enjoy it!

August, 28 2021
18.06

Circle of VillainessTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang