21 : Baby Carlito

3K 296 13
                                    

Akse berjalan di lorong dengan tatapan kosong ke bawah. Raut wajahnya begitu kalut. Ia merasa cemas untuk beberapa alasan yang bahkan tak ia ketahui itu apa.

-

Suara petir menyambar begitu keras. Hujan deras turun di malam yang dingin. Saat ini hampir tengah malam, namun terdengar suara bayi menggema di seluruh ruangan.

Akse berdiri di depan meja kerjanya sambil terus memandang wajah mungil itu. Ia beberapa kali menepuk-nepuk selimut, berharap bayi yang digendongnya bisa tenang. Ia tak memiliki pengalaman sebagai ayah, jadi ia cukup bingung untuk menenangkan seorang bayi.

"Yang Mulia!" Rochell dan Casta buru-buru masuk ke dalam ruangan.

"Sepertinya dia haus. Jadi saya membuatkan susu. Tidak terlalu panas dan tidak terlalu dingin." ujar Casta sambil menyerahkan sebotol susu.

"Terima kasih, Casta!"

Akse pun mencoba untuk memberi bayi itu botol susu ke mulutnya. Akan tetapi, ia terlihat ragu.

"Apa ini sudah steril?"

"He?" kedua pria di depannya terbengong sesaat. "Ten-tentu saja Yang Mulia. Kami sudah membersihkannya beberapa kali sebelum digunakan." jawab Rochell.

"Lalu... Bagaimana dengan kualitas susunya?"

"Yang terbaik. Kami membeli susu langsung dari peternakan sapi di kota Florentz." kali ini Casta yang menjawab.

"Baiklah kalau begitu."

Walaupun sudah berkata begitu, pria itu kembali terlihat takut-takut. Beberapa kali ia menodongkannya ke mulut sang bayi namun beberapa kali itu juga ia menariknya kembali. Cara menggendongnya pun terlihat kaku. Membuat Casta dan Rochell sedikit kesal, karena sifat Akse yang kikuk.

Lalu tiba-tiba ia berhenti, menatap keduanya. "Ini... Bagaimana caranya?"

Dan itu menjadi tamparan keras untuk Casta dan Rochell. Mereka jadi mengetahui alasan di balik sifat Akse itu. Meskipun sebenarnya, mereka sudah tahu alasannya.

Mereka tahu, kalau ini kali pertama Akse menjadi ayah, apalagi di usianya yang terbilang masih muda.

Akan tetapi masalahnya,

"Bukankah hanya dimasukkan ke mulut saja, Yang Mulia?"

"Langsung?"

"Tunggu! Tunggu! Sepertinya ada teknik khusus. Misalnya letak botol yang sesuai dengan kenyamanan bayi. Apakah botolnya mengarah ke atas atau miring?"

"Seperti?"

Mereka juga belum pernah merawat bayi, keduanya bahkan belum menikah. Jadi mereka bertiga sama-sama kikuk.

Walaupun begitu, mereka berhasil melewati malam yang mencekam itu. Meskipun harus begadang hingga pagi datang. Begitu seterusnya hingga mereka terbiasa dengan sendirinya. Dan waktu-waktu mereka dihabiskan untuk merawat sang bayi.

Akse meminimkan waktu kerjanya demi terus memantau pertumbuhan sang bayi. Bahkan di sela-sela pekerjaannya, ia sempat bingung memilih nama yang cocok.

"Anda sudah memutuskan namanya, Yang Mulia?" tanya Rochell.

"Banyak sekali nama yang bagus, tapi kurasa, dia lebih cocok dengan nama Carlito." ujar Akse sembari mengusap-usap pipi gembul bayi itu di pangkuannya.

"Carlito?"

"Ya, singkatnya Carl."

"Luar biasa. Anda memilih nama yang gagah, Yang Mulia." keduanya tersenyum.

Circle of VillainessTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang