11 : Tidak Ada Kedamaian

4.3K 572 16
                                    

"Katakan! Siapa yang... Membantai para pembunuh bayaran itu?"

Deg!!!

Lucas dan Sield sudah tahu alasan, kenapa Grand Duke tiba-tiba memanggil mereka? Dan tebakan mereka benar. Karena mereka sanksi mata yang paling kuat.

"Apa ada orang lain yang membantu kalian?... Semacam pahlawan kesiangan yang datang di waktu yang tepat?"

"Yang Mulia... I-itu..." Lucas mulai berkeringat dingin. Ia melirik Sield yang juga berada dalam kondisi yang sama, namun dia terlihat lebih tenang.

"Aku tidak suka berbelit-belit!" Akse mulai menekan. Tatapannya juga makin tajam. Jari telunjuknya mengetuk-ngetuk meja, seolah menghitung waktu. Membuat kedua pria itu merasa terpojok.

"Bukan kalian yang membunuh mereka. Tapi orang lain, bukan?"

Selain menjalankan tugas kekaisaran, Akse juga menjalankan tugasnya sebagai komandan kesatria Grand Duke. Dengan kemampuan berpedangnya, ia melatih para kesatria hingga menjadi generasi para ahli pedang yang tidak diragukan lagi.

Karena itu, jika ada salah satu ilmu pedangnya yang dilakukan dengan cara yang berbeda, Akse akan langsung mengetahuinya.

"Siapa yang coba kalian sembunyikan sampai harus membohongiku? Aku menunggu penjelasan yang sebenarnya dari kalian, tapi sepertinya ada yang lebih penting daripada memberitahukan kebenarannya padaku. Walaupun begitu..."

Hawa ruangan itu makin menekan keduanya. Hingga Akse mengeluarkan kata-kata bagai penguasa tirani--setelah sekian lama menghilang dari dalam dirinya.

"Sepertinya kalian lupa kalau aku tidak sebodoh itu! Apa kalian pikir bisa memanipulasi bau busuk dari penciuman yang tajam?"

"Yang Mulia..." Lucas mencoba menjawab.

"Sield Miron!" potong Akse mulai jengah. Lucas hanya bisa tersentak mendengar Akse tiba-tiba memotong ucapannya.

"Ya, Yang Mulia?" Sield masih mampu mempertahankan ketenangannya.

"Aku berharap banyak padamu."

"..... Baiklah Yang Mulia." Lucas hanya tercengang melihat hasil keputusan Sield--yang sudah jelas-jelas terpampang dalam tatapan matanya yang serius.

Sield mulai tak tahan dengan situasi itu. Seberapa keras ia mencoba untuk berdalih, bagai alat pendeteksi kebohongan, Akse dapat mengetahui mana yang benar dan mana yang salah. Membohongi seorang jenius abad ini adalah keputusan terbodoh yang pernah ia lakukan.

🖤🖤🖤

Kereta kuda--yang membawa--Elena melaju melewati jalanan ibukota. Di dalam kereta, sesekali ia memegangi kepalanya. Rentetan peristiwa yang ia alami membuatnya tidak bisa berpikir sesuai nalar. Ini merupakan yang pertama kalinya terjadi pada seorang Adriana. Ia mampu untuk selalu berpikir jernih atau membaca situasi apapun. Namun kali ini, pikirannya sudah dangkal, sangat-sangat dangkal. Hingga ia memutuskan untuk keluar dari kediaman.

Aku tidak bisa tenang kalau terus berada disana. Untuk sementara, aku akan menjernihkan pikiran. Jadi, jangan pikirkan apapun, Adriana!

Kereta Elena yang sebelumnya melewati jalanan ibukota yang padat, kini mulai renggang, hanya beberapa orang yang terlihat. Semakin ke depan, jalanan makin sepi, hingga ia melewati hutan.

Setelah menempuh perjalanan lebih dari 30 menit, akhirnya keretanya berhenti di sisi hutan. Tanpa dibantu para kesatria, ia turun dari kereta dengan lancar. Walaupun mereka baru melihatnya dua kali, tapi pemandangan itu seolah sudah biasa bagi mereka.

Circle of VillainessTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang