Hari itu masih pagi, saat itu juga masih menunjukkan waktu aktivitas sehari-hari. Orang-orang dari berbagai kalangan memenuhi setiap sudut kota.
Roda kereta kuda itu berjalan dengan mulus di jalanan ibukota yang ramai. Di dalamnya, Elena duduk tenang sembari memandang suasana kota.
Di seberang tempat duduknya, seorang pelayan menemaninya--dengan wajah yang tidak berhenti terlihat khawatir.
"Zera!"
"Y-ya, nyonya!" pelayan itu sampai terlonjak kaget. "Apa ada yang nyonya butuhkan? Atau ada yang membuat anda tidak nyaman? Serahkan pada saya!"
"Reaksimu berlebihan sekali. Aku hanya memastikan namamu sekali lagi."
Glek. Zera menelan ludahnya--entah sudah yang keberapa kalinya dalam satu jam yang lalu--sejak meninggalkan kediaman Grand Duke.
"Hari ini kau lebih pendiam, ya?"
Deg.
Tubuhnya kembali mengingat hal yang ia alami sekitar seminggu yang lalu. Tamparan Elena yang tidak main-main seolah telah menjadi kutukan di tubuhnya. Bahkan pipinya--saat ini pun--masih berbalut kapas dan plester.
"Apa rahangmu juga sakit sampai tidak bisa berbicara?"
"Ma-maafkan s-s-saya, nyonya."
Zera hanya bergetar ketakutan. Bibirnya bahkan sudah pucat pasi.
Kenapa ini terjadi? Dipanggil oleh nyonya untuk diajak keluar saja sudah membuatku hampir pingsan di tempat. Apalagi harus duduk di satu kereta dan berhadapan seperti ini. Aku merasa seakan sudah siap untuk mati saat ini juga.
Tapi... Aku benar-benar tidak mengerti. Kenapa tiba-tiba? Padahal aku sudah dipindah tugaskan oleh tuan Casta dan berusaha menghindari nyonya. Tapi malah beliau yang mencariku?
"Bukankah akan lebih baik lagi kalau aku yang mengajarimu langsung? Hm? Bukan, begitu? Orang Menyedihkan."
Deg. Deg. Apa itu maksudnya?
"Tubuhmu bergetar. Apa kau lapar?"
"Ti-tidak nyonya!"
"Yah... Aku juga tidak peduli, sih. Kau kan sudah dewasa, bisa merawat diri sendiri."
"I-iya."
Tak lama kemudian, kereta Elena berhenti di sebuah tempat. Yang dari luarnya terlihat seperti bangunan tua tak berpenghuni.
Seorang kesatria mengulurkan tangannya--bermaksud menawarkan untuk membantu Grand Duchess turun dari tangga kereta.
Namun di luar dugaan, sang Grand Duchess mengabaikannya. Dengan santainya ia turun menapaki tangga kecil itu tanpa gangguan.
Zera, 2 kesatria dan kusir kereta itu pun dibuat bengong melihat kelincahan nyonya mereka itu.
Suara lonceng bergemerincing saat pintu di buka. Tidak ada siapapun disana. Hanya beberapa rak buku tua dengan berbagai tumpukan buku tebal--yang juga berserakan di lantai.
"Siapa itu?" seorang pria tua tiba-tiba saja keluar dari balik pintu.
"Selamat siang."
🖤🖤🖤
"Ngomong-ngomong... Kenapa nyonya berkunjung di tempat usang begini? Apa dia ingin menemui kenalannya dulu?"
"Entahlah. Tatapannya tadi seakan mengatakan 'jangan banyak tanya!' dengan wajah siap menerkam begitu."
KAMU SEDANG MEMBACA
Circle of Villainess
FantasyAdriana Kalevi adalah Duchess yang disegani di kekaisaran Nathanael. Sifatnya yang dingin, bengis, dan tertutup menjadikannya salah satu orang yang paling ditakuti dengan julukan 'Dewi Kematian' di usianya yang masih muda. Meskipun dihormati rakyat...