32 : Di Malam Itu

2K 241 39
                                    

Karena segala kecurigaannya itu, terjadilah situasi saat ini. Dengan kuat, Akse mengunci seluruh pergerakan Elena dengan mencengkram kedua pergelangan tangannya hingga menyingkirkan sisi kesopanan terhadap wanita dan menatap tajam ke arah mata biru itu.

"Siapa kau sebenarnya?" geramnya sudah tak tahan. "Asal kau tahu saja, bunga favorit Elena yang asli, bukanlah Lily. Apalagi yang berwarna kuning, karena dia tahu makna buruk di baliknya."

Beberapa hal yang ia katakan sebelumnya hanyalah sebuah rangkaian ujian yang Akse berikan sebelum melakukan aksi interogasi paksanya itu.

"Jawab! Apa seleramu sudah berubah, E-LE-NA?... Apa kau juga lupa? Kalau rumah kaca di kediaman ini tidak punya satu pun bunga Lily apapun jenis dan warnanya. Dan lagi. Seingatku... Aku tidak pernah membawamu ke wilayah timur. Apalagi untuk bertemu penguasa wilayah itu."

Elena membeku seketika.

-

"Apa ibu pernah ke wilayah timur?"

"Entah."

"Istriku! Apa kau lupa kalau dulu kita pernah ke wilayah timur untuk bertemu dengan Duchess Kalevi?"

Tanda tanya muncul di atas kepala Elena, sebelum akhirnya menjawab seadanya. "Ah... Iya, benar. Aku baru ingat."

Akse pun tersenyum, hingga matanya menyipit.

-

Pantas saja. Aku tidak ingat pernah bertemu Akse dan Elena di Duchy. Kalau tidak salah pesta dansa istana adalah yang pertama dan terakhir.

Elena menyunggingkan senyum atau lebih tepatnya seringaian secara terang-terangan di depan Akse. "Ah... Jadi begitu ya permainannya? Sejak awal kau sudah curiga, dengan cepat melempar umpan dan membuatku terpancing. Kau berhasil membuatku lengah dan membiarkanku bermain di atas telapak tanganmu. Dasar!!! Bisa-bisanya aku terjebak semudah ini."

"Bukan itu yang kuinginkan."

"Hm? Kau bilang apa?"

"Katakan... Siapa... Kau..."

Seringaian Elena makin melebar, seolah merencanakan sesuatu. "... Apa kau sungguh tidak tahu? Atau jangan-jangan... Menolak untuk tahu?"

Cengkraman Akse makin kuat. Wajah pun juga makin kalut. Giginya gemeretak menahan emosi.

"Mantan Duchess... Adriana Kalevi."

Mendengar itu, cengkraman Akse melemah. Untuk sepersekian detik, ia sempat terperanjat, lalu membatu di tempat.

"Lama tidak bertemu, ya, Akse Lazaro."

Akse mendadak kembali memperkuat cengkramannya. Wajahnya lebih kalut dari beberapa detik yang lalu. Ia menatap tajam Elena yang masih menyeringai puas. Tidak peduli kekuatan tangannya yang mungkin akan menyakiti Elena. "Bagaimana... Bagaimana kau... Bisa...-?"

"Kalau aku bicara begitu... Apa kau akan langsung percaya?"

"...? Apa?"

"Aku jadi penasaran, apa yang membuatmu mencurigaiku seperti itu? Apa diam-diam kau memata-mataiku? Kotor sekali rencanamu."

"Memata-matai? Apa dengan hidup bersama dalam satu atap bisa disebut memata-matai?"

"Hm... Entahlah." jawabnya santai.

"Aku sudah curiga sejak kau menampar pelayan itu. Apa kau lupa? Kau pernah melakukan hal yang sama pada seorang bangsawan di suatu acara? Kau menamparnya sampai berdarah, lalu menatap dingin seperti melihat lalat pengganggu. Tidak ada yang bisa melakukan hal seperti itu selain dirimu, nona Kalevi."

Circle of VillainessTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang