19 : Acara Penobatan

2.5K 312 12
                                    

Siang itu, para bangsawan dari berbagai wilayah terus berdatangan. Tujuan mereka sama, yaitu bangunan megah dengan berbagai arsitektur berbentuk naga. Mereka tentu tahu, simbol kepala naga adalah simbol kekaisaran atau keluarga kaisar. Karena itu, diacara yang tidak sembarang orang hadiri ini, mereka secara totalitas mempercantik diri.

"Ibu, lihat!" Carl menunjuk dengan semangat, wajahnya pun bersemu kagum. "Bangunannya hampir sama dengan istana. Ada lambang kekaisaran berlapis emas juga. Wahhh..." mata Carl makin berbinar.

"Tak kusangka, mereka memilih Distrik Phesenia. Yah... Jaraknya memang jauh dari Wesconia. Kondisinya juga tidak seburuk yang disana. Dalam waktu 2 bulan, mereka berhasil memulihkan tempat ini layaknya surga yang belum tersentuh." Elena diam memandang sekitar.

"Di dalamnya ada banyak barang-barang antik dari benua seberang." sahut Akse berdiri menghampiri Carl.

"Benarkah, ayah?"

"Hm. Apa mungkin ukiran batu karya Onesimus Owen ada disini?" Akse memegang dagu, pura-pura berpikir.

"Onesimus Owen???!!! Benarkah?! Kalau begitu kita harus masuk, ayah!" Carl menarik lengan mantel yang digunakan Akse.

Akse tertawa, "Baik, baik... Elena-..." ia terdiam begitu melihat Elena yang mematung dengan kepala menengadah. Ekspresinya masih seperti biasa. Namun yang menjadi titik perhatiannya adalah mata biru Elena. Entah bagaimana ia mendeskripsikan apa yang ada di dalamnya?

"Ibu! Kenapa diam saja?"

Elena mengalihkan perhatiannya kepada Carl dengan tatapan kosong. "Kau kelihatan bersemangat sekali."

"Tentu saja. Ada ukiran karya Onesimus Owen, loh. Beliau seniman paling terkenal selama 35 tahun terakhir. Semua karyanya sangat bagus, Carl sangat suka."

"Dibandingkan hanya menyukainya, bukankah lebih baik kalau kau bisa belajar dari setiap karya seninya?" sahut Elena.

"Eh?"

"Hanya melihat sekilas lalu memutuskan suka atau tidaknya, itu terlalu buang-buang waktu. Daripada mengagumi sebuah karya, lebih baik melakukan sesuatu yang berguna untuk digunakan dalam hidup. Memangnya sebuah karya seni bisa menyelamatkan hidupmu? Mereka hanyalah benda mati yang tidak bisa bicara apalagi bertindak."

Mendengar itu, Carl merasa takut. Ia langsung mematung, matanya menatap kosong, tangan bergetar, bahkan wajahnya pun memucat. Ia mungkin hanya diam, namun sebenarnya otaknya terus berputar. Terus memikirkan apakah semua itu masuk akal atau hanya sekedar omong kosong? Tapi makin dipikirkan, ia makin takut dengan kenyataannya.

"Elena, itu bukan sesuatu yang pantas diucapkan di depan seorang anak." tegur Akse memandang miris.

"Apa aku harus berbohong demi kesenangannya?" tanyanya dingin.

Keduanya saling menatap seserius wajah masing-masing. Tidak peduli dengan adanya khalayak ramai di sekitar mereka. Mereka tak berpikir muluk apabila ada yang melihat.

Namun semuanya terhenti saat seseorang datang tanpa diundang.

"Salam kepada Yang Mulia Grand Duke Lazaro." pria berkumis--yang tak asing bagi Elena--datang menyapa.

"Oh, Marquess Desislav. Lama tidak bertemu. Bagaimana kabar anda?" balas Akse tersenyum tipis.

"Sangat baik, Yang Mulia. Bagaimana dengan anda?"

"Semuanya baik-baik saja."

"Syukurlah. Anda terlihat luar biasa hari ini. Oh! Apa anda tuan muda Carlito?" Carl menengadah perlahan. "Lama tidak bertemu, anda tumbuh dengan cepat, ya?"

Circle of VillainessTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang