40 : Pesta Part 3 : Puncak Acara

1K 140 24
                                    

Hal inilah yang Carl takutkan saat ini. Elion Paulus yang dengan polosnya berbaur dengan Carlito Lazaro, tahu tentang identitasnya yang memiliki julukan monster dari anak-anak bangsawan ibukota.

"Monster? Kamuflase? Apa yang kalian bicarakan?"

"Anak itu aneh. Dia sering tidak terkendali dan menyerang orang lain tanpa ampun, seolah punya nafsu membunuh."

"Asal kau tau saja, dia sudah 2 kali menyerang pangeran Altheo tanpa sebab."

"Menakutkan."

"Dasar mengerikan."

Bisikan kasar yang masih tertangkap telinganya itu kembali menekannya. Carl masih sama, tetap diam dan terus menunduk. Ia takut melihat reaksi yang ditujukan padanya. Namun ia langsung menengadah begitu Eli berseru.

"Itu bohong!" anak-anak lain tampak tertegun. "Carlito bukanlah orang yang seperti itu. Kalau dia memang monster seperti yang kalian bicarakan, lalu kenapa waktu satu tahun kami berlalu baik-baik saja?! Tidak ada kejadian Carl menyerang orang lain. Carl adalah anak biasa seperti kami. Jangan seenaknya menyebut Carl seperti itu!"

"Elion..." gumam Carl.

"Memangnya waktu satu tahun itu membuat kalian sedekat apa, sih? Dia berusaha menahan nafsu membunuhnya karena dia sudah ditolak di tempat tinggalnya. Hmph, apa kau berniat pindah ke wilayah barat?"

"Pindah saja. Itu kan satu-satunya tempat yang mau menerimamu. Itupun kalau kau tidak berulah."

"Benar, kalau mereka tahu sosokmu yang sebenarnya, mungkin kau akan diusir. Lalu kemana lagi kau mau tinggal, hah?"

"Hey! Jaga bicaramu!"

"E-Elion... Sudahlah." namun ucapan itu diabaikan oleh Eli.

"Lagipula kalau Carlito bisa menahannya, itu artinya dia menyerang bukan tanpa sebab. Bagaimana dia bisa tahan kalau di sekitarnya hanya ada anak-anak jahat seperti kalian?!" seru Eli mulai jengkel.

"Hah?! Kau tadi bilang apa?!"

"Yang monster itu kalian. Kalian membencinya hanya karena Carlito pernah berkelahi. Yang punya masalah dengannya kan pangeran Atheo, lalu kenapa kalian ikut-ikutan membencinya?"

"Kau pikir cuma pangeran yang dia serang?! Aku juga menjadi korbannya, tahu?! Kau itu tidak tahu apa-apa, jadi diam saja!"

"Jadi kau membencinya karena kalah dari anak yang lebih kecil darimu?"

"Hah... Apa...?" Bril mulai jengkel. Kini kedua anak itu saling melotot sambil menahan amarah. Bagaimanapun mereka saling membenci, status bangsawan yang dimiliki akan ternoda kalau sampai bertindak gegabah.

"Hey, sudahlah! Kalian mau mengundang perhatian orang dewasa?" ucap Noah melerai jarak keduanya.

Lagi-lagi Carl tidak tahu harus apa. Ini pertama kalinya ia dibela dengan tulus oleh seseorang.

"HUH! Aku maafkan karena kau berasal dari wilayah lain. Dasar orang-orang barat bodoh."

Dan hal itu menyulut otot syaraf Eli. Tanpa basa-basi lagi, ia langsung meraih kerah baju Brill lalu melayangkan tinju kecilnya tepat di wajah anak berambut hitam itu hingga keduanya tersungkur.

"KYAAAAKKK, ADA YANG BERKELAHI!" pekik beberapa anak perempuan.

Sedangkan anak laki-laki yang sebelumnya hanya diam—tertegun—kini berusaha melerai keduanya yang saling menyerang. Bahkan Carl yang sama terkejutnya juga tak bisa tinggal diam. Mereka melewati waktu yang cukup merepotkan. Anak yang berusaha melerai juga sempat menjadi korban tinju yang meleset.

Circle of VillainessTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang