***
Sudah satu minggu sejak kejadian dimana Aldebaran datang ke rumahnya. Sejak itu pula Aldebaran makin bersikap dingin padanya. Aluna pantang menyerah. Dalam waktu satu minggu ini, ia makin gencar mendekati Aldebaran demi mendapat alasan yang pasti mengapa cowok itu marah padanya. Akhir-akhir ini Aluna juga makin sering mendapat mimpi yang aneh, bahkan setiap malam. Mimpi itu seperti cerita bersambung yang terus berkelanjutan.
Sampai detik ini, Aluna masih merangkai setiap cerita yang ia ingat. Selama itu pula dirinya seperti sedang diawasi oleh sesuatu yang ia sendiri juga tidak tahu. Ayahnya pun sekarang jarang sekali pulang ke rumah. Biasanya dalam satu minggu pulang satu atau dua kali. Namun, minggu ini ayahnya belum pulang sama sekali.
Aluna tidak terlalu pusing akan hal itu. Justru bagus jika ayahnya tidak pulang. Beban pikirannya sedikit berkurang.
"Aldebaran lagi?" tanya Anara sambil melihat bekal yang dibawa Aluna.
Aluna mengangguk. Dirinya memang setiap hari membawakan bekal Aldebaran. Meski hanya akan didiamkan saja hingga basi.
"Lo boleh suka sama dia, tapi jangan jadi bego, Lun. Kodrat cewek itu dikejar bukan mengejar," nasehat Anara.
"Sekarang gue ganti aturannya. Cewek juga boleh kok mengejar cintanya. Kadang, egois itu perlu, Na. Sebelum rasa penyesalan hadir dan kita belum sempat memilikinya."
Anara menghela napas pasrah. Aluna itu batu. Sekali ia menginginkan sesuatu, pasti akan sangat diperjuangkan.
Aluna melangkah menuju meja Aldebaran. Dengan senyuman khasnya, gadis itu mengulurkan tangan yang berisi bekal kepada Aldebaran. Laki-laki itu menatap datar bekal yang disodorkan Aluna.
"Buat sarapan pagi, Al."
"Masakan calon istri saya lebih enak dari masakan kamu," ujar Aldebaran pedas.
Laki-laki itu menabrak bahu Aluna lumayan keras hingga membuat bekal yang Aluna bawa berceceran di lantai. Aldebaran melewati Aluna tanpa rasa bersalah. Sedangkan Aluna menatap nanar bekalnya di lantai. Ia tidak menangis, hanya sedih saja. Ini sudah penolakan yang kesekian kalinya. Aluna sudah cukup kebal akan hal itu.
"Biar saya bantu bereskan."
Aluna berjongkok guna membereskan bekalnya yang berserakan. Ia membiarkan Rael membantu dirinya.
"Omongan Aldebaran tidak usah dimasukkan hati. Dia orangnya memang sedikit keras. Tapi aslinya baik, kok."
"Aldebaran udah punya calon istri?"
Rael menghentikan aktivitasnya. Laki-laki itu memandang Aluna yang sedang menunggu jawabannya. Dia tidak mungkin memberi tahu Aluna yang sebenarnya. Bisa-bisa gadis di depannya ini makin terpuruk. Sudah cukup gadis ini dilukai hatinya oleh Aldebaran.
"Saya nyusul Aldebaran dulu. Jangan menangisi hal yang belum tentu peduli terhadapmu, Aluna."
Aluna memandang Rael hingga punggung laki-laki itu menghilang di balik pintu. Mendengar jawaban Rael, gadis itu semakin yakin jika Aldebaran pasti sudah punya seseorang yang spesial. Apa ini artinya ia harus menyerah?
***
"Bodoh! bodoh! bodoh! Kau tahu dimana letak kesalahanmu?"
"Kalau ditanya itu dijawab. Tidak ada istilahnya seorang pemimpin itu bisu."
"Aldebaran, jawab pertanyaan Ayah," geram Raja Hermes.
"Aku tidak melakukan kesalahan apapun," jawab Aldebaran dengan santainya.
Raja Hermes memukul wajah Aldebaran. Laki-laki itu terkejut dengan tindakan ayahnya. Selama ini, ayahnya tidak pernah memukulnya kecuali jika dirinya melakukan kesalahan besar. Namun, kesalahan apa yang ia perbuat hingga ayahnya semarah ini.
"Apa maksudmu tidak melakukan kesalahan? Kau sudah membuat Ayah malu."
"Aku merasa tidak melakukan kesalahan apapun. Apa ini ada hubungannya dengan gadis itu?" tanya Aldebaran.
Raja Hermes tidak menjawab pertanyaan Aldebaran. Hal ini membuat asumsi Aldebaran yakin jika gadis itu penyebab semua kekacauan ini.
"Jadi benar? Ayah mukul aku demi seorang gadis sial itu?"
Raja Hermes kembali melayangkan pukulannya pada Aldebaran. Cowok itu meringis saat mendapati ujung bibirnya mengeluarkan darah.
"Bukan 'kah kau sudah mengetahui semuanya dari Raja Edward? Mengapa kau bersikap seolah menentang semua ini."
"Karena memang ini salah. Takdirku hanya untuk Darla. Aku hanya ingin menikah dengan Darla. Bukan gadis lain, apalagi Aluna," tegas Aldebaran.
Tatapan Raja Hermes pada Aldebaran melembut. Bukan salah Aldebaran sepenuhnya. Andai kejadian di masa lalu itu tidak terjadi, mungkin semuanya tidak akan seperti ini. Pria paruh baya itu mendudukkan dirinya di lantai. Di masanya yang sudah tua, harusnya ia habiskan dengan bersenang-senang bersama sang istri. Namun, masalah putranya saja belum selesai. Tidak mungkin juga jika ia melepaskan begitu saja.
"Apa kau tidak ingat sesuatu, Al?"
Aldebaran menggeleng tanpa ragu.
"Aku tidak mengingat apapun. Raja Edward hanya memberitahu hal besarnya saja. Sebenarnya, apa yang terjadi, Ayah? Bagaimana mungkin Aluna yang notabenya hanya gadis biasa memiliki darah biru keturunan dewa."
"Tidak ada yang tidak mungkin di dunia ini, Al. Kau baru mengetahui satu fakta saja sudah terkejut, belum lagi tentang fakta-fakta lainnya."
Aldebaran termenung. Pikirannya seperti sedang bercabang entah kemana. Setelah obrolan singkat dengan Raja Edward yang tak lain adalah raja kerajaan Schloss tempo hari, membuat hal sensitif dalam dirinya keluar.
"Buka mata dan hatimu, jangan sampai kau dikuasai oleh amarah. Atau penyesalan yang akan kau dapat nantinya."
Raja Hermes meninggalkan sang putra yang sedang bergelut dengan pikirannya.
Minggu, 30 Agustus 2021
KAMU SEDANG MEMBACA
Black Shadow
Fantasy[FOLLOW DULU YUK, SEBELUM MEMBACA] --[ON GOING]-- Cerita bermula saat Aldebaran Hermes hadir sebagai siswa baru. Laki-laki utusan dewa yang ditugaskan untuk menjaga putri tunggal keturunan Athena yaitu Athena Aluna Minerva. Aldebaran sendiri bahkan...