17. Perdebatan setelah tragedi.

39.3K 2.5K 140
                                    

SELAMAT MEMBACA

Perdebatan setelah tragedi
31 August 2021

Pagi ini cuaca nya tidak terlalu bagus, awan hitam menguasai wilayah itu, sepertinya akan turun hujan, dan benar saja diluar sudah ada badai. Petir bergemuruh satu sama lain, bersautan seperti tengah bertarung.

Sedangkan di atas tempat tidur ini, masih ada dua sejoli yang masih asik menikmati indahnya dunia mimpi. "Eunghh!" lenguh salah satunya.

Ya Nia mulai terbangun, dia beringsut mencoba untuk keluar dari pelukan seseorang yang tengah berada di belakangnya. Setelah itu dia mengingat kejadian yang telah mereka lakukan semalam.

Dia bangun terduduk meraih selimut untuk menutupi tubuhnya, dia mundur hingga ke pojok ranjang, membuat sedikit tubuh belakang Lean yang tertutupi selimut jadi terbuka.

"Aaaaaa!" teriaknya.

Lean yang kaget pun langsung terduduk melihat ke kanan ke kiri, untuk mencari tau suara apa yang barusan di dengarnya. Namun belum sempat dia sadar sepenuhnya, saat dia menoleh ke arah bawah, yang di lihatnya adalah tubuh telanjang tanpa sehelai benangpun.

Lean mendengar suara seseorang yang sedikit terisak di belakangnya, lalu dia melihat Nia yang juga sama telanjangnya, namun sudah tertutup oleh selimut yang di kenakannya. Dengan langkah cepat Lean meraih bantal yang ada di sampingnya dan menutupi tubuh bawahnya.

"LO NGAPAIN DISINI! Awshhh!" Dia membentah Nia dibarengi oleh suara desahan sakit yang menjalar di kepalanya.

Nia masih terdiam, kepalanya menunduk, tak berani menatap Lean. "LO NGAPAIN DISINI ANJING!" Lean buru-buru memakai celananya, sambil melihat keadaan di sekeliling nya. Sadar bahwa Nia tidak menjawabnya, kali ini Lean melempar bantal yang ada di depannya ke arah wajah Nia. "Kalo ditanya jawab, goblok!"

Nia tesentak mendapat lemparan itu, dia menatap Lean dengan tatapan marah. "LO UDAH PERKOSA GUE!" Teriak nya kencang dengan air mata kesakitan yang terpancar jelas di wajahnya.

Lean membeku mendengar itu, dia menggeleng tidak percaya. "Lo mimpi?" sarkasnya pada Nia.

"Ma-maksud lo apa?" bibir Nia bergetar, tak kuat mendengar apa yang baru saja di katakan Lean.

"Gu-gue gamungkin...," sekarang giliran Lean yang tergugup, degup jantungnya berpacu cepat, tak tau harus bertingkah seperti apa. "Gue gak mungkin lakuin itu!" sentaknya.

Air mata Nia semakin menderas, tak begitu perduli dengan keadaan Nia, Lean berkata, "Pake baju lo! Gue transfer berapa pun lo mau. Asal jangan sampe ada orang yang tau tentang masalah ini!" ancamnya dingin.

Lean mengambil hp nya siap untuk membuka sebuah aplikasi bank untuk membayar Nia dengan harga yang Nia mau, namun sayangnya Gadis itu malah berontak.

"LO PIKIR GUE APA ANJING!" teriak nya, "Lo gila Lean! Lo ja-jahat...," isakan tangisnya semamin terdengar.

"GUE EMANG GILA TERUS LO MAU APA?!" kembali dengan emosinya, manusia tidak tau diri bernama Lean ini malah kembali meneriaki Nia tanpa rasa bersalah.

"KALO GUE HAMIL GIMANA ANJING! LO GA MIKIR, lo udah ru-rusak gue, Arrghhhhhh!" Nia membanting lampu tidur yang ada di atas nakas, sedikit meluapkan emosinya, hanya sedikit.

"Dengerin gue! Gue gak ada maksud buat ngelakuin itu ke elo! Gue pikir lo Nara and that's it, ga ada alasan lain buat gue tanggung jawab sama lo. Kecuali gue bayar elo, dan kalo lo gamau juga...," dia menjeda ucapannya, "Yaudah gue gak maksa."

Nia menatap Lean dengan tatapan benci, "Gak ada alasan buat tanggung jawab?" tanyanya lirih, "Kalo gue hamil gimana, Yan? GUE MASIH SEKOLAH!"

Lean menggelengkan kepalanya tak percaya, "Gu-gue keluar di-"

"Iya!" jawab Nia cepat.

"Hah?" Lean memundurkan langkahnya tak percaya, apa yang sebenarnya sudah Lean lakukan pada Nia, apa benar yang di katakan Nia? Enggak Lean percaya kalau dia sama sekali enggak lakuin itu.

"Lo bohong, Nia!" ucapnya tanpa dosa. "Gue inget semalem gue gak sampek masukin lo."

Nia semakin menjerit dalam batin, ia menatapan Lean dengan tatapan tak percaya, "Terus maksud lo gue yang bohong, Yan?" sendunya. "LO PIKIR GUE SUKA LO GINIIN, HA!"

Lean tertawa sumbang mendengar jeritan Nia, "Suka lah pasti," jawabnya remeh.

"Lo anggep gu-gue lagi bercanda, Yan?" mata Nia memerah, semakin marah. Dia berdiri, mencoba untuk mengambil baju yang sudah di robek Lean semalam lalu memakainya tepat di depan Lean. Tak perduli jika tubuhnya di liat oleh setan di depannya.

Lean yang melihat hal itu, langsung berjalan ke arah lemari, dia mengambil sweater oversize yang ia punya lalu melemparkannya tepat di depan Nia, "Pake itu, gue takut lo dikira orang gila kalo pake baju modelan kek gitu."

Nia menatap sinis ke arah Lean. Mengambil sweater itu lalu memakainya dengan rapi, agak kebesaran di badannya yang mungil, namun sweater itu mampu menutupi hingga sedikit dari pangkal paha Nia, setelah selesai dia memungut semua barang-barang nya, lalu berjalan di hadapan Lean. Menatap Lean tepat di matanya, "Kalo lo anggep ini cuman permainan, oke. Kita liat siapa yang bakal bertahan sampe akhir."

Lalu dia berjalan ke arah pintu, Lean mengikuti Nia, mencekak tangan gadis itu erat. "Maksud lo apa?"

Nia tidak menjawab, dia menghentak tangan Lean kuat, lalu berjalan meninggalkan Lean. Lean terdiam sesaat lalu dia terpikir sesuatu, dan akhirnya mengejar Nia yang tengah kesusahan membuka pintu apartemen Lean. "Kalo lo berani bocorin ini ke orang-orang, lo bakal mati Nia!" ancam Lean dingin.

Nia terdiam dari kegiatannya, mengambil nafas lalu memutar badan menatap Lean. "Tenang aja, gue juga tau malu," ucapnya datar.

"Bagus kalo gitu," jawab Lean.

"Tapi gue gak bisa jamin, kalo Nara gak akan tau hal ini."

Deg! Jantung Lean berdegup lebih kencang dari sebelumnya, saat mendengar Nia menyebutkan nama Nara, seketika hal itu membuat Lean takut. "Ja-jangan berani macem-macem sama gue Nia!" peringatnya.

Nia mengeluarkan senyum smirk nya. Lalu membalik badan dan kembali membuka pintu apartemen Lean, dan keluar dari sana dengan bantingan pintu yang cukup kuat.

Brak!

***

Saat ini Nara dan Reni sudah ada di meja makan, mereka sedang menyantap sarapan yang sengaja Reni masak untuk Nara. "Enak nggak?" tanya Reni.

Nara mengangguk antusias, "Enak banget!" serunya.

Reni tertawa melihat tingkah Nara yang menggemaskan ini, ini sudah masuk tahun ke 5 Nara dan Reni bersama, setiap momennya mereka nikmati dengan indah. Saling bersyukur satu sama lain karena telah saling memiliki.

"Hari ini Mama mau ajak kamu ke mall, Dek."

Nara menatap Reni dengan binar di matanya, "Serius Ma?" Reni mengangguk sebagai jawaban.
"Emang ngapain kita ke sana?" tanya Nara bingung. Pasalnya Reni sangat jarang mengajak Nara untuk pergi ke Mall berdua, biasanya di hari libur mereka lebih sering untuk di rumah bersantai dengan menonton movie seharian.

"Gapapa Mama pengen jalan-jalan aja sama kamu. Kenapa kamu gamau?"

Nara menggeleng cepat, "Mau kok Ma!"

Reni tertawa karna melihat tingkah gemas anaknya, "Yauda abisin cepet, terus siap-siap."

"Siap Bossss!"

✄✄✄

TBC

Lean emang anjg aku paham, tapi kalian marahnya ke Lean aja, jangan ke aku juga T_T

Sekian makasih buat yang udah vote dan yang komen baik-baik aku sayang bgt sama kalian, tapi yang komen mau nonjok aku, aku juga sayang kalian kok huhuw. Takut >_<

LEANDRO (untuk Nara) NEW VERSIONTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang