21. Rasa sakit Nara.

35.6K 2.5K 288
                                    

SELAMAT MEMBACA

Rasa sakit Nara
30 September 2021

"Kita mau kemana?" tanya Nara dengan nafas yang masih belum teratur.

Bara menoleh ke arah gadis manis itu, "Kita mau ketemu sama Danif."

Raut bingungnya tercipta, "Kenapa?"

"Dia bilang ada yang mau di omongin."

"Soal apa?" gadis lugu itu penasaran.

Kembali Bara menoleh ke arah nya, "Soal Lean."

Gadis manis dengan wajah bingung dan kerut di dahinya itu hanya bisa diam, tidak tau harus memberi reaksi seperti apalagi untuk menjawab pertanyaan yang ada di kepalanya.

***

Sampailah mereka disini, di salah satu pusat perbelanjaan besar ibukota. Nara dan Bara langsung masuk menuju ke cafe yang sudah Danif tentukan untuk pertemuan mereka.

Namun Nara sempat bingung dengan seseorang yang tengah duduk di depan Danif, tubuhnya membelakangi Nara, namun sepertinya postur tubuhnya sedikit familiar.

"Itu siapa?" Nara bertanya dengan telunjuk yang mengarah pada gadis di depan Danif.

Bara menggeleng tak mengerti, "Mungkin temennya Danif," Mereka melamun sebentar lalu Bara memutuskan untuk berjalan ke arah mereka, "Yuk kesana."

Nara mengikuti langkah Bara dengan pelan. Saat mereka sudah mendekati meja yang di tempati oleh Danif, betapa terkejutnya Nara saat mendengar penuturan yang keluar dari mulut sosok gadis di depannya. Nia.

"Gue takut Lean gak mau tanggung jawab nanti ... Gu-gue takut kalo dia gak bakal bisa nerima anak yang gue kandung."

Wajah Nara berubah pucat, apa yang baru saja didengarnya sangat berpengaruh pada kecepatan detak jantungnya, seolah udara mulai menghilang tiba-tiba, Nara sesak.

"Nia, gausah lebay lah, kalian main aja baru semalem gak akan langsung jadi anak itu."

Nia? Dialog Nara dalam hati.

"Iya! Tapi gue lagi masa subur! Lo nggak tau Kak gimana frustasi nya gue, gue tau mungkin apa yang gue takutin gak akan terjadi, tapi itu cuman kemungkinan kan. Faktanya sekarang gue lagi masa subur dan Lean ... Le-an udah nanem benih di tubuh gue hiks... Gue takut Kak!"

"A-apa?" suara seraknya keluar, bibirnya sudah bergetar, matanya pun berkaca-kaca.

Danif yang sedari tadi tidak mengetahui sejak kapan Nara berada di depannya pun terlonjak kaget, ia berdiri membuat decitan kursi yang di duduki nya berbunyi begitu nyaring, "Nara!"

Nia menolehkan kepalanya, ia pun terkejut mengetahui keberadaan Nara yang entah sejak kapan ada di belakangnya.

"Ma-maksud lo apa?" gadis manis itu maju, sedikit mengikis jarak agar bisa mendengar jelas jawaban dari adik kelasnya ini.

Nia sudah gelagapan tak tau harus menjawab apa, dia terlalu takut untuk sekedar menatap mata berkaca Nara, apalagi di tambah dengan kosa kata lo-gue yang Nara ucapkan.

"Nar dengerin gue dulu," sela Danif.

Nara menatap Danif dengan tatapan yang begitu bingung, dia tidak se-lugu itu untuk tidak mengerti apa yang telah didengarnya tadi.

"Se-sebenernya tadi Nia cerita tentan-"

"Lean tidurin aku Kak," Sahut Nia menghentikan omongan Danif, Nia kembali menunduk, tak ingin lagi menyembunyikan fakta yang membuatnya semakin sesak nantinya.

Air mata Nara luruh bersamaan dengan apa yang Nia ucapkan, "Huh...," Gadis itu menghela nafasnya berat, tak tau harus memberi reaksi seperti apa lagi.

"Ma-maafin gue Kak," kini Nia sudah menangis dengan begitu pilu, suaranya pun terdengar sangat serak, seperti seseorang yang benar-benar dalam kondisi buruk.

Semua orang yang ada di dalam cafe sedikit bingung tentang kejadian yang di lihat mereka, tak banyak yang peduli, namun ada sebagian orang juga yang mengawasi mereka dan sengaja untuk berpindah tempat agar lebih dekat dengan meja yang telah di pesan Danif. Saking kepo nya.

Bara mengambil alih suasana, ia memegang bahu Nara, "Nara...," lirih suaranya menusuk indra pendengaran Nara, membuat gadis itu tersadar lalu kembali menatap Nia yang sibuk menangis dan kembali duduk karena kaki nya pun ikut bergetar hebat.

Nara kemudian sedikit menunduk untuk melihat wajah tertunduk Nia, memegang tangan Nia yang bergetar hebat di atas paha nya, Nara mendongak untuk menatap mata gadis dengan mata sembab memerah itu.

"Kapan?" tanya nya lirih, sangat lirih bahkan mungkin hanya bisa dengar oleh Nia saja.

Nia yang mendapat pertanyaan itu, menghentikan air matanya, ia mulai menatap Nara lekat, kedua mata gadis itu masih berkaca-kaca, namun ada seutas senyum lembut yang tercipta di bibir Nara, gadis manis itu sedang mencoba untuk menenangkan adik kelasnya, dengan usapan lembut yang ada di atas tangan Nia.

Nia termangu dengan keadaan yang sedang dialami nya, pikirnya Nara akan marah kepadanya karena dia telah berani merebut Lean. Namun tidak, gadis manis itu malah bersimpuh di depan Nia, memposisikan dirinya seperti Kakak yang mencoba untuk membuat Adiknya tenang.

"Nia...," Nara kembali memanggil Nia dengan suara lembut yang ia punya, hal itu membuat Nia tersadar dari lamunannya.

Nara tersenyum, lalu kembali mengulang pertanyaannya "Kapan?" dengan suara tenang dan sedikit lantang.

Nia yang mengerti apa yang sudah di tanyakan oleh Nara pun menundukkan kepalanya, lalu menatap menjawab dengan terbata, "Ke-kemarin Ma-malem."

Ahhh, Nara memejamkan matanya, ia merasa sangat sakit di ulu hati, seperti ada tombak yang menusuk hatinya begitu dalam, hingga air mata yang sedari tadi di tahannya kembali tumpah tanpa seizin Nara.

Elusan yang sedari tadi Nara suguhkan kepada Nia, kini berubah menjadi rematan yang membuat Nia sedikit merasa kesakitan, hanya sedikit tapi itu benar-benar tidak sebanding dengan rasa kecewa Nara.

"Nara!" cowok dengan jaket hitam itu datang dengan berlari menuju ke arah Nara... Ya dia Lean.

Nara masih pada tempatnya, dia masih menutup matanya, indra pendengaran nya sulit untuk peka sekarang, yang ada hanya rasa sesak yang mendominasi hati nya.

Lean yang melihat kedua wanita itu mengernyit bingung, tatapan permusuhan dari Bara dan Danif juga semakin menambah rasa penasaran nya.

Kenapa mereka? Suara hati Lean menggema.

Nara berdiri, melepas perlahan genggaman nya pada tangan Nia, gadis manis dengan rambut terurai lurus itu mengusap air matanya dengan perlahan, berbalik badan dan menatap Lean dengan pandangan yang sangat dingin.

Wajah Lean memucat saat menyadari apa yang baru saja terjadi di sini, dugaan nya tidak mungkin salah, pasti ini semua karena pengakuan dari Nia. Wajah pucat itu kini telah di tambah oleh peluh yang bermunculan di pelipisnya, padahal di cafe ini benar-benar dingin karena udara yang keluar dari Ac.

"Nara aku bi-"

Plak!!

✄✄✄

Wuhuuuuu udah makin panas nih.

Mau tanya dong, kira-kira Nara lebih pantes sama Lean apa sama Bara sih?

Jangan lupa buat vote ya! Komen juga jan lupa wkwk.

Makasih buat dukungan nya

Wuff u all(3)

LEANDRO (untuk Nara) NEW VERSIONTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang