Arga bergegas mengenakan kemeja. Ia melirik satu pakaian lengkap yang sudah dilipat rapi di ujung ranjang. Bibirnya berdecak, tak tahu lagi bagaimana cara melarang Keyara untuk menyiapkan pakaian kerja untuknya. Wanita itu selalu menyiapkan segala keperluannya setiap pagi. Semua akan berakhir sama. Arga hanya memandangnya sepintas dan tak pernah mengenakannya. Ia memilih pakaiannya sendiri. Ia tak sudi mengenakan pakaian yang sudah disiapkan Keyara.
Arga melangkah menuju ruang makan. Ia melirik menu yang sudah disiapkan Keyara. Namun, seperti yang sudah-sudah, ia tak akan memakan masakan istrinya. Arga menyiapkan roti tawar sendiri dan ia melahap begitu saja meski ada Keyara yang sudah terlebih dahulu duduk di ruang makan dan menunggunya bergabung.
Keyara diam, ia tak akan meminta Arga untuk memakan masakannya. Ia tahu, laki-laki itu tak akan mau mendengarnya. Dulu Keyara selalu meminta Arga memakan masakannya dan membawa bekal ke kantor. Kini, Kayara terlalu lelah. Berbicara dengan Arga artinya menyakiti diri sendiri. Pria itu akan membalas ucapannya dengan kata-kata yang menusuk. Keyara berpikir, lebih baik ia diam.
Dering ponsel memecah sunyi. Arga menjawab panggilan telepon itu dengan tetap duduk pada tempatnya.
"Wa'alaikumussalam, Bunda."
"Makan malam?"
"Okay, Bun."
Arga menatap Keyara dengan tatapan elang yang selalu menghanyutkan. Namun, ekspresi wajahnya selalu datar.
"Nanti malam kita diundang makan malam sama Bunda. Ada sahabat Ayah dan Bunda yang juga diundang makan malam."
Keyara mengangguk. Tanpa Arga mengingatkannya untuk bersandiwara bahwa hubungan mereka baik-baik saja, Keyara tahu bagaimana harus bersikap. Di depan publik, ia tak menunjukkan kesedihannya dan selalu memberi kesan bahwa pernikahannya dan Arga tidak ada masalah. Ia juga tak pernah mengungkit buruknya perlakuan Arga di depan orang lain, termasuk mertuanya.
Ketika Arga beranjak dan melangkah menuju garasi, Keyara mengikutinya. Ia mengulurkan tangan untuk menjabat tangan Arga sebelum pria itu masuk ke dalam mobil, tapi lagi-lagi pria itu mengabaikannya.
"Hati-hati di jalan, Mas." Keyara mengerlingkan satu senyum.
Arga tak menanggapi. Ia bahkan memalingkan muka, enggan melihat ke arah Keyara. Ia sudah terlalu muak harus berinteraksi dengan wanita itu sepanjang hari.
Keyara berbalik masuk ke dalam. Menganggap semua baik-baik saja adalah caranya untuk melindungi hatinya yang teramat rapuh.
Ia menyiapkan semua keperluannya lalu bersiap berangkat menuju Taman Kanak-kanak. Setiap hari ia mengemudi sendiri motornya. Motor, pemberian ibu mertuanya. Wanita itu terlalu baik. Ia tulus menyayangi Keyara layaknya anak kandung. Satu hal ini yang membuat Keyara bertahan. Ia tak mau ibu mertuanya terluka jika mengetahui keadaan yang sebenarnya.
Bagi Keyara mengajar anak-anak adalah hiburan tersendiri untuknya. Berbaur dengan rekan kerja dan melihat kelucuan tingkah polos anak-anak membuatnya sedikit lupa akan kondisi rumah tangganya yang menyedihkan. Ia bisa mengajar di TK karena Arimbi yang mengenalkannya pada Rahma, pemilik TK yang notabene adalah teman pengajian Arimbi. Rahma tertarik akan kreativitas Keyara. Di mata wanita paruh baya itu, Keyara memiliki keunggulan lain yang menjadikannya cocok menjadi guru TK. Keyara begitu sabar dan santun.
******
Malamnya, Arga dan Keyara memenuhi undangan makan malam di rumah orang tua Arga. Sesuatu datang sebagai kejutan yang membuat Arga dan Keyara seperti kehilangan napas untuk sekian detik. Sahabat orang tua Arga yang turut diundang adalah Mutia dan orang tuanya. Mereka belum lama kembali ke Indonesia. Arga tak tahu jika orang tuanya mengenal baik orang tua Mutia.
KAMU SEDANG MEMBACA
Behind the Tears
RomanceKeyara Ravata di masa lalu adalah gadis yang paling dibenci, pelaku bullying, semena-mena, dan berkuasa. Hingga peristiwa pahit memutarbalikkan keadaan. Kehidupannya yang serba sempurna runtuh dalam sekejap. Kedua orang tuanya meninggal dalam kecela...