Chapter 8

6.6K 898 123
                                    

Arga masih awas menyasar pada Keyara dan Andra yang tengah berbincang. Putri kecil Andra masih menggenggam erat tangan Andra sebelum akhirnya ia mau melepas genggamannya dan meraih tangan Keyara. Gadi kecil itu lalu menghambur bersama teman-temannya. Keyara pun berbalik, hendak melangkah, tapi tiba-tiba ia berhenti karena Andra seperti memanggilnya. Sampai di sini Arga semakin kesal. Ia rasa Andra tak seharusnya gencar mendekati Keyara sementara ia dan Keyara belum resmi bercerai.

Melihat keduanya berbincang, Arga mencari cara bagaimana untuk bergabung dengan mereka tanpa mengundang tanda tanya di benak Keyara. Ia teringat jika nanti malam ada undangan makan malam dari komunitas pengusaha muda untuk merayakan ulang tahun komunitas itu. Terlintas satu ide di kepalanya. Sebenarnya ia berniat untuk pergi memenuhi undangan itu tanpa Keyara. Namun, kali ini ia ubah rencananya.

Arga turun dari mobil, menyebrang jalan, dan berjalan mendekat ke arah Andra dan Keyara.

Kedatangan Arga membuat Keyara terkejut. Ini adalah kali pertama Arga datang ke sekolahnya. Ia bertanya-tanya ada gerangan apa Arga menemuinya di sekolah.

Andra tak kalah terkejut. Ia bisa melihat netra tajam Arga yang seakan menyorotkan ketegasan. Ekspresi muka sahabatnya itu pun begitu datar. Sejak Andra mengutarakan kejujurannya akan ketertarikannya pada Keyara, ia merasa Arga memang merentangkan jarak dan menjauh darinya.

"Key, aku ke sini karena kebetulan lewat jalan sini dan ada satu hal yang ingin aku sampaikan."

Keyara masih terpaku. Nada bicara Arga begitu lembut, tak seperti biasanya. Dia menduga jika Arga tengah menjaga sikap karena ada Andra di situ.

"Ada apa, Mas?" tanya Keyara singkat.

Arga melirik Andra sekilas, lalu kembali memusatkan pandangannya pada Keyara.

"Nanti malam kita ada undangan makan malam. Kamu nanti pulang lebih awal, ya." Satu senyum terlukis di wajah Arga. Ini membuat Keyara sedikit terkejut. Ia meyakinkan diri sendiri jika sosok yang berdiri di hadapannya benar-benar Arga, suami yang sering mengabaikannya.

Keyara mengangguk. "Iya, Mas."

Arga menoleh pada Andra yang masih berdiri tegak dengan satu tangannya masuk ke saku celananya. Arga tahu, raut wajah Andra menunjukkan rasa tak sukanya. Arga berpikir jika Andra juga diundang makan malam karena mereka sama-sama anggota di komunitas itu.

"Hai, Andra, sudah lama?" Arga mencoba bersikap biasa meski ia muak melihat keagresifan Andra.

Andra menggeleng pelan dengan senyum yang juga sedikit dipaksakan.

"Belum begitu lama."

"Anak kamu tadi sudah masuk, 'kan?" tanya Arga lagi.

"Iya, dia baru saja masuk."

"Sudah tidak ada urusan lagi, 'kan?"

Pertanyaan Arga kali ini membuat Andra bungkam sesaat. Ia tahu ke arah mana pertanyaan Arga bermuara. Satu hal yang ia tangkap, sahabatnya ini ingin ia undur diri.

"Iya, tadi aku dan Keyara cuma ngobrol bentar."

"Kalau ngobrol hal yang nggak penting mending nggak usah. Urusan pekerjaan masih banyak. Key juga harus siap-siap mengajar." Arga kembali tersenyum. Kali ini senyum culas yang terlihat sangat menyebalkan di mata Andra.

Andra tahu, Arga cemburu. Pria itu mungkin baru menyadari betapa berharganya istrinya setelah ia meminta izin pada Arga untuk mendekati Keyara jika nanti mereka benar-benar bercerai.

"Aku pamit dulu. Benar kata Arga masih banyak pekerjaan." Andra tersenyum tipis. Ia berbalik tanpa mengucap apa-apa lagi.

Keyara merasa heran dengan sikap Arga. Apakah Arga cemburu? Atau ia semata menunjukkan wibawanya sebagai suami? Perubahan Arga ini membuat Keyara bertanya-tanya.

Behind the TearsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang