Keyara menuntun dua gadis kecil yang sudah dijemput oleh orang tuanya. Seorang ibu muda meraih tangan salah satu gadis kecil itu dengan mengucap terima kasih dan melempar satu senyum lebar. Setelah itu, Keyara mengantar satu gadis kecil yang lain pada seorang laki-laki yang sudah menunggu dari sepuluh menit yang lalu.
"Terima kasih, Key." Andra tersenyum, sedangkan satu tangannya meraih tangan Sella. Gadis kecil itu melirik Keyara dan tersenyum.
"Besok Sella berangkat lagi dan ketemu sama Bu Keyara lagi."
Celoteh gadis kecil polos itu membuat Keyara menarik satu senyum manis. Telapak tangannya mengusap kepala Sella lembut. Andra menatap Keyara dengan debaran yang tak jua hilang. Entah bagaimana nasib pernikahan Keyara nanti, laki-laki itu menyadari sepenuhnya bahwa ia telah jatuh cinta pada wanita itu.
"Key ...."
Keyara mengangkat wajahnya. "Ya, Mas."
"Apa aku boleh minta tolong? Aku punya ponakan yang sedang bermasalah dengan teman-temannya di sekolah. Dia menjadi korban bullying oleh teman-temannya. Sudah tiga hari dia tidak mau ke sekolah. Usianya lima belas tahun. Apa kamu mau ke rumahnya dan bicara dengannya? Aku dengar komunitas anti-bullying sering melakukan pendekatan ke korban hingga berhasil membantu korban melalui masa sulit dan bangkit kembali."
Keyara berpikir sejenak. Memang anggota komunitas saling membantu dan mendukung para korban untuk mengembalikan kondisi psikis mereka yang terganggu karena bullying. Namun, semua tak berjalan sendiri. Ada psikolog juga yang biasanya melakukan serangkaian pendekatan dan bicara dari hati ke hati. Keyara berperan sebagai teman bicara yang mendengar semua curahan hati korban. Ia akan berusaha menjadi pendengar yang baik dan mengembalikan semangat hidup korban.
"Apa dia sudah pernah dibawa ke psikolog atau minimal bicara dengan orang tuanya?"
Andra mengembuskan napas pelan seperti tengah menahan beban yang berat.
"Pernah, tapi dia tidak mau bicara sama sekali sampai psikolognya bingung. Dia tidak terbuka dengan orang tuanya, termasuk denganku. Kalau kamu tidak keberatan, aku ingin kamu coba bicara sama dia."
"Mas Andra yakin dia mau bicara sama aku? Kalau dengar dari cerita Mas, dia tipe anak tertutup. Semisal secara tiba-tiba aku dipertemukan dengan dia, bukankah ini akan membuat dia nggak nyaman?"
Andra menghela napas. Tampak nada putus asa yang terbaca dari gurat wajahnya.
"Lalu menurutmu bagaimana?"
"Mas bisa berikan nomor kontakku atau media sosialku. Katakan padanya dia bisa menghubungiku kapan pun. Terkadang korban bullying lebih nyaman untuk menceritakan permasalahannya tanpa tatap muka langsung. Jika dia memang benar-benar butuh teman bicara, mungkin dia akan berinisiatif menghubungiku. Mas Andra bisa mengenalkan aku sebagai aktivis di komunitas anti-bullying." Keyara menjelaskan panjang lebar. Bukan sekali dua kali dia menghadapi tipe remaja seperti ponakan Andra. Dia sudah sering dihadapkan dengan korban bullying yang tertutup, pendiam, dan anti sosial.
Segaris senyum melengkung di kedua sudut bibir Andra. "Baik, Key, aku akan mencoba. Terima kasih karena kamu bersedia untuk membantu.
Tanpa keduanya sadari, ada satu mobil lewat dan orang yang berada di balik kaca jendela mobil adalah orang yang mengenal keduanya. Dia memang sengaja melewati TK tempat Keyara mengajar. Wanita itu tersenyum sinis melihat Keyara dan Andra berbincang di depan gerbang. Entah kenapa ia begitu yakin jika di antara Keyara dan Andra, ada sesuatu.
Wanita itu semakin leluasa mendatangi tempat laki-laki pujaannya bekerja. Dia selalu mengenalkan diri sebagai orang penting di depan karyawan Sang Lelaki dan lelaki itu pun membenarkan. Sang Sekretaris pun hanya terdiam kala wanita cantik itu memasuki ruangan atasannya bahkan tanpa menoleh ke arahnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Behind the Tears
RomanceKeyara Ravata di masa lalu adalah gadis yang paling dibenci, pelaku bullying, semena-mena, dan berkuasa. Hingga peristiwa pahit memutarbalikkan keadaan. Kehidupannya yang serba sempurna runtuh dalam sekejap. Kedua orang tuanya meninggal dalam kecela...