Chapter 14

7K 844 79
                                    

Maaf baru update, ada kerjaan yang bikin lebih sibuk plus baby-ku juga lagi sakit.

Happy reading

Arga tampak serius berbincang di telepon. Sedangkan Keyara kembali mengerjakan apa yang sebelumnya ia kerjakan. Ia mengisi data perkembangan siswa dan catatan-catatan yang akan ia berikan pada para wali murid.

Selang berapa lama, Arga melangkah mendekati Keyara. Ia telah selesai berbincang dengan rekan bisnisnya.

Ingin Keyara bertanya tentang siapa yang menelepon suaminya barusan. Namun, ia tahan diri. Ia tak ingin mencampuri urusan Arga lebih jauh.

Arga menyandarkan tubuhnya di meja dan menatap Keyara datar. Sejenak Keyara melirik suaminya lalu kembali fokus pada layar laptop.

"Tiga hari ke depan aku ada urusan pekerjaan ke Surabaya." Arga bicara tenang. Sebelumnya ia tak pernah memberi tahu Keyara setiap ada pekerjaan di luar kota. Keyara baru tahu suaminya tidak pulang ke rumah dari ibu mertuanya.

Keyara tertegun. Perlahan laki-laki itu menganggapnya ada dengan memberi tahu tentang agenda pekerjaannya.

"Semoga nanti perjalanan dan pekerjaan Mas Arga lancar," balas Keyara dengan satu senyum tipis.

"Kalau kamu libur, mungkin kamu bisa ikut," ucap Arga lagi.

Keyara tercenung, tak tahu harus membalas apa. Arga banyak berubah. Dia yang dulu selalu cuek dan tak peduli bagaimana perasaan istrinya ketika dia ke luar kota tanpa berpamitan, kini ia justru mengatakan sesuatu yang tak pernah Keyara duga akan keluar dari bibir Arga.

"Iya, aku tidak libur." Keyara menatap Arga sekilas. Menyadari Sang Suami terus menatapnya intens, Keyara sedikit salah tingkah. Ia kembali menatap layar laptop dan mengetik sesuatu.

Arga sendiri tak menyadari, netranya masih terus menyasar pada Keyara yang sesekali menunduk dan sesekali menoleh ke arahnya. Ia tak enak hati jika meminta istrinya mengambil cuti dan ikut menemaninya ke Surabaya. Mendadak ia pun sungkan jika malam ini, ia ingin kembali meminta haknya.

"Ada lagi yang ingin Mas Arga sampaikan?" Keyara memberanikan diri bertanya karena Arga masih menyandarkan badannya di meja dan mematung di hadapannya.

Arga sedikit terkesiap. "Ehm, enggak ... oya,  nanti selama aku di Surabaya, kalau ada apa-apa atau sesuatu yang penting, kamu bisa menghubungiku."

Keyara mengangguk. "Baik, Mas."

Arga masih terpaku di hadapan Keyara. Keyara pun tak tahu harus berkata apa lagi. Tidak mungkin ia meminta Arga untuk pergi karena telah menganggu konsentrasinya. Ia merasa Arga hendak menyampaikan sesuatu, tapi laki-laki itu masih bungkam.

Dua-duanya masih diam. Arga masih lekat menatap Keyara. Ia berbasa-basi menatap layar laptop dan menanyakan apa yang sedang dikerjakan istrinya.

"Kamu lagi ngerjain apa?" Arga sedikit menundukkan badannya. Tangan kanannya bertumpu pada sandaran kursi. Ia mendekatkan wajahnya pada wajah Keyara sembari mengamati layar.

Keyara terdiam. Ia semakin salah tingkah.

"Aku sedang mengetik data-data murid." Jari-jari Keyara mendadak kaku.

Arga menoleh ke arah Keyara. Keyara pun meliriknya. Hampir saja ujung bibir Arga menyentuh bibir Keyara jika Keyara tidak cepat-cepat memalingkan wajahnya, kembali fokus pada layar laptop untuk menetralkan debaran yang tiba-tiba merajai.

Arga masih bertahan di posisinya. Ia tergoda untuk mengecup istrinya. Namun, panggilan Arimbi membuyarkan segalanya. Dengan kikuk ia beranjak dan meninggalkan Keyara.

Arga menuruni tangga dan melihat bundanya yang tengah duduk di ruang tengah.

"Ada apa, Bun?"

"Ayahmu bakal lebih lama di Australia. Bunda mau nyusul ke sana. Kamu baik-baik sama Keyara di rumah, ya."

Arga mengangguk. "Okay, Bun. Sebenarnya Arga juga ada pekerjaan di Surabaya."

"Kamu bisa ajak Keyara. Sekali waktu juga sempatkan untuk ketemu Alvin. Kalian ini bersaudara, harus rukun."

Selalu ada rasa kesal tiap mendengar nama "Alvin" disebut. Ia tidak suka dengan laki-laki bertato itu.

Arga hanya mengangguk pelan. Ia belum bisa berdamai dengan kenyataan bahwa ia memiliki saudara satu ayah.

Setelah berbincang dengan Arimbi, Arga kembali ke kamar. Ia kecewa melihat Keyara sudah terpejam lebih dulu. Bayangan malam panas yang bisa ia lalui bersama Sang Istri kini hanya serpihan angan yang harus ia kubur paksa.

******

Untuk pertama kali Arga merasa kehilangan Keyara ketika ia mengurus pekerjaan di luar kota. Untuk pertama kali ada rasa rindu dan ada sesuatu yang tak lengkap ketika ia berada jauh dari Keyara. Sudah dua hari ia di Surabaya untuk meninjau proyek perumahan yang sedang dibangun, proyek kerja sama dengan salah satu perusahaan setempat. Biasanya dia akan lebih mudah berkonsentrasi dan tak pernah memikirkan bagaimana Keyara di rumah sendirian karena bundanya juga sudah berangkat ke Australia. Namun, kali ini ia memikirkan wanita itu.

Hal yang sama dirasakan Keyara. Ia akui ada rasa rindu yang lebih dari biasanya. Malam ini, dia pun tak bisa terpejam. Banyak tanda tanya menari-nari di kepala. Apakah Arga merindukannya? Laki-laki itu berinisiatif mengabarkan ketika dia sudah tiba di Surabaya, sesuatu yang tak pernah Arga lakukan ketika hubungan mereka masih buruk.

Arga melirik ponselnya. Dulu Keyara sering mengirimkan pesan, apalagi setiap kali berjauhan, istrinya terkadang menanyakan aktivitasnya. Kini ponselnya sepi. Sementara gengsinya masih tinggi meski tuk sekadar bertanya apa yang sedang dilakukan istrinya.

Di saat yang sama, Keyara pun ingin mengirim pesan, tuk sekadar bertanya aktivitas Arga. Namun, ia urungkan. Ia ingin Arga menghubunginya lebih dulu.

Arga menepis gengsi dan egonya. Ia mengirim pesan, menanyakan apa yang sedang dilakukan Keyara saat ini. Untuk menelepon, rasanya ia masih gengsi.

Arga merasa lega kala Keyara membalas pesannya. Namun, pesan itu hanya berisi jawaban, tak berlanjut dengan pertanyaan lain.

Aku sedang membaca novel, Mas.

Arga tersenyum miring. Kenapa Keyara tak menyambungnya dengan pertanyaan, "sedang apa Mas? Atau Mas lagi apa?" seolah istrinya tak berminat untuk melanjutkan chat mereka.

Keduanya pun terlelap dengan perasaan yang masih belum lega. Memendam rindu itu menyiksa.

Esoknya, Arga beraktivitas seperti dua hari sebelumnya, meninjau kembali proyek usahanya di hari terakhir. Esok pagi ia akan kembali ke Bandung. Mood-nya seketika menurun drastis kala ia membaca pesan dari Mutia.

Arga, kamu sedang di luar kota, ya? Aku kemarin ke kantormu. Oya, ada yang ingin aku sampaikan. Kemarin aku menelepon Andra, memberi tahu ada pertemuan di komunitas pengusaha. Dan kamu tahu apa jawabannya? Dia bilang kalau dia sedang berada di rumahmu. Sedang kamu sedang tidak ada di rumah, 'kan? Aku jadi bertanya-tanya, untuk apa dia ke rumahmu sementara kamu nggak ada dan Tante Arimbi juga sudah berangkat ke Australia.

Ada kecemburuan yang tiba-tiba membuat hatinya memanas. Mendadak Arga ingin pulang ke rumah hari ini juga dan meminta Keyara menjelaskan semuanya.

******


Behind the TearsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang