Mutia mondar-mandir di kamar hotel. Ia memikirkan cara untuk menyingkirkan Keyara dengan cara yang elegan. Ambisinya untuk memiliki Arga kian melambung. Ia tak mau kalah begitu saja dari Keyara. Tak peduli Arga dan Keyara telah terikat status pernikahan, yang terpenting baginya adalah mendapatkan cinta Arga kembali.
Ia ingin Arga memujanya seperti dulu. Ia rindu di masa pria itu menuliskan rangkaian bait indah dalam sajak cinta yang terselip di novel favoritnya. Arga meminjam novel pada Mutia sebagai salah satu caranya mendekati wanita itu dan ketika laki-laki itu mengembalikannya, sudah terselip kertas berisi bait-bait cinta di salah satu halaman buku. Ia ingin melihat Arga kembali tergila-gila padanya dan menjadikannya satu-satunya wanita istimewa di hatinya.
Keyara selamanya adalah musuh abadinya. Ia tak tenang selama Keyara masih berbahagia bersama Arga. Mutia, perempuan yang awalnya tertindas dan tak pernah seambisi ini, kini dibutakan oleh rasa dahaga untuk memiliki seseorang. Ia mempelajari apa sebenarnya kelemahan laki-laki. Apa ia harus menyerahkan diri pada Arga seperti wanita yang lupa akan harga dirinya. Atau harus ada cara yang lebih aman?
Mutia berencana mengirim pesan pada Arga dengan nomor baru. Ia masih penasaran, apa Arga benar-benar seabai itu padanya? Namun, ia urungkan niatnya. Ia harus bermain cantik dan tidak terkesan terlalu mengejar Arga. Semakin ia berlari mengejar Arga, itu hanya akan membuat Arga semakin jauh darinya.
Malam ini Mutia menghabiskan malam di night club. Sedikit minum menjadi pilihannya untuk menenangkan pikiran. Mutia mengenal club malam setelah dirinya tinggal di New York. Dirinya yang introvert berubah menjadi seseorang yang senang bergaul dan memiliki banyak teman. Ia berambisi menjadi yang terbaik dalam segala hal, termasuk mencuri perhatian orang-orang di sekitarnya. Mutia menjadi sosok yang mengagumkan dan disegani oleh teman-temannya.
Tanpa Mutia sadari, ada seseorang yang mengamatinya dari salah satu sudut. Alvin pun tak menyangka ia kembali melihat Mutia di night club. Semesta seolah berkonspirasi untuk mempertemukan mereka kembali. Alvin datang ke club karena janjian untuk bertemu temannya. Satu prinsipnya, ia tak akan membiarkan dirinya mabuk. Dia tidak seperti Arga yang lebih bisa menahan diri untuk tidak menyambangi tempat seperti ini. Alvin pun menyadari dirinya bukan tipe yang benar-benar lurus.
"Hai, Bro, udah lama?" Seorang datang menepuk bahu Alvin dan tersenyum.
"Hai, Adam, belum begitu lama, sih." Alvin tersenyum menyambut teman lamanya. Alvin tipe yang supel dan setia kawan, tak heran ia memiliki banyak teman dari berbagai daerah.
"Lu datang sendiri? Dari tadi gue perhatiin lu merhatiin cewek yang duduk di sana?" Mata Adam menerawang lepas ke arah Mutia yang tengah didekati seorang laki-laki.
Alvin sedikit gelagapan. "Iya, gue kenal sama dia."
"Kenapa nggak disamperin? Ajaklah minum atau seneng-seneng lah. Cantik juga, body-nya juga bagus, mulus, dadanya lumayan montok juga." Cara Adam memandang Mutia sudah diselimuti ketertarikan. Siapa yang tidak tertarik melihat perempuan berpakaian cukup seksi dengan wajah cantik dan kulit mulus terawatnya.
"Kenalin dong Vin." Adam terkekeh. Rasanya ia ingin berkenalan dengan Mutia.
Alvin tertawa pendek. "Gue emang kenal dia, tapi hubungan kita nggak akur. Jadi gue males deketin atau ngenalin lu ke dia. Gue cuma mengawasi aja. Dia mantannya abang gue dan masih berharap sama abang gue. Sekarang dia malah ha ha hi hi sama cowok."
"Oalah, cewek yang gagal move on. Tapi kayak akrab banget sama tuh cowok, ya. Mungkin itu pacar barunya. Minumnya juga kenceng banget. Biasa mabok kayaknya." Adam turut mengamati Mutia yang tengah berbincang dengan laki-laki di sebelahnya dan berkali-kali meneguk minuman di hadapannya.
"Mungkin bisa jadi. Ya, syukur kalau cowok itu beneran pacarnya," cetus Alvin.
Alvin tak sedikit pun lengah. Ia terus mengawasi Mutia hingga cewek itu perlahan menunjukkan gelagat mabuk dan sedikit meracau. Bola matanya menyipit kala ia menyadari laki-laki di sebelah Mutia menjalankan aksinya, menggerayangi betis Mutia dan perlahan menyusupkan jari-jarinya ke dalam rok mini Mutia. Pria itu mencari kesempatan untuk mengusap paha Mutia yang terekspos.
Mutia semakin tenggelam dalam pengaruh alkohol. Laki-laki di sebelahnya menuntun Mutia menuju belakang. Alvin mencurigai sesuatu. Ia beranjak dan mengikuti Mutia dan pria tak dikenal itu.
Di belakang, Alvin terkejut melihat Sang Pria berusaha mencium Mutia. Mutia yang masih terpengaruh alkohol berusaha menghindar dan berteriak. "Pergi!"
Alvin segera menggandeng tangan Mutia dan menatap laki-laki itu tajam. "Tolong, jangan ganggu pacar saya!"
Laki-laki itu tak mau menyerah begitu saja. Sudah lama ia mengincar Mutia dan berharap bisa mencicipi tubuh molek Mutia. Dia sengaja janjian bertemu dengan Mutia di club dan sudah merencanakan sesuatu. Ia tak akan membiarkan pemuda di depannya menghancurkan rencananya.
Pria itu melayangkan satu pukulan tepat di depan wajah Alvin. Beruntung Alvin menghindar secepat kilat. Ia balas menonjok pria itu hingga jatuh tersungkur. Saat itulah Alvin segera mengamankan Mutia. Ia memapah Mutia dan keluar meninggalkan club.
Alvin membawa Mutia menaiki taksi. Sepanjang perjalanan gadis itu terus meracau dan bertingkah manja. Ia memeluk Alvin dan memanggil nama Arga. Dalam bayangan Mutia, Argalah yang menyelamatkan dirinya dari teman jahanamnya.
Alvin merasakan ada sesuatu yang tak beres. Mutia tak hanya mabuk, tapi gadis itu seperti tengah berada dalam pengaruh obat tertentu. Mutia berusaha mencium bibirnya dan menyentuh lehernya berulang. Alvin merasa tak enak sendiri pada supir taksi yang akan mengantar mereka ke hotel. Sejak Melda memberitahunya bahwa Mutia menyusul Arga dan Keyara ke Bali dan menginap di hotel, Alvin langsung gerak cepat dengan menyewa kamar di hotel yang sama agar lebih mudah mengawasi Mutia.
Alvin terpaksa membawa Mutia ke kamarnya untuk mengamankan gadis itu. Setiba di kamar, Alvin semakin sulit mengendalikan Mutia yang bersikap semakin agresif. Gadis itu mendorong tubuh Alvin hingga terpelanting ke ranjang. Selanjutnya Mutia menaiki ranjang dan duduk di atas tubuh Alvin yang tengah terbaring. Alvin membelalakan matanya kala Mutia melepas bajunya dan hanya menyisakan pakaian dalam yang membungkus tubuh sintalnya.
"Gerah banget. Aku ingin sentuhanmu, Arga." Mutia melepaskan kancing baju Alvin satu per satu.
Alvin curiga jika laki-laki yang hampir mencelakai Mutia telah memasukkan sesuatu ke dalam minuman Mutia. Obat perangsang kah?
Alvin tak bisa menolak kala Mutia berusaha mencium bibirnya. Bibir ranum Mutia dan ekspresi wajahnya yang sudah terbakar gairah tak mampu membendung pertahanan Alvin. Ia balas ciuman itu tak kalah panas.
Mutia mendesah berulang kali tatkala sapuan lidah Alvin mengabsen jengkal demi hengkal tubuhnya yang sudah polos di bawah kungkungan tubuh kekar laki-laki itu. Keduanya semakin gelap mata dan malam itu semakin panas seiring dengan hasrat keduanya yang sudah memuncak.
Di tengah gairah yang semakin membara, Alvin tersadarkan oleh prinsipnya sendiri. Ia tak akan pernah mengambil keuntungan dari perempuan apalagi perempuan yang jelas-jelas mabuk dan dipengaruhi obat perangsang. Ia tahan hasratnya sekuat tenaga meski tubuh polos Mutia tampak begitu menggiurkan. Bagaimana jika Mutia masih perawan? Satu hal terlintas dalan pikiran Alvin. Ia tak mau menghancurkan hidup Mutia dengan merampas sesuatu yang bukan haknya. Alvin memutar cara untuk memuaskan gadis itu dengan cara lain. Ia siap jika keesokan harinya gadis itu akan memarahinya habis-habisan. Atau ia akan biarkan Mutia dengan prasangkanya bahwa memang telah terjadi sesuatu antara mereka. Dengan begitu Mutia tak akan pernah lagi mengganggu Arga dan Keyara.
******
Maaf ya lama hiatus karena memang banyak kesibukan. Semoga setelah ini, rutin update lagi. Dengan catatan kalian masih minat dengan cerita ini. Kalau vote dan komen lumayan banyak, insya Allah aku akan rutin update. Tapi kalau sepi peminat, mungkin lebih baik gak lanjut lagi huhuhu. Makasih banyak untuk yang masih mengikuti cerita ini ❤
KAMU SEDANG MEMBACA
Behind the Tears
RomanceKeyara Ravata di masa lalu adalah gadis yang paling dibenci, pelaku bullying, semena-mena, dan berkuasa. Hingga peristiwa pahit memutarbalikkan keadaan. Kehidupannya yang serba sempurna runtuh dalam sekejap. Kedua orang tuanya meninggal dalam kecela...