Chapter 10

7.9K 833 89
                                    

Arga berhasil mengejar Mutia sebelum gadis itu masuk ke lift. Keduanya mematung dengan netra yang saling memandang. Mutia bersedekap, manatap Arga dengan tatapan angkuh. Tatapan yang tak lagi dikenali Arga. Dulu gadis itu begitu tenang, tak banyak bicara, dan tak mudah tersulut emosi. Kali ini Mutia seakan menunjukkan kekuatannya.

"Kamu juga senang dengan liburan honeymoon, 'kan? Nggak usah bawa-bawa bunda kamu."

Arga mengelap sedikit peluh yang mengalir dari dahi. Mutia tak suka dengan sikap Arga yang tak tegas dan mudah disetir bundanya.

"Aku hanya ingin ketegasan. Kamu dan Keyara tidak saling mencintai, 'kan? Kalian akan berpisah, 'kan? Apa rencana kamu ke depan dengan pernikahan kamu? Bertahan atau bubar? Jika kamu mau bertahan, aku mundur. Jangan pernah mencariku lagi, Ga!" Mutia menegaskan kata-katanya. Ia ingin tahu seberapa besar perasaan Arga yang masih tersimpan untuknya.

Arga tercenung. Ia bingung hendak berkata apa. Di satu sisi ia tak ingin kehilangan Mutia lagi. Di sisi lain, ia juga belum ingin melepas Keyara.

"Mutia, saat ini aku juga sedang berpikir. Berpikir tentang masa depan pernikahanku dan Keyara. Nggak semudah itu memutuskan sesuatu. Aku juga harus memerhatikan perasaan bundaku yang tidak mau ada perceraian. Jadi aku tak akan gegabah membuat keputusan."

"Itu artinya ada kemungkinan kamu tidak akan berpisah dengan Keyara? Lalu bagaimana dengan perasaanku, Ga?" Mutia menyipitkan mata. Kilatan kekecewaan tampak jelas dari binar matanya yang seakan mengisyaratkan sebuah harapan. Ia ingin kembali merengkuh cintanya.

"Tolong, jawab dengan jujur! Apa kamu masih mencintaiku?" Mutia kembali menatap Arga tajam. Ia tahu Arga masih mencintainya. Ingatannya melayang pada momen di mana Arga mengungkapkan perasaan untuk pertama kali. Saat itu hujan turun cukup deras. Arga mengungkapkannya di depan kelas, di saat ia tengah menunggu hujan reda. Dan esoknya berita itu menyebar karena ada salah seorang teman mereka yang mengetahui hal ini. Keyara datang padanya dan mengancamnya untuk tak lagi dekat dengan Arga.

Arga membisu sekian detik. Ia mengangguk pelan.

"Ya, aku masih mencintaimu. Tidak semudah itu menghapus perasaan."

Mutia terdiam sejenak. Perlahan bibirnya tersenyum. Ia tahu, Arga tak akan semudah itu melupakannya.

Mutia rasa, sekarang saatnya ia maju, tak lagi menyerah, apalagi harus mengalah dari Keyara yang sudah menghancurkan kebahagiaannya.

"Kalau kamu memang masih mencintaiku, batalkan honeymoon itu!" Kata-kata Mutia layaknya busur panah yang lepas dan membidik tepat di dada Arga.

Lagi-lagi Arga mengangguk. "Baik, Mutia."

Mutia tersenyum lagi. "Aku akan memberimu waktu untuk menyelesaikan urusanmu. Aku akan menunggu. Aku berharap kamu sudah membuat keputusan sampai bulan depan. Ceraikan Keyara dan kembali bersamaku! Kalau kamu masih bertahan dengannya, aku tidak akan pernah kembali padamu, tidak akan pernah!"

Arga termangu. Sekian tahun ia mengharapkan Mutia kembali, dan sekarang gadis itu mematung di hadapannya. Ia tak bisa melepasnya begitu saja. Penantian yang panjang.

"Dan satu lagi, Arga. Dekatkan aku dengan ibumu. Jika ibumu menyukaiku, beliau pasti akan setuju untuk perpisahan kalian dan berharap kita menikah." Mutia tersenyum sekali lagi. Ia tahu, Arga akan mendengarnya dan kembali padanya.

******

Keyara pulang lebih sore dari biasanya. Ia mampir ke kantor komunitas anti-bullying. Di sana ia berbincang dengan salah satu korban bullying yang enggan pulang ke rumah karena di-bully oleh saudaranya sendiri dan sering kali dianggap tak memiliki kelebihan apa pun oleh keluarganya. Atas bujukannya, akhirnya ia mau kembali setelah keluarganya berjanji untuk tidak membeda-bedakan dan menyudutkan anak itu. Konflik itu dapat diselesaikan dengan cara kekeluargaan, meski awalnya orang tua anak itu sempat marah, meminta komunitas anti-bullying dibubarkan karena dianggap memberi pengaruh buruk dan menjauhkan anak dari keluarganya. Kenyataannya, sekian tahun berdiri, komunitas ini justru menjadi penengah dan jembatan yang merukunkan kembali hubungan antara pelaku dan korban. Kebanyakan korban bullying tak berani untuk speak up. Lewat komunitas ini, mereka lebih berani untuk menceritakan perasaan mereka.

Keyara adalah menantu yang sangat baik di mata Arimbi. Selelah-lelahnya ia bekerja, ketika tiba di rumah, Keyara tak pernah mangkir dari aktivitas kesehariannya sebagai istri. Ia memasak, membersihkan ruangan, dan menyiapkan segala kebutuhan Arga. Keyara juga sangat menghormati Arimbi. Sebelum memasak, Keyara kerap bertanya, menu apa yang ibu mertuanya inginkan. Dengan senang hati, Keyara akan memasak untuknya.

Malamnya, Mega terlihat kelam. Mendung menyelimuti dan kedua insan di kamar itu pun seolah ikut terbawa suasana. Keyara tampak tak bersemangat dan ingin cepat-cepat tidur. Arga pun tercenung memikirkan pembicaraannya dengan Mutia tadi siang.

Arga melirik Keyara yang duduk berselonjor dengan satu buku yang sudah ia tutup, tanda jika wanita itu sudah selesai membaca. Arga naik ke ranjang, duduk di sebelah istrinya dalam rentang agak jauh. Keduanya saling menatap sejenak sebelum akhirnya memalingkan wajah masing-masing.

"Key ...." Arga memberanikan diri membuka percakapan.

Keyara menoleh dengan dahi yang berkerut. Dalam diam ia bertanya-tanya tentang apa yang ingin disampaikan suaminya.

"Key, pekerjaanku sangat padat. Sepertinya kita belum bisa liburan," ujar Arga tenang.

Keyara hanya mengangguk pelan. Ia juga tak terlalu berharap untuk bisa berlibur bersama Arga.

Arga ingin mengatakan jujur tentang hatinya yang masih utuh untuk Mutia. Namun, menatap sorot bening Keyara yang selalu memendarkan ketulusan, mendadak hatinya mencair. Ia yang biasanya tak peduli dengan perasaan Keyara, kini justru takut menyakiti wanita itu.

Suara halilintar yang tiba-tiba menggelegar diiringi rintik hujan yang menurun membuat keduanya terperanjat. Refleks Keyara mencondongkan badannya lebih dekat ke arah Arga dan Arga pun menyambutnya dengan pelukan.

Untuk sesaat dua pasang mata itu beradu. Debaran kembali merajai. Napas keduanya seakan memburu, saling menyapu wajah masing-masing. Keyara menatap Arga dengan tatapan polosnya sembari mengamati gurat wajah suaminya yang memang sudah menawan sedari pertama ia jatuh cinta. Sekuat apa pun Keyara membentengi diri, hatinya tak pernah benar-benar berpaling dari Arga. Hingga detik ini cinta itu masih terjaga.

Arga membeku dibarengi debaran yang juga bertalu. Matanya terpusat pada bibir ranum Keyara yang rasanya ingin ia cumbu, mengulang kembali ciuman panas yang pernah terjadi. Apakah boleh? Apakah tidak apa? Bagaimana bisa ia menahan diri selama ini? Ia juga membutuhkan kehangatan dan nalurinya bergejolak kala ia menatap Keyara lebih lekat.

Entah siapa yang memulai, keduanya seakan lupa pada kesepakatan yang pernah mereka buat. Ciuman itu kembali menerbangkan keduanya pada rasa yang tak terdefinisikan. Bahkan Keyara pun lupa pada janjinya untuk tidak menyerahkan diri pada Arga. Ia takut berdosa jika tidak melayani suami, meski ia tahu Arga belum mencintainya. Hujan yang mengguyur deras menjadi saksi bagaimana dua insan itu memecah kebekuan dan menggantinya dengan kehangatan yang begitu manis. Keyara terbaring pasrah, menikmati segala perlakuan Arga. Ia biarkan jari-jari terampil itu melepas kancing bajunya satu per satu.

******

Ke depan bakal lebih emosional. Konflik baru percikan2 aja haha. Maaf ya ga panjang, kalau weekend pasti family time, jadi nulis itu bener2 nyuri waktu. Soalnya di hari aktif gak bisa yg bener2 quality time sama keluarga meski aku work from home.

Behind the TearsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang