Chapter 12

7.3K 875 54
                                    

Btw cerita ini ada tag konten dewasa, ya. Tidak ada scene yg eksplisit, tapi memang diperuntukkan untuk pembaca dewasa terkait konflik dan adegan2 romantis yang masih aman. Jangan lupa vote & comment biar ramai dan makin semangat update 🤗

Happy reading ....

Keyara mematut di depan cermin. Ia sisir rambutnya dengan banyak pikiran menari-nari di benaknya. Bayangan Arga yang tengah naik ke ranjang dan merebahkan diri melintas di cermin. Keyara menghentikan aktivitasnya. Ia masih terpaku dengan satu pertanyaan bergema di dasar hati, apakah laki-laki itu akan jatuh cinta padanya setelah mereguk hartanya sebagai perempuan? Harta yang sebenarnya sudah seharusnya Arga renggut di awal pernikahan mereka. Atau bagi Arga, perasaan dirinya masih menjadi sesuatu yang tak diprioritaskan.

Keyara beranjak dan juga berjalan menuju ranjang. Arga yang belum terpejam melirik istrinya yang duduk berselonjor di sebelahnya. Entah sejak kapan, segala yang dikenakan Keyara selalu saja membangunkan hasratnya, termasuk gaun tidur berbahan satin yang tampak cantik membalut tubuh istrinya.

Keduanya saling menatap dengan pikiran yang masih membelenggu. Keyara yang ingin membicarakan masa depan pernikahan mereka dan Arga yang ingin menghabiskan malam panas kembali bersama Keyara seperti kemarin.

Arga memberanikan diri memangkas jarak. Tatapan awasnya tak lepas mengamati Keyara. Wanita itu tiba-tiba membeku terutama tatkala jari-jari Arga menelusuri pipinya. Keyara masih terdiam sedang jemari suaminya kini mengusap bibirnya dan menurun ke bawah leher, menarik pelatuk zipper di tengah gaun.

Keyara hendak bicara, tapi kecupan yang mendarat di bibirnya dengan tiba-tiba membuat wanita itu terpaku. Sejak ciuman pertama Arga mengacaukan hatinya, Keyara selalu bisa terbuai akan permainan panas Arga yang sudah sedemikian piawai meski baru sebatas ciuman. Nyatanya tangan laki-laki itu jauh lebih terampil dengan bergerilya ke mana saja.

Keduanya melepas ciuman itu ketika napas terdengar berlarian dengan embusan lembut yang menyapu wajah masing-masing. Arga menikmati kepasrahan Keyara dibarengi kemampuan istrinya dalam membalas ciumannya yang sudah jauh lebih baik dibandingkan saat pertama kali mereka bercumbu. Dua pasang netra itu saling menatap. Keyara yang selalu menatap Arga dengan segenap cinta, sedangkan Arga yang masih terombang-ambing akan perasaannya. Dilema masih bergelut dan tinggalkan tanda tanya.

Arga tahu Keyara selalu saja deg-degan setiap kali mereka berinteraksi seintim ini. Irama degup jantung itu menjadi sesuatu yang membuatnya bergetar. Bahkan ia tak merasakan ada kegugupan ketika tengah bersama Mutia dan tak ada cinta yang terbaca dari bola mata gadis itu.

"Sebenarnya aku ingin membicarakan sesuatu," tukas Keyara masih dengan tatapan yang tertambat pada wajah Arga yang sudah dipenuhi gurat-gurat gairah yang perlahan menanjak. Keyara pun tak ingin mengacaukan momen manis ini, tapi ada sesuatu yang mengganjal perasaannya.

"Bicara apa, Key? Bisakah kamu menundanya nanti?" Arga mendekatkan wajahnya dan berbisik lirih di telinga istrinya, "aku cuma ingin kamu."

Keyara bisa merasakan napas Arga yang memberat dan debaran bertalu dari dadanya. Mata itu masih saling memandang. Keyara kembali merasa diterbangkan ketika Arga mencumbunya kembali dan mengantarkan mereka untuk menjelajah malam yang lebih panas dari malam-malam yang pernah ada.

******

Sprei ranjang itu tampak berantakan, pakaian berceceran di lantai, sedangkan dua insan yang baru saja memadu kasih itu tampak kelelahan. Senyum puas menghias wajah Arga. Ia berbaring di sebelah Keyara dalam satu selimut. Selama menjalani rumah tangga bersama Keyara, dua malam ini keduanya melebur dalam hangatnya romansa yang mendebarkan dan benar-benar bisa merasa lepas ketika tidur dalam satu ranjang. Tak ada kebisuan seperti malam-malam sebelumnya. Tak ada tidur saling memunggungi dan tak bertegur sapa. Malam yang terbiasa tanpa sentuhan dan desah manja, kini beralih menjadi malam yang dibumbui lenguhan dan penuh pujian.

Keyara berbaring miring menghadap Arga. Ditelisiknya gurat wajah Arga yang tampak lelah. Namun, di sisi lain ada senyum yang memancarkan kebahagiaan.

Arga melirik Keyara yang tengah menatapnya. Tentu ia tak lupa pada janjinya untuk mendengarkan istrinya bicara.

"Kamu bilang tadi ada yang ingin disampaikan?"

Mendengar pertanyaan Arga, giliran Keyara yang membisu sekian detik. Apa tak apa jika ia membahas masa depan pernikahan mereka sementara hubungan mereka tengah membaik?

Ditatapnya Arga lekat. Ia sudah meyakinkan diri bahwa ia siap berpisah dengan lelaki itu kapan pun.

"Aku ingin memastikan kembali akan masa depan pernikahan kita. Apakah Mas Arga akan menceraikanku? Apa Mas Arga akan kembali pada Mutia?"

Arga tak langsung menjawab. Ia bahkan hampir lupa pada rencana perpisahan mereka. Dipandanginya Keyara yang tampil dengan rambut berantakan dan jejak-jejak gairah yang tercetak jelas di leher dan dada Sang Istri. Bagaimana bisa ia berpikir akan perpisahan, sementara dua malam ia melalui malam panas yang jejaknya bahkan masih terasa dan mengisi fantasinya kala ia jauh dari istrinya. Ia belum ingin melepas Keyara, atau sejatinya ia memang tak pernah ingin melepas Keyara.

"Jangan bahas soal perpisahan lagi. Lebih baik seperti ini, jalani semua sewajarnya suami istri. Bukankah kamu selalu ingin pernikahan yang normal?" nada bicara Arga terdengar lebih lembut dari biasanya.

Keyara diam sejenak. Ia hanya ingin ketegasan. Ia tak ingin ada bayang-bayang Mutia dalam pernikahan mereka.

"Dari awal aku menyadari bahwa pernikahan kita memang sudah salah dan tidak sehat. Sekian lama Mas Arga memendam kebencian dan selama kita menikah, aku tahu Mas Arga masih mencintai Mutia. Lalu dua malam ini, aku benar-benar menyerahkan diri untuk Mas Arga, Mas Arga pun berubah pikiran. Apa Mas Arga hanya tertarik dengan tubuhku saja? Sementara dalam pernikahan normal pun, perasaan pasangan harus dihargai dan diprioritaskan."

Arga tak tahu harus membalas apa. Ia tak tahu bagaimana perasaannya pada Keyara, tapi ada hal lain yang membuatnya ingin mempertahankan Keyara, bukan sebatas pada urusan ranjang.

"Aku memang suka dengan aktivitas ranjang kita. Jika memikirkan soal itu, aku ingin cepat-cepat pulang dan melakukannya denganmu. Rasanya wajar jika laki-laki sangat suka hal ini dan terlepas dari alasan kita menikah dulu, aku masih waras untuk menyalurkannya dengan orang yang sudah halal menjadi pasanganku. Lalu soal perasaan, semua butuh proses, Key. Kenapa kita tidak memberi kesempatan pada diri kita masing-masing?"

"Kesempatan untuk mencintai?" balas Keyara cepat.

Arga mengangguk. "Kesempatan untuk memperbaiki semuanya."

"Aku hanya tidak ingin ada bayang-bayang Mutia, Mas."

Arga tak menjawab. Ia menatap Keyara lekat.

"Kita akan berusaha yang terbaik." Arga menarik Keyara dalam pelukannya. Matanya terpejam. Sejatinya ia memang kelelahan.

Keyara termenung. Ia mendongakkan kepalanya dan menatap Arga yang sudah memejamkan mata. Keyara bersandar pada dada bidang Arga dengan berjuta pertanyaan dan pikiran yang masih membelenggu. Rasanya bukanlah sesuatu yang egois, jika ia ingin dalam setiap degup jantung Arga, hanya ada namanya.

******

Behind the TearsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang