Page 5 (Epilog)

15.1K 1.7K 557
                                    

27 Desember 2013

Page 5 : Epilog

"Kesalahan terbesarku hari itu adalah... aku tidak jujur kepadamu."

🍁🍁🍁

Rafka tersenyum lega begitu pintu ruangan operasi terbuka. Dia langsung menyelinap masuk ke dalam ruangan itu, meninggalkan Amanda yang kini berbincang serius dengan seorang Dokter.

Mata Rafka berbinar bahagia ketika melihat Jena yang tertidur di atas ranjang. Rafka pun menarik sebuah kursi, lalu mendekatkannya pada Jena.

Rafka menaiki kursi itu, kemudian menatap wajah pucat Jena cukup lama. Ia masih mengira Sang Bunda ketiduran usai operasi.

Tiba-tiba seorang perawat datang menutupi wajah Jena dengan kain putih. Langsung saja Rafka menepis tangan perawat itu dan menyibakkan kasar kain tersebut.

"Bunda aku lagi tidur jangan ditutupin!" bentak Rafka.

Perawat itu hanya diam, tak bisa berkata-kata.

Rafka kembali menopangkan kedua tangannya pada pinggiran ranjang, sembari memperhatikan Jena yang masih terpejam.

"Bun... Rafka kangen," ujar Rafka. "Rafka mau lihat adek, boleh?"

Jena diam tak merespon.

Senyuman di wajah Rafka perlahan memudar. "Bun...?"

Di ujung pintu, Amanda terlihat melangkah masuk dan langsung menangis tersedu-sedu begitu melihat kondisi Jena sekarang.

Rafka tersenyum bingung. "Tante? Tante ngapain nangis?"

"Rafka... Bunda kamu... udah nggak ada sayang," lirih Amanda.

Rafka masih tersenyum. Namun entah kenapa kedua matanya tiba-tiba terasa panas dan mulai berkaca-kaca.

Tes

Sebulir bening air mata akhirnya jatuh menetes di pipi Rafka.

Tapi anak laki-laki itu tetap tersenyum. Lebih tepatnya, menahan senyum.

"Rafka..." Amanda tak kuasa melihat kondisi Rafka sekarang. Keponakannya itu, terlihat kesulitan mengekspresikan gejolak emosi di dalam tubuhnya sendiri.

"Rafka sayang... gausah dipaksa senyum kalo gak kuat. Rafka gapapa kok nangis."

Pandangan Rafka semakin buram karena bendungan air mata yang kian mengalir deras. "B-Bunda gasuka lihat Rafka nangis. Rafka harus senyum, biar Bunda gak sedih."

"Tapi... Bunda kamu udah meninggal, Rafka."

"Hiks." Rafka menangis sesenggukan. Sedetik kemudian tangisannya pecah ketika menatap wajah Jena untuk yang terakhir kalinya. "Huaaaaa... Bunda jangan pergi ninggalin Rafkaa!"

Rafka memeluk erat wajah Jena dan menangis tepat di surai rambut Bundanya itu.

"Bunda jangan tinggalin Rafka sendirian... Rafka mau ikut, Bun... Rafka mau ikut."

Rafka terus menangis kencang, berusaha menggoyangkan bahu Jena, berharap Bundanya itu bangun dan membuka mata.

"Rafka janji gak bobo malem. Rafka janji gak bikin bunda marah. Rafka janji gak nakal lagi. Hiks, tapi Bunda bangun dulu..." lirih Rafka.

Akhirnya para tim medis itu pun menutupi tubuh Jena dengan kain, lalu mendorongnya keluar dari ruangan.

Amanda langsung menahan Rafka ketika keponakannya itu memberontak kuat sambil menjerit menangis.

Daddy's GirlTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang