⭐. 04

286 46 2
                                    

Wonwoo mematung

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Wonwoo mematung.

"Nggak. Nggak mungkin."

Ia terus menggumamkan kata yang sama setiap menit sepanjang perjalanan pulang. Ia membantah semua yang Yerin sampaikan padanya setengah jam yang lalu. Apa apaan maksudnya? Wonwoo menghamili orang lain? Tidak mungkin. Pasti ada yang salah disini.

Wonwoo sampai di rumah beberapa menit kemudian. Ia melihat garasi kosong yang mana berarti istri dan anaknya belum pulang. Jennie masih di rumah sakit dan Sunoo masih bermain dengan teman temannya.

Ia masuk dan mendudukkan diri di sofa ruang tengah. Melonggarkan dasi hitam yang mencekik seharian. Melepaskan dua kancing teratas kemeja, juga jas yang ia sampirkan sembarangan.

Pikirannya kembali pada percakapan dengan sang sekertaris tadi. Hamil? Yang benar saja?! Wonwoo tidak pernah melakukan hubungan dengan orang lain selian Jennie.

"Gak mungkin lah. Yakali. Kalo iya gue yang hamilin, emang secepet itu jadinya? Sunoo aja jadi sebulan habis keluar."

Wonwoo terus berceloteh tak menyadari jika Sunoo kini sudah berada di pintu penghubung dengan dapur.

"Siapa hamil?"

Bagai tersambar petir, suara dingin Sunoo mengagetkan Wonwoo. Ia menoleh cepat ke belakang, matanya membulat melihat Sunoo berdiri dengan satu kaki terangkat menyentuh tembok.

"..."

Karena kebisuan Wonwoo emosi Sunoo yang sedang tak stabil akibat kalah bermain game naik. Tangannya mengepal hingga buku-buku tangannya memutih. "Aku tanya siapa yang hamil?"

"Bukan siapa siapa?"

"Bohong."

"Papa serius."

"Ah masa? Tapi tadi Sunoo denger kalimat yang beda. 'kalo iya gue yang hamilin'. Berarti itu papa kan? Cewe mana tuh yang papa ajak having sex sampe bunting? Huh? Yang pasti bukan bunda."

Wonwoo berdiri. "Bukan urusan kamu. Masuk kamar sana."

"Urusan aku! Papa itu ayah aku. Sebagai anak aku berhak tau. Apa lagi aku udah dewasa sekarang."

"Kamu nggak! Kamu masih kecil. Anak polos yang nggak berhak tau apa apa."

"Ha?! Oh masih kecil?! Tapi walau masih kecil, aku tau dan mengerti dengan jelas kalo papa selingkuh di belakang bunda bahkan sampe hamil! Itu yang papa bilang masih kecil?? Anak kecil nggak akan ngerti—"

Bugh!

Bogeman mentah didaratkan Wonwoo di pipi kiri Sunoo. Putranya terhuyung kebelakang menabrak meja.

Sunoo mengusap sudut bibirnya yang lebam dan berdarah akibat tergigit saat dipukul Wonwoo.

"Hhh.. bener kan yang ku bilang? Papa selingkuh. Kalo nggak, papa nggak akan pukul aku. Apa aja yang udah jalang itu kasi ke papa? Tubuh—"

Bugh!

"JAGA MULUT KAMU SUNOO!!"

Sunoo meringkuk di lantai. Ia melihat dengan jelas darah yang menetes dari hidungnya.

Woahh.. deras sekali, seperti aliran air.

Wonwoo membatu. Ia terkejut dengan apa yang baru dilakukannya. Memukul sang putra hingga berdarah lalu membentaknya.

Wonwoo menghampiri Sunoo dan membantunya berdiri tapi sebelum itu siku Sunoo menghantam dagunya.

Duagh!

"Papa kira aku nggak akan bales setelah papa pukul aku dua kali? Haha.. aku bisa bales lebih."

Pukulan demi pukulan dilayangkan Sunoo pada Wonwoo. Tidak keras namun cukup untuk membuat lebam dimana mana.

"Ini untuk papa yang berani nyakitin bunda. Ini untuk papa yang berani main belakang. Ini untuk papa yang berani hamilin orang padahal udah punya bunda. Cowok brengsek kaya papa harusnya nggak bersanding sama bunda."

"..."

Sunoo bangkit dari tubuh papanya yang lemas. Emosi Sunoo benar benar meledak. Lihat saja bagaimana nafasnya memburu melihat tubuh sang papa di lantai dengan banyak lebam menghiasi.

"Sunoo benci papa."

···

Setelah kepergian Sunoo ke kamarnya, Wonwoo bangkit perlahan dengan susah payah. Menahan semua rasa sakit di tubuhnya akibat Sunoo yang memukulnya dengan membabi buta.

Suara mesin mobil terdengar memasuki pekarangan rumah, sudah dipastikan itu adalah Jennie.

Wonwoo tak bisa berdiri untuk menyambut Jennie, terlalu lemah.

Suara langkah kaki milik Jennie mendekat. Kaki yang dibalut sneakers itu kini mendekat ke arah Wonwoo.

"Astaga!! Muka kamu kenapa?! Ayo ke kamar." Jennie memepar tasnya lalu memapah Wonwoo ke kamar.

Wonwoo didudukkan di pinggir kasur. Jennie membantu melepas pakaian atas suaminya setelah itu mengambil obat.

Sambil membersihkan luka di wajah dan tubuh Wonwoo, Jennie bertanya. "Kenapa bisa gini? Di begal?"

Wonwoo menggeleng. Ia menampilkan senyum kecil yang janggal bagi Jennie. "Nggak sia sia kita masukin Sunoo karate. Pukulannya sakit."

"Lah?! Ini Sunoo yang buat? Kok bisa?"

Wonwoo menangkap keterkejutan di manik lelah istrinya. Tak ingin menambah beban pikiran Jennie, Wonwoo memilih untuk menggeleng dan tersenyum.

"Nggak apa. Anaknya lagi emosi terus aku ngomong yang nggak nggak jadi dipukul. Gak apa kok, dia juga kena bogeman aku." Wonwoo memeluk pinggang Jennie, menempelkan pipinya dan perlahan memejamkan mata.

"Gimana kalo disini ada dede bayi?"

"Jangan bercanda, wonu. Aku masih masa sibuk, kalo hamil sekarang takut bayinya kenapa kenapa."

"Heung.. padahal pengen lagi. Sunoo udah gede, nggak bisa diuyel. Kalo ada debay kan bisa uyel uyel pipinya."

Jennie tertawa. Ia mengelus rambut Wonwoo pelan. "Kamu ngantuk ya? Ngelantur banget. Tidur sana."

"Cuddle me~ pweasee..."

"Udah tua Nu. Jangan sok imut."

ihh sumpah, dikit banget yang vote chap lalu

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

ihh sumpah, dikit banget yang vote chap lalu. ini work udah ga bagus ya?

yang sider juga banyak. gapapa ga komen, tapi vote aja. itu termasuk salah satu bentuk apresiasi kalian atas work aku. tapi kalo ga mau yaudah. sekarep mu aja.

dahlah bay

🖇️# ࣪𝐤𝐚𝐳𝐨𝐤𝐮Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang