Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
"Dia bukan anak saya!!"
"Dia anak kamu Wonwoo!! Kamu mabuk dan nidurin aku. Apa lagi yang perlu dijelasin??"
Wonwoo berdecak. "Saya nggak pernah lakuin itu sama kamu, saya sudah beristri."
Yerin mengepalkan tangan dibawah meja.
Wonwoo meminum americano miliknya yang tersisa setengah. "Dia bukan anak saya, jadi jangan ganggu saya lagi. Saya sudah berkeluarga dan ingin hidup bahagia. Kamu juga pantas untuk itu."
"Wonwoo.. kamu masih belum percaya kalo ini anak kamu? Kamu belum percaya kalo kamu nidurin aku di Jepang waktu itu?"
"Apa?"
"Malam sehabis jamuan sama kolega, kamu mabuk. Aku dateng ke kamar kamu untuk kasi jadwal besok, tapi apa? Kamu nidurin aku dan berhalusinasi bahwa aku itu istri kamu. Kamu nggak sadar?!"
"..."
Rahang Wonwoo mengeras. Ia tak bersuara selama beberapa menit membuat atmosfer di sekitarnya dan Yerin suram.
"Jadi?"
Setelah hampir lima menit akhirnya Wonwoo mengeluarkan sepatah kata.
"Tanggung jawab. Nikahin aku. Aku nggak mau anak kita lahir tanpa ayah."
"Gila!! Nggak!"
"Wonwoo!!"
"Kamu harus pake otak kamu baik baik Yerin! Saya sudah beristri, dan sudah berkeluarga. Gimana bisa kamu minta pertanggung jawaban kaya gitu?"
"Bisa! Ceraiin Jennie. Terus nikah sama aku. Harusnya kamu udah tau ini konsekuensinya hamilin orang."
"Sinting."
···
Jennie menatap wajah pucat Sunoo yang tertidur tenang di ranjang pasien.
Malam berganti pagi. Bulan berganti matahari. Namun Jennie tetap sendiri menemani Sunoo di ruangannya.
Doyoung dan seorang perawat baru saja keluar setelah memeriksa keadaan Sunoo. Hasilnya sedikit meningkat, namun Sunoo masih keritis.
"Hei.. ayo bangun." Suara serak Jennie mengalun di ruangan sepi nan besar milik Sunoo. Akibat menangis semalaman panjang, tenggorokan Jennie kering, membuatnya susah berbicara dan juga menelan.
"Bunda rencananya mau ambil cuti untuk satu minggu pas Sunoo libur semester. Terus kita liburan. Sunoo bisa beli ice cream mint-choco disana. Satu ember juga bunda kasi. Bangun tapi ya?"
"..."
"Hiks.."
Jennie menyembunyikan wajahnya yang kembali dibanjiri air mata pada lipatan tangan.
