"Ah, mana mungkin."
[Name] berjalan turun dari lantai dua. Menghampiri sang kakak yang memanggil namanya. "Ada apa bang?"
"Ya ampun, jangan masuk dulu. Pasti kotor dan banyak debunya kan?" omel Gempa. Ia mencari letak sapu dan serokan. Meski bentuknya sudah tidak terlalu layak untuk disebut sapu. Tapi tidak apa selama masih bisa digunakan untuk menyapu.
"Kamu panggilin Grace dulu gih, kita gatau dia mau nempatin kamar yang mana." Gempa berlalu naik ke lantai dua. Duri yang baru muncul dari halaman belakang, langsung mengejar Gempa. "Mau ikut bersih-bersih!"
"Kayaknya Grace tidur sekamar dengan [name] aja!" teriak [name] dari lantai bawah. Tidak ada jawaban dari Gempa. Entah dia mendengar teriakan tadi atau tidak.
Blaze masuk dari pintu depan. [Name] segera menghampirinya. "Bang, Grace udah kembali?"
Blaze menggeleng. "Dia pergi?" tanyanya balik. [Name] lantas mengangguk. Mengatakan jika Grace ingin berkeliling katanya. Seharusnya ia tidak jauh dari sini.
"Coba tanya bang Hali, dari tadi dia berdiri di bagasi mobil." Blaze menunjuk ke pintu keluar. [Name] memiringkan tubuhnya. Ia bisa melihat sang kakak sulung yang terlihat mengobrak-abrik koper di bagasi.
[Name] segera berlari keluar. Menghampiri sang kakak, ia lantas bertanya tentang Grace. Lagi-lagi Halilintar ternyata juga tidak tahu.
"Telpon saja," ujar Halilintar.
"Benar juga." [Name] langsung mengambil telepon di sakunya. Menekan nomor yang tersimpan dengan nama Grace. Ia menekan tombol hijau untuk memulai panggilan.
"Eh, bentar." [Name] membuka pintu mobil saat mendengar suara getaran dari dalam sana. Ia menemukan handphone Grace yang tertinggal di kursi kemudi.
"Ditinggal ternyata." [Name] langsung meraih handphone tersebut. Namun terdengar dering telepon lagi dari handphone Grace. Tentu saja bukan [name], melainkan nomor asing.
"Duh, angkat aja deh, mana tahu Grace."
[Name] menekan tombol hijau. Lalu mengangkat panggilan tersebut dan menempelkan handphone ke telinga.
"Halo," ujar [name].
Setelah menunggu, ia tak kunjung mendengar balasa dari sebrang telepon. [Name] mengernyitkan dahinya. "Halo? Grace?"
Pip!
"Loh, dimatiin?"
"Ada apa?" Halilintar datang menghampiri. [Name] angkat bahu sambil menunjukkan handphone Grace. "Tadi ada nomor ga dikenal nelpon, tapi pas kuangkat malah ga ngomong apa-apa terus dimatiin gitu aja."
Halilintar jadi ikut memasang wajah bingung. "Mungkin salah sambung."
"Bisa jadi sih." [Name] mengangguk. Tapi bukan [name] namanya jika tidak penasaran. Kalau saja ia tahu kunci password handphone Grace. Pasti sudah ia bongkar semuanya.
"Grace mana sih?" gerutunya.
.
.
.
"Jadi mirip rumah hantu ya, kalau malam-malam," sebut Blaze. Duri jadi merinding dan menempel ke tangan Gempa. Halilintar menaruh alat penerangan ke tengah meja.
Mereka semua sedang berkumpul di ruang tengah. Dengan dibantu alat penerangan. Mereka bisa melihat wajah satu sama lain meski samar-samar.
Grace datang membawa makanan yang baru saja ia ambil dari garasi. Menaruhnya di atas meja.
KAMU SEDANG MEMBACA
『 Little Sister And Seven Brother 2 』BoBoiBoy ✔
Fanfiction【 Completed 】 『 BoBoiBoy x Reader as Little Sister 』 ⊱ ────── {.⋅ ♫ ⋅.} ───── ⊰ ➢ Sequel lanjutan Little Sister and Seven Brothers Kisah sebagai adik ketujuh kembar tidak sampai di sana. Kini, mereka harus mencari keberadaan Taufan, Ice dan Solar ya...