"Mereka belum juga kembali?"
Mereka semua gelisah saat orang yang ditunggu tak kunjung pulang. Sudah sekitar tiga puluh menit berlalu, namun tak ada jejak-jejak mereka akan pulang.
"Sepertinya ada sesuatu yang tak beres," terka [name]. Ia berdiri dari duduknya dan langsung berlari saat itu juga. "Aku akan mencari mereka!"
"Tunggu [name]!" Gempa panik. Halilintar berlari mengejar. Taufan yang masih menganggap Grace adalah penyelamatnya pun ikut berlari mengejar mereka. Tersisa hanya Gempa dan Duri.
"Bang Gem," Duri memegang dada kirinya. Wajahnya terlihat murung. "Duri merasakan firasat buruk."
Bukan hanya Duri. Gempa juga merasa begitu. Ia mencoba mengajak Duri duduk dan menenangkannya. "Tidak apa, aku yakin mereka akan baik-baik saja."
Duri membalas Gempa dengan senyum. "Iya."
Di lain sisi. [Name] yang berlari dengan kecepatan penuh dan dilanda panik itu akhirnya sampai ke supermarket terdekat. Tanpa basa-basi, langsung menerjang masuk ke dalam sana.
"Grace! Bang Blaze!" panggil [name] saat berada di dalam supermarket. Halilintar dan Taufan yang sudah menyusul pun ikut masuk ke dalam.
[Name] menjelajahi setiap etalase yang ada di sana. Halilintar serta Taufan tentu saja ikut melakukan hal yang sama.
"Dimana? Dimana?!"
Krak!
[Name] berhenti saat ia merasa telah menginjak sesuatu. Ia mengangkat kakinya, menemukan sebuah pisau berlumur darah. Ia menunduk dan mengambil pisau tersebut.
[Name] menyentuh darah tersebut. Masih basah. Itu artinya ini baru saja terjadi. "Grace? Bang Blaze?!" [Name] langsung saja berlari lebih jauh. Lalu menemukan sang kakak yang terbaring di lantai. Dipenuhi darah.
"Bang Blaze!" pekik [name]. Ia langsung menghampiri Blaze dan melihat seluruh tubuhnya. Blaze sepertinya tidak sadarkan diri. Namun banyak sayatan di tubuhnya.
Halilintar datang. Terkejut melihat keadaan Blaze yang sekarat. Langsung saja ia hampiri dengan wajah yang panik. "D-dia kenapa?!"
"Tidak tahu, sepertinya ditusuk. Tadi [name] lihat pisau di sana." [Name] gemetar saat menunjukkan pisau tersebut ke Halilintar.
"Kita bawa dia pulang." Halilintar langsung saja menggendong Blaze ke pundaknya, dibantu oleh [name].
"Tunggu! Dimana Grace?" [Name] melihat ke sekeliling dengan panik. Tidak ada satupun dari mereka yang menemukan Grace.
"Tidak ada pilihan lain, kita bawa Blaze pulang dulu untuk diobati." Meski raut wajah Halilintar sebenarnya juga ketakutan, ia berusaha tetap tenang. Awalnya hendak menolak, tapi melihat Blaze dalam keadaan seperti itu, [name] mau tak mau harus ikut abangnya.
Mereka berdua langsung saja berlari cepat untuk pulang ke rumah. Jarak dari supermarket ke rumah sebenarnya tidak begitu jauh. Hanya beberapa perumahan dari tempat mereka.
Halilintar masuk ke dalam rumah dengan tergesa-gesa. Disambut oleh Gempa dan Duri dengan sama paniknya.
"Apa yang terjadi?"
Halilintar menaruh Blaze di sofa. Membuka baju Blaze untuk melihat luka-luka di tubuhnya. "Sepertinya ada yang menyerang mereka, Grace juga menghilang."
"A-apa?" kejut Gempa tidak percaya. Duri datang membawa kotak P3K yang sebelumnya milik Taufan. Lantas memberikannya ke Halilintar.
"Tunggu," ujar Duri. Ia melihat ke arah mereka semua dengan bingung. "Dimana bang Taufan?"
KAMU SEDANG MEMBACA
『 Little Sister And Seven Brother 2 』BoBoiBoy ✔
Fanfiction【 Completed 】 『 BoBoiBoy x Reader as Little Sister 』 ⊱ ────── {.⋅ ♫ ⋅.} ───── ⊰ ➢ Sequel lanjutan Little Sister and Seven Brothers Kisah sebagai adik ketujuh kembar tidak sampai di sana. Kini, mereka harus mencari keberadaan Taufan, Ice dan Solar ya...