13 - Debat

1.7K 253 116
                                    

"Solar."

Mereka semua diam di tempat. Angin berhembus pelan. Seolah memberi mereka waktu untuk mencerna apa yang terjadi.

Sosok itu melepas tangannya yang ditahan oleh Halilintar dengan kasar. Lalu berlari pergi.

"Hei, tunggu!" Halilintar tentu saja mengejar. [Name] pun ikutan.

"Bang Solar! Kenapa kau lari?!" pekik [name]. Tapi sosok itu enggan menjawab. Memilih terus berlari. Namun [name] kembali berteriak. "Apa bang Solar ingin lari seperti lima tahun yang lalu juga?!"

Larinya melambat. Halilintar yang melihat kesempatan itu pun menarik jubah itu dan membuatnya terjatuh. Segera Halilintar duduk di atasnya agar sosok itu tak bisa pergi.

Tudung jubah itu terbuka. Menampilkan sosok si bungsu yang selama lima tahun ini telah menghilang
tanpa jejak. Wajah yang mereka semua rindukan. Manik kelabunya yang tenang kini berubah ketakutan. Ia memalingkan wajah, tak sanggup menatap wajah si sulung.

"Kenapa?" ujar Halilintar dengan gemetar. Ia menarik kerah baju Solar. "KENAPA KAU TERUS MELARIKAN DIRI, HAH?!"

Solar menggigit bibirnya. Menahan butir-butir air mata yang hendak keluar. Rasa rindunya kuat, namun ketakutannya jauh lebih kuat. Selama lima tahun Solar berharap bisa kembali pada keluarganya, namun ia tidak bisa. Mereka semua sudah terlalu bahagia bahkan tanpa dirinya.

"JAWAB SOLAR!!"

"Bang ..." [Name] muncul di samping dengan nafas ngos-ngosan. Terduduk di atas rerumputan dengan wajah sendu. Ia menatap sang kakak yang hanya diam sambil memalingkan wajah.

"[Name] gatau kenapa abang Solar sampai gini, tapi kenapa? Kasih tahu kami, kenapa bang Solar seolah takut bertemu kami? Kenapa?"

Solar memilih menatap langit. Air mata tergenang di pelupuk matanya. "Aku takut ..."

Halilintar melepas kerah baju Solar. Menunggu jawaban bersama [name].

"Aku takut kalian membenciku ..." Solar menangis, air matanya tumpah. "Hiks ... K-karena aku, bang Taufan dan bang Ice jadi seperti itu."

"Omong kosong macam apa itu?" tukas [name]. Wajahnya memerah menahan tangis. Ia kesal, sangat kesal pada abang-abangnya. Mereka selalu menyembunyikan segala hal dari dirinya. Entah itu dulu, ataupun sekarang.

[Name] mendekat. Memeluk sang abang yang masih larut dalam kesedihan. "Kami semua mencari abang loh, abang ga senang?"

Solar membalas pelukan [name]. "Maaf ... Maafkan aku ..."

Halilintar berdiri. Memperhatikan mereka berdua sampai selesai. Setelah itu [name] dan Solar sama-sama berdiri.

"Ayo, temui keluarga kita." [Name] menggenggam tangan Solar. Mencoba memberikannya kekuatan. Sedangkan Halilintar menepuk pelan punggung sang adik.

Mereka berjalan kembali ke tempat yang lain. Duri langsung menerjang peluk Solar sambil menangis terisak. "Solar jahat! Kenapa ninggalin semuanya. P-padahal kami semua ke sini untuk mencari Solar, hiks ..."

"Maaf kak Duri." Solar menggumamkan kata itu di telinga Duri. Sembari membalas pelukannya dan membelai rambut sang kakak dengan lembut.

"Jangan pergi lagi," ujar Duri. Namun, tak ada jawaban yang diberikan Solar sebagai balasan.

"Kalian, sudah berkumpul lagi." Grace membuka suara. Mereka semua saling melihat sebelum akhirnya sadar. "Benar juga," ucap Blaze.

"Tapi bukankah Ice masih?" Gempa melihat ke arah Ice yang masih belum sadarkan diri. Ia berada di pangkuan Blaze. Tidak ada luka berarti, tapi entah kenapa Ice bisa tak sadarkan diri selama itu.

『 Little Sister And Seven Brother 2 』BoBoiBoy ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang