14 - Penawar

1.3K 226 91
                                    

"Apa kita biarkan mereka pergi begitu saja?" tanya salah satu bawahan. Mereka terlihat bingung karena tidak disuruh mengejar orang-orang yang kabur.

"Biarkan saja." Borara duduk di tempatnya. Diam menatap layar monitor yang sama sekali tidak menyala. Bergeming di tempatnya.

Borara menunjukkan sesuatu di tangannya. Sebuah cairan dalam kapsul kaca. Ia menggoncang-goncangkannya sambil tersenyum sinis. "Mereka akan kembali."

Anak buahnya terlihat terkejut. "Apakah."

"Ya, salah satu dari mereka teracuni." Borara memutar kursinya menghadap sang bawahan. Masih tersenyum licik. "Dan penawarnya hanya ada di sini."

.

.

.

"Apa yang harus kita lakukan?" Mereka panik. Taufan tak kunjung membuka mata. Mereka telah melakukan berbagai cara seperti mencoba memanggil namanya dan membuatnya sadar, namun tubuh itu sama sekali tak bergerak.

Nafasnya terputus-putus. Harapan mereka satu-satunya adalah mencari penawar racun tersebut.

"Jika aku benar, jangan bilang bahwa penawarnya ada di mereka?" tebak Blaze. Solar menggigit bibirnya, "Ini jebakan."

"Ck!" Ice berdiri. Hendak beranjak pergi namun Blaze lebih dulu menahannya. Ice melepas tangan tersebut dengan kasar, lantas mendelik tajam. "Minggir."

"Apa kau bodoh? Mau ambil penawarnya?" Emosi Blaze meledak-ledak. Ice menampik tangan Blaze dengan kasar. "Lalu aku harus apa? Diam dan menunggu dia mati?"

"Berhenti." Gempa menengahi mereka berdua. Ini bukan saatnya mereka berkelahi. Mungkin sang musuh tengah tertawa melihat keadaan mereka seperti ini. Mau jalan apapun yang mereka pilih, keduanya adalah neraka.

"Lantas apa yang mereka inginkan dengan kembalinya kita ke sana?" Halilintar heran. Duri angkat bahu, "Hal ter-positif yang bisa Duri pikirkan hanyalah mereka akan membunuh kita semua."

"Itu negatif, bang Duri," koreksi [name]. Duri hanya menggaruk pipinya sambil terkekeh canggung.

"Kita harus ambil penawarnya," tukas Grace. Ia melihat tubuh Taufan yang makin lunglai. Tubuh pemuda itu rasanya makin dingin. "Biar aku yang menghajar mereka semua."

"Kau sendiri lagi? Tidak bisakah kau mengajak kami juga?" protes [name]. Grace berpindah dari sisi Taufan. Membuat Ice yang awalnya berdiri kini menggantikan posisi Grace.

"Memangnya kau bisa membunuh mereka tanpa rasa penyesalan di hatimu?" tanya Grace. [Name] merasa heran dengan pertanyaan ini. "Kita tidak harus membunuh mereka."

"Harus, [name]," tekan Grace di nadanya. "Jika tidak, mereka masih akan terus menganggu seperti serangga."

Mata hazel [name] terlihat terkejut. "Apa semudah itu kau mengatakan nyawa manusia seperti serangga?"

"Ya, dengan menusuk mereka di sini." Grace menunjuk dada kiri [name] yang dimana terdapat jantung. "Mereka akan mati."

"Grace--"

"Tidak perlu memaksakan diri, [name]. Jiwamu terlalu suci, berbeda dengan jiwa milikku. Kau tidak harus mengotorinya." [Name] mengepalkan tangan. Menarik tangan Grace. "Kau lupa dengan apa yang dikatakan Rena dan Rayn? Bukankah segala hal tidak harus selalu dengan membunuh?"

"Oh ya?" Grace tersenyum miring. "Kalau memang semua bisa selesai tanpa membunuh. Lantas kenapa Rena dan Rayn mati?"

"I-itu ..." [name] bungkam. Kali ini dirinya kalah berdebat lagi dengan Grace. Wajar saja, Grace lebih tua dua tahun darinya. Grace telah hidup dua tahun lebih lama daripada dirinya. Dan bahkan hidupnya lebih buruk darinya.

『 Little Sister And Seven Brother 2 』BoBoiBoy ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang