Epilog

1.8K 191 111
                                    

Tap! Tap!

Click!

Pats!

"Berita terbaru hari ini. Terdengar ledakan dahsyat di pulau bencana. Para warga mengatakan jika ledakan tersebut mirip dengan kejadian enam tahun yang lalu."

Sebuah kotak televisi menampilkan acara berita. Tentang sebuah pulau yang katanya terdapat ledakan dahsyat.

Belum diketahui asal-muasal ledakan tersebut. Tapi para warga berpendapat bahwa hal tersebut sama dengan kejadian enam tahun yang lalu.

"Wah, pulau itu meledak lagi?"

Gempa datang ke ruang tengah sambil membawa cemilan dan menaruhnya di atas meja. Ice dengan gerakan cepat mengambil cemilan itu dan memasukkannya ke dalam mulut.

"Beruntung kita sudah pindah dari sana sejak lama," ujar Taufan sambil bersandar di sofa. Halilintar tampak mengangguk saja.

"Bukankah tempat itu sudah kosong? Kenapa bisa ada ledakan disana?" tanya Blaze yang sesekali menganggu rutinitas Ice.

"Duri dengar kalau masih banyak penduduk yang tinggal disana karena ditolak kemari," ujar Duri. Ia menyeruput jus jeruk di atas meja. "Ah, segar."

"Kurasa itu bukan sekadar ledakan," ujar Solar dibalik bukunya. Yang lain menoleh kepadanya.

"Apa maksudmu?" tanya Halilintar. Solar suka sekali menambah kebingungan diantara mereka. Apalagi akhir-akhir ini Solar doyan melamun.

Solar menutup bukunya. Lalu dibalik kacamatanya, manik abu-abu itu menatap keenam abangnya bergantian.

"Pulau bencana meledak, kita pindah dari sana, bahkan ingatan tentang apa yang terjadi saat kita pindah juga tidak ada." Solar bersuara. "Apa kalian pikir ini masuk akal?"

"Ayolah, bukankah dokter sudah bilang bahwa kita mendapat amnesia karena trauma?" Blaze mencoba mencairkan suasana yang mendadak jadi terlalu serius. Apalagi kini yang lain malah mendadak ikutan berpikir.

"Jangan berpikir yang aneh-aneh, Ayah dan Bunda kan juga mengatakan bahwa tidak terjadi hal yang aneh pada saat itu." Gempa tidak mau hal ini berlanjut hingga terlalu serius.

"Lalu, apa kalian bisa memberikan alasan kenapa Ice memiliki bekas tusukan di perutnya? Dan kenapa hanya Taufan yang tubuhnya lebih kecil dari kita berenam?"

"Solar!" bentak Gempa. Solar terkejut, ia menghadap ke arah Gempa yang sudah memasang tampang kesal. "Sudah cukup, kita berkumpul bukan untuk ribut."

Solar akhirnya diam. Menundukkan kepala dengan ekspresi yang memendam rasa kesal.

Sementara yang lain dalam keadaan canggung. Justru Duri terfokus pada jumlah gelas di atas meja yang dibawa oleh Gempa. "Kak Gempa, kenapa membawa gelasnya delapan? Kita kan cuma tujuh."

Gempa tersadar. Lalu tersenyum kikuk. "Astaga, entah kenapa aku terbiasa membuat delapan."

"Kalau kau lelah, istirahat saja Gem." Halilintar mengingatkan. Gempa hanya mengiyakan saja. Memilih duduk diantara Halilintar dan Taufan di atas sofa.

Sejak suasana canggung tadi. Ice dan Taufan jadi lebih diam. Mungkin terpikirkan dengan ucapan Solar mengenai kondisi tubuh mereka.

Bahkan waktu ke dokter dulu. Taufan ingat jika dokternya mengatakan jika Taufan seperti pernah diracun, lalu diberikan penawar. Karena aliran darahnya terasa berbeda. Untuk tubuh kecilnya, ia belum mengetahui apapun.

Di ingatannya yang lama. Taufan yakin jika tubuhnya sama dengan yang lain sewaktu kecil. Lalu, ingatan setelah mereka pindah hingga lima tahun kedepan itu hilang. Yang ia sadari, tubuhnya tidak berubah sama sekali sejak mereka keluar dari pulau bencana.

『 Little Sister And Seven Brother 2 』BoBoiBoy ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang